ISLAM DI AMERIKA
MAKALAH
Makalah ini Disusun
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Sejarah
Islam Modern
DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. H. Sulasman, M.Hum
Oleh:
OLEH :
BUDI SUJATI
2170120003
PRODI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018 M/1439 H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejarah umat Islam merupakan bagian yang dinamis dari pengalaman
Islam. Keberhasilan dakwah Islam tidak hanya di Jazirah Arabia saja, tapi
dakwah Islam telah merambah ke seluruh pelosok dunia. Islam bagaikan topan
berembus dari padang pasir menembus dinding-dinding jazirah Arabia menemui
berbagai daerah dan bangsa yang jiwanya sedang kosong. Islam dalam waktu yang
singkat telah menjadi panutan yang hampir di seluruh pelosok dunia dan telah
melakukan perubahan yang signifikan pada setiap kebudayaan negeri-negeri atau
kawasan yang didakwahkannya. Mengikut pernyataan John Obert Voll, sekarang
Islam merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam dunia kontemporer.
Dalam persfektif kebudayaan atau sejarah peradaban, Islam telah
menyumbangkan begitu besar terhadap peradaban dunia. Memang secara teoretis,
seperti dikatakan oleh Samuel Hutington, bahwa agama, disamping bahasa,
sejarah, adat istiadat, institusi, menjadi unsur objektif pembentukan
kebudayaan atau peradaban. Kebudayaan, seperti
didefinisikan oleh Cliford Greetz, dan yang lainnya adalah pola yang
diturunkan sepanjang sejarah mengenai makna serta simbol-simbol dan juga sebuah
kumpulan nilai, kepercayaan, sikap, tatacara, dan gaya hidup yang dianut
bersama.[1]
Begitu juga dengan persebaran kebudayaan atau sejarah peradaban,
Islam juga telah menyebar jauh ke negeri-negeri baru seperti benua Amerika.
Benua dengan berbagai ras dan suku bangsa tersebut telah menarik minat dari
berbagai bangsa untuk datang kesana, baik dari bangsa Eropa, Afrika, dan Asia.
Kedatangan mereka ke benua Amerika telah mempengaruhi tatanan struktur
penduduk/masyarakat yang ada disana. Kedatangan bangsa-bangsa tersebut membawa
berbagai macam kepercayaan baik itu dari Kristen, Yahudi, Islam, Budha, dan
kepercayaan-kepercayaan lainnnya. Salah satu agama yang menarik untuk dikaji
adalah mengenai perkembangan Islam di Amerika baik dari segi budaya dan
politik.
Keberadaan muslim di Amerika mempunyai sejarah yang panjang, baik
ditinjau dari sejak kapan ada orang Muslim pertama kali memasuki Amerika,
maupun bagaimana kedatangan orang-orang muslim secara besar-besaran ke Amerika
dan Amerika Utara. Memang tidak mudah menelusuri asal-usul keberadaan Muslim di
Amerika di masa awal sebab sumber-sumber Amerika sendiri tidak menyebutkan hal
tersebut, kecuali dari sumber-sumber sejarah yang ditulis oleh sejarawan Muslim
seperti Al-Mas’udi dan Al-Idrisi, yang menyebutkan bahwa sejumlah orang Muslim
telah mendatangi tanah yang belum dikenal (unknown territory) itu
sekitar abad ke-10 atau 5 abad sebelum Columbus mendarat di benua tersebut.
Sebagai salah
satu agama besar dunia zaman ini, Islam sebagaimana agama-agama lain yang tersebar
hingga negeri Amerika pun mengalami dinamika dan perkembangan. Bukan hanya
komunitasnya yang berkembang, organisasi-organisasi dan pusat-pusat Islam pun
mengalami perkembangan. Ada sejumlah institusi Islam seperti Muslim
Association, Muslim Student Association, dan Masjid tersebar di
hampir semua Negara bagian Amerika Serikat. Demikian juga di Amerika Utara atau
Kanada.
Latar belakang
keislaman orang-orang Muslim Amerika beragam. Ada yang telah menjadi Muslim
sebelum masuk Amerika, ada yang berkonversi menjadi Muslim di Amerika. Bagi
kategori pertama, kedatangannya ke Amerika sebagai salah satu bentuk “hijrah”,
dalam rangka pengembangan kehidupan duniawi karena Amerika merupakan salah satu
Negara yang menjanjikan, sekaligus sebagai perluasan wilayah dakwah yang juga
untuk lebih berkembangnya Islam ke belahan dunia lain. Tidak sedikit dari
mereka ini berasal dari Timur Tengah termasuk juga dari Afrika, selain mereka
yang datang dari beberapa kawasan lain dunia. Sehingga Islam di Amerika
memiliki pluralitas etik maupun budaya. Sedangkan untuk kategori kedua,
terjadinya konversi atau perpindahan agama disebabkan oleh alasan-alasan yang
beragam, yang akan diuraikan kemudian.
Sementara itu
perkembangan Islam di Dunia baik secara kuantitatif maupun kualitatif menjadi
perhatian Amerika, apalagi banyak Negara Islam yang secara alamiah memiliki
kekuatan natural, sebagai Negara-negara produsen minyak dan tambang, yang
sangat dibutuhkan oleh Amerika. Karenanya pada saat Dunia didominasi oleh dua
Super Power (Amerika Serikat dan Uni Soviet) di masa lalu Islam dapat menjadi
kekuatan ketiga yang diperebutkan. Dalam konstelasi politik banyak skenario
untuk memperebutkan Dunia Islam, bisa juga dengan cara menciptakan konflik
antar Negara Islam. Fenomena ini sudah lama terjadi, setidaknya sejak Revolusi
Islam di Iran 1979 hingga waktu mutakhir ini, tidak jarang terjadi ketegangan
antar Negara Islam atau konflik internal Negara Islam sendiri. Fenomena
demikian tampak cukup jelas, terutapa di Negara-negara yang berada di kawasan
Timur Tengah, misalnya Libya, Mesir, Yaman, Syria, yang hingga saat ini masih
berada dalam pergolakan internal dan kawasan.
Momen terbesar
dalam sejarah Islam modern adalah tragedi 11 September 2001, yaitu serangan
terhadap menara kembar (WTC) World Trade Center di New York dan terhadap
pusat militer Amerika, Pentagon. Tragedi tersebut tidak hanya berdimensi
kemanusiaan, sosial, politik, ekonomi, melainkan juga berpengaruh pada
perkembangan dakwah Islam di Amerika.[2]
Dari berbagai proses asal-usul perkembangan sejarah masuknya Islam di Amerika itu
maka kita akan mengetahui bagaimana Islam mulai bersentuhan dengan masyarakat
Amerika disana, bagaimana persebarannya hingga kita akan mengetahui sejauh mana
perkembangannya hingga saat ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
seputar Sejarah di Amerika ?
2. Bagaimana
Migrasi Muslim ke Amerika ?
3. Bagaimana
Dinamika Minoritas Muslim di Amerika ?
4. Bagaimana
kondisi Islam di Amerika dewasa ini ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk
mengetahui Sejarah di Amerika
2. Untuk
mengetahui migrasi Muslim ke Amerika
3. Untuk
mengetahui dinamika minoritas muslim di Amerika
4. Untuk
mengetahui kondisi Islam di Amerika sekarang
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Seputar
Sejarah Amerika
1. Kondisi Demografi Amerika
Secara Geografis Amerika adalah
sebuah wilayah yang cukup menarik dengan
keadaan alamnya. Beberapa wilayah yang subur menghasilkan beragam hasil
pertanian yang cukup baik. Sebut saja
halnya seperti wilayah Florida dengan iklim yang sejuk menghasilkan jeruk, lemon dan tebu terbaik[3]
Hal itu ditambah dengan keadaan kota
New York yang sibuk dengan
lalu lintas ekonomi, perdagangan dan
bisnis, menjadi kota pelabuhan alam terbaik. Amerika mempunyai potensi untuk
menjadi pemasok besar bagi beberapa
bahan baku nonpertanian secara internasional dan merupakan pengeksport batu
bara terkemuka didunia.
Daerah pedalamannya berupa dataran rendah yang luas , membentang dari
teluk Mexico sampai perbatasan Canada dan selanjutnya ke Alaska. Daerah-daerah
pedalaman di sepanjang pantai Central
Valley di California, Wilamatte Valley di Oregon dan dataran rendah puget sound
di Washington DC, merupakan satu-satunya daerah dataran rendah terluas di dekat pantai barat.[4]
Tanah di daerah ini bagus, sehingga kawasan ini menjadi tulang punggung pertanian di pantai Pasifik.
Di daerah timur dataran rendah terletak
deretan gunung Sierra Nevada dan Cascade, serta
ada beberapa puncak gunung berapi
yang masih aktif seperti : Gunung Rainier dan St.Hellen.[5]
Negara Amerika terbentuk dari 13 bekas koloni Britania
Raya yang memerdekakan diri pada tanggal 4 Juli 1776.
Setelah itu Amerika
berekspansi secara massive.
Daerah Louisiana dibeli
dari Prancis, lalu
Alaska dibeli dari
Rusia. Aneksasi dilancarkan ketika
itu untuk merebut
daerah-daerah milik Mesksiko.[6] Lintas sejarah
Amerika Serikat bermula dari kehidupan umat manusia di Amerika Utara yang
diperkirakan telah ada sejak tahun 34.000 SM. Namun, mereka membutuhkan waktu
ribuan tahun untuk menuju ke Selatan, yakni sebuah daratan yang disebut Amerika Serikat. Diperkirakan mereka sampai ke Amerika serikat ini pada tahun 12.000 SM. Dugaan tersebut diperkuat oleh bukti-bukti sejarah dengan
ditemukannya tempat berburu di Alaska Utara.[7]
Dengan luas wilayah 9,83 juta km2 dan penduduk
sebesar 309 juta jiwa, Amerika Serikat adalah negara terbesar ke-3 atau ke-4
berdasarkan total luas wilayahnya dan terbesar ke-3 berdasarkan jumlah
penduduk. Negara ini merupakan
negara multietnis dan multikultural, yang disebabkan oleh masuknya para imigran dari seluruh dunia. Ekonomi Amerika Serikat
merupakan ekonomi yang
terbesar di dunia, dengan
produk domestik bruto
(perkiraan 2008) sebesar 14 triliun $ Dollar AS (seperempat dari PDB dunia
berdasarkan nominal dan seperlima berdasarkan paritas daya beli dunia).[8]
Pada awal kolonialisasi bangsa Eropa, Pribumi Amerika
yang hidup di Amerika Serikat diperkirakan sejumlah dua sampai 18 juta orang.
Populasi berkurang antara lain disebabkan dampak penyakit menular yang dibawa
dari Eropa, terutama wabah cacar yang menewaskan banyak sekali orang Indian
pada tahun 1600-an. Orang-orang Eropa pertama yang tiba di Amerika Utara yang
bisa dibuktikan kehadirannya, adalah
kaum Norse (Norwegia) mereka berlayar ke Barat
dari Grenndland, tempat si Merah Eric mendirikan sebuah pemukiman sekitar tahun 985 M. Kemudian pada tahun 1600-an,
gelombang besar emigrasi dari Eropa ke
Amerika Utara terjadi. Selama lebih dari tiga abad, gerakan perpindahan
penduduk tumbuh dari hanya beberapa ratus orang Inggris menjadi banjir berjuta-
juta pendatang baru.[9]
Ketika mendeklarasikan kemerdekaannya, Amerika memiliki prinsip-prinsip
pemerintah yang dilaksanakan secara konsisten dengan mengikuti filosofi dasar
kemerdekaan dan kesamaan kedudukan di hadapan hukum. Lebih jelasnya, ketiga landasan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Ketiga
badan pemerintahan, legislatif-eksekutif-yudikatif, berbeda dan terpisah satu
dengan lainnya. Kekuasaan pada satu badan diimbangi oleh dua badan lainnya.
Setiap badan berperan sebagai pengawas terhadap ekses yang potensial muncul
dari badan lainnya.
2. Semua
orang sama di depan hukum, dan berhak mendapatkan perlindungan dengannya.
3. Rakyat memiliki hak untuk mengubah bentuk pemerintah nasional dengan
tujuan legal yang terdapat dalam undang-undang.[10]
Secara mendasar, filosofi berfikir dalam trias politica dapat
dilaksanakan sepenuhnya, sehingga pembagian kekuasaan melalui tiga lembaga
memiliki fungsi untuk saling mengontrol antara satu dengan lainnya. Acuan
inilah yang kemudian menjadi modal potensial bagi Amerika untuk eksis dalam kondisi
bagaimanapun dan di manapun.
Selain bermodal landasan filosofi kenegaraa yang mapan, Amerika ternyata
memiliki potensi alam yang cukup kaya sehingga tidak heran jika negara ini
dapat mengakselerasi pembangunannya secara cepat. Di antara potensi kekayaan alam
yang penulis maksudkan meliputi; minyak, emas, batubara dan mineral lainnya.
Letak geografis juga berpengaruh besar terhadap peranan Amerika dalam
percaturan dunia. Jika mengamati secara seksama peta dunia, akan didapati bahwa
batas geografis Amerika berbatasan lansung dengan Kanada di sebelah Utara,
Meksiko di Selatan dan Kuba di arah Tenggara.10 Saat ini hubungan Amerika
dengan Kanada dan Meksiko berlansung dalam iklim yang sangat kondusif, namun
dengan Kuba tidak demikian halnya. Kuba merupakan tetangga Amerika yang
berhaluan komunis dan memiliki rentan sejarah yang amat buruk dengan Amerika,
sangat khusus lagi hubungan antara Presiden Fidel Castro dengan para Presiden-
Presiden Amerika.[11]
*Peta Amerika
Utara[12]
Saat ini jumlah penduduk Amerika
sekitar 270 juta jiwa dengan komposisi penduduk beragama Nasrani 55 %, Yahudi 3
%, Muslim 1.5 % dan selebihnya agama-agama lain yang bermacam-macam. Komposisi
penduduk yang beragama Islam sebanyak itu merupakan turunan dari berbagai macam
etnis yang melakukan migrasi ke Amerika, setidaknya data di bawah ini dapat
menjelaskan asal-usul migran muslim
Amerika sebagai berikut:
No.
|
Daerah
Asal
|
Jumlah
|
1
|
Eropa Timur
|
880.000,-
|
2
|
Timur Tengah/Afrika Utara
|
940.000,-
|
3
|
Sub Sahara
|
94.000,-
|
4
|
Asia
|
380.000,-
|
5
|
Karibia
|
13,000,-
|
6
|
Amerika-Afrika
|
1.000.000,-
|
Jumlah Keseluruhan
|
3.378.000,-
|
*Sebagaimana dikutip dari Ajid Thohir[13]
Negara ini telah terlibat dalam beberapa perang dunia yang besar, dari
perang 1812 menentang Inggris, dan berpakta pula dengan Inggris sewaktu Peang
Dunia I dan Perang Dunia II. Pada era 1960-an Amerika terlibat di dalam Perang
Dingin menentang kekuatan besar yang lain yaitu Soviet serta pengaruh
komunisme. Dalam usaha membendung penularan komunisme di Asia, AS dalam Perang
Korea, Vietnam dan terakhir di
Afganistan. Selepas kejatuhan dan perpecahan Soviet, AS bangkit menjadi sebuah
kekuatan ekonomi dan militer yang terkuat di
dunia. Sewaktu tahun 1990-an, AS menobatkan dirinya sebagai polisi dunia
dan tentaranya beraksi di Kosovo, Haiti, Somalia dan Liberia dan Perang Teluk
Pertama terhadap Irak yang menginvasi Kuwait. Selepas serangan teroris pada 11
September di World Trade Center dan Pentagon, AS melancarkan serangan balasan
terhadap Afganistan dan menjatuhkan negara Taliban di sana dan pada tahun 2003
melancarkan Perang Teluk Kedua terhadap Irak untuk menyingkirkan rezim Saddam Husein.[14]
Peranan
Amerika sebagai polisi dunia mengundang rasa bermusuhan dengan negara-negara muslim.
Bagi kelompok radikal
garis keras, peranan
Amerika dalam pentas politik
dunia sebagai polisi
merupakan landasan objektif
untuk menyatakan perang dalam bentuk teror.
Fakta tersebut sangat beralasan mengingat ajaran Islam dengan
sendirinya cukup subur berisi perintah-perintah untuk mempertahankan agama
Allah dari serangan dam anjuran untuk berjihad di jalan-Nya. Dendam kesumat umat Islam diawali
oleh peranan Amerika
dan Sekutu untuk memberi ruang kepada partner strategis
mereka Israel.[15]
Lebih jauh lagi,
keberadaan Amerika selaku sekutu strategis bagi Israel sungguh telah membuahkan
sikap yang sangat berhati-hati Amerika terhadap Islam sebagai negara dan
sebagai kekuatan politik.
Menanggapi Islam sebagai kekuatan
politik, Amerika setidaknya memiliki tiga landasan gerak dan fikir, yaitu :
1.
Amerika tidak ingin terlihat kurang bersahabat dengan
negara-negara Islam, karena hal itu akan mengusik Amerika. Para pejabat
pemerintah Amerika tidak mau mengulangi kesalahan
yang dibuat saat menghadapi revolusi Islam di Iran.
2.
Para pembuat kebijakan luar negeri Amerika
terdapat sebentuk ketidakyakinan tentang kemungkinan terjadinya hubungan antara
negara Islam dan demokrasi. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat sering
dibicarakan dalam lingkup ketegangan dialektika antara dua pola yang berlawanan.
3.
Keraguan secara terbuka mendukung kelompok Islam manapun yang
kepentingan regional dan sekutunya.[16]
2. Pendapat-Pendapat
tentang Masuknya Islam ke Amerika
Sesungguhnya Islam sudah sejak lama telah masuk di tanah Amerika,
jauh sebelum Christopher Columbus mengklaim menemukan benua tersebut. Ada
beberapa tulisan yang pada umumnya bersumber dari para sejarawan Islam
terkemuka, seperti Al-Mas‘udi (871-957 M) dalam bukunya Murûj al-Dzahab wa
Ma‘âdin al-Jawhar yang menyebutkan bahwa pada masa kekhalifahan Abdullah
bin Muhammad (888-912 M) di Andalusia, ada seorang pemuda Muslim bernama
Khasykhasy bin Said bin Aswad asal Cordova, memimpin pelayaran dari pantai
Delba (Palos) pada tahun 889 menyeberangi samudera Atlantik hingga mencapai
daratan yang belum dikenal (ardh majhûlah) dan kemudian pulang kembali
dengan membawa harta benda yang menakjubkan. Dalam pendaratannya itu ia sempat
kontak dengan penduduk setempat.[17] Dalam peta yang dibuat oleh
Al-Mas‘udi daratan Ardh Majhûlah itu adalah Amerika.[18]
Selain
itu ada juga pelayaran lain yang dilakukan oleh Ibnu Farrukh dari Granada pada
bulan Februari 999 di masa pemerintahan Hisyam III (976-1009). Ibn Farrukh
berlayar dari Cadesh menyeberangi Atlantik dan mendarat di Gando kepulauan
Canary. Sementara itu Columbus baru melakukan perlayaran dari Delba (Palos) dan
mendarat di kepulauan Bahama pada 12 Oktober 1492 di sebuah kampung yang oleh
masyarakat setempat disebut Guanahani. Nama Guanahani itu berasal dari suku
Mandinka Muslim dari kata “ikhwana” dan “Hani”. Jadi kata Guanahani
sesungguhnya bararti Bani Hani.[19]
Ada
dugaan kuat sebagaimana disebut Mukti Ali bahwa ketika berlayar yang akhirnya
berhasil mendarat di tanah Amerika itu Columbus dipandu oleh
pembantu-pembatunya yaitu orang-orang Muslim dari Andalusia (Spanyol) atau
Maroko, yang pada masa sebelum itu Andalusia dan Maroko adalah dua wilayah
dalam satu kerajaan Dinasti Muwahhidin (Almohads).
Ada
beberapa dokumen yang ditemukan di Brazil dan Amerika Serikat yang menunjukkan
bahwa sejumlah suku Mandika Muslim adalah orang-orang yang mula-mula datang di
Amerika.[20]
Namun terlepas dari fakta sejarah keberadaan orang Muslim di Amerika sebelum
negeri itu sendiri lahir, yang perlu diketahui adalah bagaimana Islam datang
dan berkembang di Amerika.
Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan muslim yang mencatat
perjalanan ke benua Amerika itu adalah Abul Hassan Ali ibnu Al-Hussain Al-Mas’udi
(meninggal tahun 957. Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al-Mas’udi
(871-957), Khashkhash Ibnu Saeed ibnu Aswad seorang penunjuk arah muslim dari
Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi.
Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of
Gold and Quarries of Jewels), al-Mas’udi melaporkan bahwa semasa
pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah ibnu Muhammad (888-912), Khashkhash ibnu
Saeed ibnu Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi
Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard
Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan. Al-Mas’udi juga menulis
buku ‘Akhbar Az-Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan
para pedagang ke Afrika dan Asia.[21]
Al-Syarif al-Idrisi (1099-1166), pakar geografi dan ahli pembuata
peta, dalam bukunya Nuzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq (Ekskursi dari
yang rindu mengharungi Ufuk) menulis, sekelompok pelaut Muslim dari Afrika
Utara berlayar mengarungi samudera yang gelap dan berkabut. Ekspedisi yang
berangkat dari Lisbon (Portugal) ini, dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban apa
yang ada di balik samudera itu ?, berapa luasnya dan dimana batasnya?,
Merekapun menemukan daratan yang penghuninya bercocok tanam.[22]
Pelayaran melintasi Lautan Atlantik dari Morocco
dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayneddin Ali bin Fadhel
Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Morocco pada zaman Sultan
Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di
pulau Green di Laut Caribbean pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan
perjalanan ini banyak dijadikan rujukan oleh ilmuwan Islam.
Menurut sejarawan
Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl al-Umari yang memerinci eksplorasi
geografi bahwa sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang
beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke
benua Amerika. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya
merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika.
Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau
berawal dari Timbuktu. Sultan yang tercatat menjelajah benua hingga ke benua
baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285-1312), saudara dari Sultan Mansa
Kankan Musa (1312-1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas
Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan
menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini
berbahasa Arab.
Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan
dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan
kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan
belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan
penggambaran pesisiran Brasil secara cukup tepat. Peta Piri Reis yang bertarikh
1513 M itu disimpan di Tobco Serai/Top Kopi.
Seorang warga Amerika yang terkenal sejarawan dan ahli
bahasa Leo Weiner dari Harvard University, dalam bukunya Afrika
dan The Discovery of America (1920) menulis bahwa Columbus sangat
menyadari kehadiran Mandinka di Dunia Baru dan bahwa Muslim Afrika Barat telah
menyebar di seluruh Karibia, Tengah, Selatan dan wilayah Amerika Utara,
termasuk Kanada, di mana mereka perdagangan dan kawin campur dengan Iroquois
dan Algonquin India.[23] Dalam bukunya Africa
and the Discovery of America (1920), pakar sejarah dari Harvard University, Loe
Weiner, menulis bahwa Colombus sendiri sebenarnya juga mengetahui kehadiran
orang-orang Islam yang tersebar di Karibia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan,
termasuk Canada. Tapi tak seperti Colombus yang ingin menguasai dan memperbudak
penduduk asli Amerika, umat Islam datang untuk berdagang, berasimilasi dan
melakukan perkawinan dengan orang-orang India suku Iroquis dan Algonquin.
Colombus juga mengakui, dalam pelayaran antara gibara dan Pantai Kuba, 21
Oktober 1492, ia melihat masjid berdiri diatas bukit dengan indahnya. Saat ini, reruntuhan
masjid-masjid itu telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.[24]
Kalau asal-usul kedatangan Islam di
Amerika itu masih spekulatif, namun keberadaan pemukiman orang-orang Muslim
keturunan Afrika di Amerika Utara pada abad ke-16 hingga abad ke-18 adalah
sesuatu yang sudah pasti. Keberadaan orang-orang Muslim keturunan Afrika di Amerika
itu menyusul jatuhnya negeri Andalusia ke tangan bangsa Eropa, sebab bermula
mereka menjadi tawanan orang-orang Spanyol yang kemudian dikapalkan ke Amerika
untuk dipasok sebagai tenaga kerja atau dijual sebagai budak. Sebagai budak
mereka tidak dapat mempertahankan agama dan kebudayaan mereka apalagi
mengembangkannya.[25]
Dr. Barry Fell
dari Harvard University., diperkenalkan dalam buku Saga of America tahun
1980 bukti ilmiah yang kuat yang mendukung kedatangan, berabad-abad sebelum
Columbus, Muslim dari Afrika Utara dan Barat. Dr Fell menemukan keberadaan
sekolah-sekolah Muslim di Valley of Fire, Allan Springs, Logomarsino, Keyhole
Canyon, Washoe dan Hickison Summit Lulus (Nevada), Mesa Verde (Colorado),
Mimbres Valley (New Mexico) dan Tipper Canoe (Indiana) zaman kembali ke 700-800
M. Terukir pada batu di AS barat lama, ia menemukan teks, diagram dan
grafik yang mewakili fragmen dari suatu sistem persekolahan, baik yang tingkat
dasar dan tinggi. Bahasa pengantar adalah Afrika Utara Arab ditulis dengan
huruf Kufi Arab kuno. Subyek instruksi termasuk menulis, membaca,
aritmatika, agama, sejarah, geografi, matematika, astronomi dan navigasi laut. Keturunan
dari para pengunjung Muslim Amerika Utara adalah anggota dari Iroquois ini,
Algonquin, Anasazi, Hohokam dan orang-orang pribumi Olmec.[26]
B. Migrasi Muslim Ke
Amerika Serikat
1. Pengertian Migrasi
Migrasi
diartikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu tempat
ke tempat yang lainnya melalui batas politik/ Negara ataupun batas
administrasi/batas bagian dari suatu Negara. Pengertian migrasi dirumuskan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai suatu perpindahan tempat tinggal dari satu
unit administrasi ke unit administrasi yang lainnya. konsep migrasi menurut
Perserikatan Bangsa-bangsa ini sejalan dengan pendapatnya Lee (1966, 5a), yang
memberikan sebuah rumusan bahwa migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara
permanen.[27]
Gould
dan Prothero (1975, 41), menekankan pula unsur perpindahan tempat tinggal,
nmaun menurut mereka, walaupun seseorang sudah secara resmi berpindah tempat
apabila ada niat sebelumnya untuk kembali ke tempat semula maka harus dianggap
sebagai mobilitas sirkuler, bukan sebagai migrasi. Hampir semua migrasi
berkitan dengan unsur ruang dan waktu. Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk.
Mobilitas penduduk adalah
perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada
yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun
internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas
penduduk permanen disebut migrasi. Mengenai keterkaitan antara unsur ruang dan
waktu ini, para ahli dihadapkan pada suatu kesulitan untuk menetapkannya.
Sehingga definisi terhadap migrasi menurut sebagian para ahli dirasakan kurang
lengkap.
Sebagaimana
dikemukakan oleh Elpets Young, ia mengatakan bahwa beberapa penulis mengusulkan
agar migrasi dianggap bagian dari suatu rangkaian kesatuan yang meliputi semua
jenis perpindahan penduduk. Yaitu mulai dari yang nglaju sampai yang pindah
tempat untuk jangka panjang yang digambarkan sebagai mobilitas penduduk.
Menurut Mantra (1985, 157); mobilitas penduduk dapat dibagi kedalam dua bentuk,
yaitu mobilitas permanen atau migrasi dan mobilitas non permanen atau mobilitas
sirkuler. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah
lain dengan tujuan menetap diwilayah yang dituju. Sedangkan mobilitas permanen
adalah gerakan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain dengan tidak ada
niatan untuk menetap di wilayah yang dituju.
2. Faktor Pendorong Migrasi Muslim ke Amerika
Lapangan
Pekerjaan
Lapangan
pekerjaan menjadi salah satu faktor pendorong kemunculan imigran-imigran muslim
di wilayah ini. lapangan pekerjaan adalah daya tarik tersendiri bagi kaum
imigran muslim untuk melakukan migrasi besar-besaran ke wilayah ini. dimana
pada abad ke-18, 19 sebagian wilayah Amerika adalah wilayah-wilayah yang sedang
membentuk kawasan industry dan perkantoran yang membutuhkan banyak tenaga kerja
termasuk sebagai tukang-tukang kebun yang dipekerjakan didesa-desa.
Terbukanya
lapangan pekerjaan baik sebagai tenaga ahli maupun sebagai pemilik modal untuk
mengelola industry sendiri, memang sangat menjanjikan diwilayah ini saat
itu, Namun diwaktu awal kaum imigran
muslim saat itu rata-rata tidak mempunyai keahlian dan keterampilan sehingga
mereka terkadang dipekerjakan sebagai kuli kontrak, kuli bangunan, pekerja
kasar, pertambangan dan paling ringan sebagai tukang kebun dan pemetik buah.
Politik
Persentuhan
negeri-negeri islam dengan negeri adidaya, Amerika tentunya tak lepas dari
adanya hubungan politik di antara kedua belah pihak. Kesuksesan Amerika serikat
menerapkan system pemerintahan demokrasi membuat Negara-negara timur
terkagum-kagum dan ingin menelusuri system pemerintahan ini. tawaran hubungan
kerja sama diplomatic dengan beberapa Negara-negara muslim di Timur Tengah
seakan meniupkan angin segar ditengah angina gurun yang panas. Meskipun secara
politik saat itu Amerika sudah mencium adanya kekayaan bumi yang melimpah ruah
dinegeri-negeri Timut Tengah dan Asia Kecil.
Ekonomi
Finansial
Mengenai
ekonomi finansial memang sudah jelas sekali terlihat. Dari sisi ekonomi saat
itu Amerika memang sangat menjanjikan ketika kita bandingkan dengan
negeri-negeri muslim di era abad ke-18, banyak Negara-negara muslim yang
mengalami kemunduran dan terlibat dalam kancah peperangan sehingga perekonomian
Negara-negara timur tengah saat itu terbilang menurun sangat drastis. Sementara
Amerika saat itu sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup segnifikan.
Ilmu
Pengetahuan dan Pendidikan
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan system pendidikan yang diterapkan di Amerika menjadi salah
satu faktor pemicu dan faktor pendorong migrasi umat muslim ke Amerika.
Pesatnya perkembangan iptek di Amerika ini didukung oleh penemuan-penemuan
penting yang membawa wajah Amerika ke mata dunia, sehingga Amerika mampu
mensejajarkan diri dengan Negara-negara Eropa. Kemajuan ilmu pengetahuan ini
mendorong umat muslim untuk banyak belajar dan menimba ilmu pengetahun yang
lebih dinegara multicultural ini.
3. Periodesasi Migrasi Muslim ke Amerika
Gelombang Pertama[28]
Memasuki abad ke-19,
perdagangan budak dihentikan, terutama setelah president Abraham Lincoln
mengeluarkan Emancipation Proklamation (Proklamasi Kemerdekaan) tanggal
1 Januari 1863 yang menetapkan bahwa budak-budak di negara-negara Amerika
adalah merdeka. Hal ini pada tahap selanjutnya menimbulkan banyak kaum muslim
yang melakukan migrasi ke wilayah ini. Pada periode ini didominasi oleh
pemuda-pemuda desa yang berasal dari kawasan yang pada waktu itu disebut Syiria
Besar seperti: Syiria, Yordania, Palestina, dan Libanon.[29]
Dimana pada masa itu
negara-negara ini berada dibawah pemerintahan Turki Utsmani. Mayoritas imigran
dari Timur Tengah pada waktu itu adalah orang-orang kristiani yang cukup
mengetahui tentang Amerika dari pelajaran di sekolah-sekolah misionaris.
Sebagian kecil lainnya terdiri atas orang-orang muslim Sunni, Syi’ah, Alawi,
dan Druze. Karena tidak memiliki kecakapan yang memadai ditambah kurangnya
kemampuan berbahasa Inggris (tidak memiliki keterampilan yang memadai) , maka
mereka di Amerika hanya menjadi pekerja di pabrik minuman dan toko-toko,
pekerja kasar sebagai buruh migran, usaha kecil-kecilan atau pertambangan.
Salah satu pekerjaan
yang lazim dilakukan yakni berjualan keliling, yang hanya butuh sedikit modal.
Umumnya mereka tinggal di dekat pusat-pusat industri yang memiliki kesulitan
dalam berintegrasi ke dalam masyarakat Amerika. Sehingga mereka membentuk
komunitas sesama muslim di kota kota bagian Amerika. Dalam hal ini visi kaum
imigran untuk datang ke Amerika adalah untuk mendapat kehidupan ekonomi yang
layak, bukan datang dengan misi berdakwah. Kelompok-kelompok imigran muslim
awal ini berusaha mempertahankan sebuah masyarakat penganut islam dalam
lingkungan yang asing, tanpa adanya dukungan kelembagaan.
Gelombang kedua
Migrasi pada dekade
ini terjadi setelah Perang Dunia Pertama. Setelah runtuhnya Kekaisaran Ottoman
yang sebelumnya menguasai sebagian besar wilayah Timur Tengah yang berpenduduk
muslim. Umumnya mereka terdiri dari orang-orang intelek yang berasal dari
perkotaan dan masih bersaudara, memiliki hubungan teman / sahabat dengan para
imigran pada periode sebelumnya. Yang sudah memiliki penghidupan di negara ini. Undang-undang imigran Amerika yang ditetapkan
pada tahun 1921 dan pada tahun 1924 mengatur sistem kuota bagi bangsa-bangsa
tertentu sehingga sangat mengurangi jumlah muslim yang diperbolehkan memasuki
negara tersebut.[30]
Gelombang ketiga
Imigran pada periode
ini telah terkondisikan oleh kebijakan imigran Amerika, yang memberikan
prioritas kepada mereka yang keluarganya terlebih dahulu menetap di Amerika. Hampir sepanjang tahun 1930-an, imigrasi dibuka
secara khusus hanya bagi kerabat dari orang-orang yang telah lebih dulu tinggal
di Amerika. Jumlah muslim yang
diperbolehkan menetap di negara ini dibatasi dan tidak bertambah hingga setelah
perang dunia II.
Gelombang keempat
Pada periode ini
terjadi peningkatan jumlah imigran. Para imigran yang masuk pada dekade ini
bukan hanya berasal dari Pakistan, Eropa Timur, dan Uni Soviet tapi dari
negara-negara belahan Timur lainnya. Undang-undang kewarganegaraan tahun 1953
memberikan kuota imigran setiap tahun untuk setiap negara. Kebanyakan mereka
merupakan para penguasa dari berbagai negeri tersebut. sebagian sebagian dengan
memiliki latar belakang kehidupan perkotaan, terpelajar, serta terbaratkan (Westrnized). tujuan initi meraka umumnya
untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi dan memperoleh spesialisasi
pekerjaan.
Gelombang kelima
Mereka yang melakukan
migrasi adalah orang terpelajar dan kaum profesional sehingga mereka dapat
memperoleh pekerjaan yang layak. Gelombang terakhir ini terkait dengan
keputusan-keputusan internal Amerika Serikat dan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di sebagian dunia islam. Selama beberapa dekade terakhir, kekacauan politik di
banyak negara dunia muslim telah menyebabkan imigrasi yang terus meningkat. Pada tahun 1967 terjadi hal yang bagi muslim
merupakan bencana dan penghinaan, yakni kekalahan pasukan Arab di tangan
Israel, berlanjut pada dekade selanjutnya dengan revolusi Iran pada tahun 1979,
perang saudara di Pakistan yang berlanjut pada pecahnya Pakistan Timur menjadi
negara Bangladesh.[31]
Selain itu ada pula
beberapa kasus di dunia muslim yang ikut mendorong ledakan migrasi muslim ke
Amerika pada dekade terakhir ini diantaranya:
gerakan pembunuhan orang-orang muslim di India, kudeta militer di
Afghanistan, perang saudara di Libanon, penyerangan Irak atas Kuwait, perang
saudara di Somalia, semakin berkuasanya rezim militer di Sudan dan pemusnahan
etnis di Bosnia.
Kelompok-kelompok
pendatang ini pada akhirnya berperan penting dalam pengembangan
kelompok-kelompok besar yang berasal dari Indonesia dan Malaysia.[32]
Persebaran-Persebaran
Imigran Muslim di Amerika
·
Midwest Amerika,
diwilayah ini sejak tahun 1900 sudah didirikan masjid yang digunakan sebagai
tempat beribadah dan aktifitas keagamaan muslim imigran Amerika.
·
New York,
merupakan tempat tinggal bagi bermacam ragam kelompok, suku bangsa, dan
ras.untuk mempererat talisilaturahmi sebagai sesama kaum pendatang,maka pada
tahun 1907 terbentuklah American Mohammedan Society.[33]
·
Chicago,
merupakan rumah bagi para kaum muslim imigran. Pada awal tahun 1900 Chicago
memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak dibandingkan dengan kota-kota lainnya
di Amerika. Muslim pertama yang bermigrasi ke wilayah ini berasal dari
Syiria. Pada dekade kedua setelah Perang
Dunia I, bertambah lagi gelombang migrasi dari Asia Tengah yang datang untuk
menetap di Chicago. Pada fase perkembangan selanjutnya penduduk muslim Chicago
terdiri atas orang-orang dengan bermacam ragam latar belakang budaya, suku
bangsa, ras, dan sosial-ekonomi.serta memiliki kelompok muslim terbesar dari
India, termasuk dari Hiderabat, Gujarat dan Maharashtra.
·
California,
hampir sama dengan Chicago, wilayah ini pun menjadi pijakan imigran muslim awal
di Amerika.sejak 1895 di daerah pesisir ini banyak berdatangan buruh tani dan
pekerja tanpa keahlian dari Punjab yang terdiri dari kaum muslim dan sikh. Pada
fase selanjutnya California menjadi tempat Muslim bermigrasi lebih banyak.
Hingga sempat memunculkan peningkatan jumlah penduduk muslim di wilayah ini
tahun 1900-an. Bersama dengan kota-kota lainnya seperti Los Angeles dan San
Fransisco.
·
Dearborn,
Michigan, wilayah ini awalnya adalah tempat migrasi muslim
Turki Ottoman, namun sejak abad ke-20 imigran dari wilayah zajirah Arab terus
meningkat seperti dari Libanon, Yaman dan Palestina. sampai berhasil membentuk
komunitas dan organisasi muslim terbesar di Wilayah Amerika.[34]
C. Dinamika Minoritas Muslim di Amerika
Umat muslim di negara Amerika merupakan kelompok
minoritas, data Pew Research tahun 2007 memperkirakan populasinya antara 2-7
juta jiwa, atau hanya 0,6%. Namun demikian, umat muslim Amerika tetaplah merupakan
kelompok masyarakat yang plural. Potret demografi warganya terdiri dari 65%
adalah immigrant dan sisanya (35%) terlahir di Amerika. Lebih dari sepertiga
(37%) dari warga yang immigran berasal dari negara- negara Arab. Sekitar 27%
nya berasal dari negara- negara Asia bagian selatan seperti Pakistan, India,
Bangladesh, dan Afghanistan. 8% dari mereka berasal dari negara- negara Eropa,
dan sejumlah 6% berasal dari Afrika. Motif yang melatarbelakangi kedatangan
umat Islam ke Amerika pun beragam, beberapa di untuk mendapatkan kesempatan
pendidikan (26%), ekonomi (24%), alasan keluarga (20%), dan ada juga karena
mengungsi (20%)3. Dengan keragaman latar belakang tersebut, maka tidak mudah
bagi mereka untuk membangun solidaritas umat dan visi bersama untuk
meningkatkan posisi tawar sebagai minoritas dan pengembangan agama Islam di
kalangan umat muslim Amerika.[35]
Minoritas Muslim di Amerika Serikat merupakan sebuah
fenomena yang menarik untuk dikaji. Muslim di Amerika Serikat merupakan sebuah
komunitas yang masih berproses menuju sebuah komunitas minoritas yang kohesif.
Oleh karena itu penelitian ini berusaha menelusuri kehidupan minoritas Muslim di
AS beserta problematika yang dihadapi berkaitan dengan status keminoritasannya.
Sebelum membahas mengenai minoritas Muslim di AS, penting kiranya untuk
memahami terlebih dahulu kerangka konseptual yang digunakan dalam pembahasan
ini.
Pada hakikatnya, minoritas merupakan sekumpulan
individu yang diasingkan oleh kelompok mayoritas dalam masyarakat karena
memiliki karakteristik fisik dan kultural yang berbeda. Mereka memperoleh
perlakuan yang tidak sama atau sederajat yang pada akhirnya membawa mereka pada
proses pengidentifikasian diri sebagai obyek dari diskriminasi kolektif. Salah
satu sifat dari diskriminasi adalah kecenderungan untuk memperlakukan
orang-orang yang berbeda secara sama rata (to treat unequally people equally)
yakni memperlakukan setiap anggota dari kelompok minoritas seolah-olah
mereka sama dengan menafikan sifat individu masing-masing.[36] Minoritas
juga dapat didefinisikan dalam istilah keterikatan ideologis. Oleh karena itu,
minoritas adalah orang-orang yang sistem pemikiran atau sistem nilainya berbeda
pada tingkatan yang lebih tinggi atau lebih rendah dengan mayoritas di sekeliling
mereka.[37]
Untuk dapat memahami hubungan mayoritas-minoritas
maka penting kiranya untuk memahami tujuan jangka panjang (long-run goals)
dari kelompok minoritas. Louis Wirth membedakannya dalam empat tujuan
utama, yakni asimilasi, pluralisme, secessionis, dan dominasi. Berbagai
kelompok minoritas memiliki kebijakan yang berbeda-beda, namun tema utamanya
adalah : menghilangkan identitas kelompok, hanya individu yang dipertimbangkan
asimilasi; mempertahankan identitas kelompok berdasarkan bahasa, agama, atau kultur
dengan memegang teguh kesetiaan kepada masyarakat pluralisme; memperoleh
kebebasan dengan membangun masyarakat tersendiri agar dapat mempraktekkan cara
hidup sendiri tanpa adanya gangguan secession; menghentikan dominasi
kelompok lain dan melakukanberbagai cara untuk merebut status tersebut dengan
cara militan jika diperlukan dominasi. Oleh karena itu berdasarkan klasifikasi
tersebut, maka kelompok minoritas di Amerika bersifat asimilasionis atau
pluralistis, namun hanya gerakan Muslim kulit hitam (Nations of Islam)
yang memperlihatkan militansi dan dominasi.[38]
Dalam rangka mewujudkan integrasi nasional, para
elit pemegang otoritas politik nasional acapkali menerapkan kebijakan untuk
mengasimilasi berbagai minoritas etnis agama, atas nama kesamaan dan kesa tuan.
Konsekuensinya, minoritas etnis dan/atau agama yang melakukan praktek-praktek
religius sosial yang dianggap tidak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok
mayoritas dipaksa untuk mengorbankan identitas etnis atau agama mereka. Jika
tidak, mereka akan mengalami pengasingan dan diskriminasi. Sejalan dengan hal
tersebut, sistem hukum dan moral/etika yang beragam dapat mengkompromikan
kesamaan antar individual atau bisa saja mengarah pada penganiayaan yang
dilakukan kelompok mayoritas terhadap minoritas. Penolakan yang terjadi di negara-negara
demokrasi liberal termasuk Amerika Serikat terhadap struktur hukum dan etika
yang beragam, beranjak dari ketakutan akan hilangnya kekuatan monopolistik dan
kontrol atas kelompok minoritas agama.[39]
Di sebuah negara yang memiliki karakteristik
multikultural, kebijakan asimilasi dilakukan untuk mewujudkan integrasi
nasional, termasuk Amerika Serikat. Sistem asimilasi yang terjadi dalam
masyarakat Amerika dapat diklasifikasi dalam tiga teori utama, yaitu “Angloconformity”,
“the melting pot”, dan “pluralisme kultural”. Teori “Anglo-conformity”
pada intinya menuntut para imigran yang datang ke Amerika untuk membuang secara
keseluruhan budaya leluhur mereka dan menerima perilaku dan nilai-nilai
Anglo-saxon sebagai kelompok utama dalam mayarakat Amerika. Sementara itu “the
melting pot” didasarkan pada penggabungan biologis antara orang-orang
Anglo-Saxon dengan kelompok imigran disertai peleburan masing-masing kultur
menjadi sebuah kultur Amerika yang baru. Sedangkan inti dari “pluralisme
kultural” adalah pemeliharaan kehidupan komunal dan kultur yang signifikan dari
kelompok imigran dalam konteks kewarganegaraan Amerika dan integrasi ekonomi
dan politik ke dalam masyarakat Amerika.[40]
Pluralisme kultural sebagai salah satu sistem
asimilasi berkembang menjadi perdebatan dalam diskusi demokratik di tahun 1990-an
dan 2000-an seiring dengan meningkatnya arus imigrasi ke negara-negara Barat.
Di Amerika Serikat sendiri, imigrasi merupakan fenomena utama semenjak
“Imigrasi Besar” tahun 1890. Amerika Serikat (juga Kanada dan Australia)
merupakan negara-negara yang membuka pintu bagi para imigran dengan syarat para
pendatang tersebut memiliki keinginan dan kemampuan untuk berasimilasi dengan
mainstream bahasa, kultural, dan prototipe rasial di negara tersebut.
Akibatnya, skala imigrasi yang meningkat di tahun 1980-an dan 1990-an kemudian
mengubah kontrak Anglo-Amerika yang disepakati masyarakat mainstream
selama-lamanya. Dengan adanya arus imigrasi memudahkan bagi kaum minoritas (lama
maupun baru) untuk melakukan resistensi terhadap asimilasi yang diinginkan
masyarakat mainstream serta menunjukkan identitas mereka secara tegas.[41]
Minoritas Muslim di Amerika Serikat merupakan sebuah
komunitas yang dinamis seiring dengan perkembangan agama Islam yang cukup pesat
di negara tersebut. Hal ini terjadi karena adanya proses konversi, imigrasi,
dan reproduksi dengan angka kelahiran 3,5% per tahun di atas rata-rata
nasional, sehingga jumlah Muslim diperkirakan berkisar antara 5 hingga 10 juta
jiwa. Sementara itu, jumlah masjid di AS berjumlah sekitar 1.209 buah. Oleh
karena itu, Islam menjadi agama terbesar kedua yang dianut oleh warga AS
setelah Protestan. Peluang pengembangan Islam yang cukup besar di AS didukung
oleh Declaration of lndependence dan Konstitusi AS, khususnya dalam
Amandemen pertama dan ke empat belas, yang kondusif bagi pengembangan agama
manapun, termasuk Islam. Dalam Declaration of Independence AS, bangsa
Amerika bersepakat bahwa :‘‘all people are equal in the eyes of God
and endowed by God with inalienable rights... ”
Sementara itu
dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS ditegaskan bahwa:
“Congress shall make no
law respecting an establishment o f religion, or prohibiting the free exercise
thereof; or abridging the freedom ofspeech, or ofthe press; or the right ofthe
people peaceably to assemble, and to petition the Govemment for a redress
ofgrievances.”
Kemudian dalam Amandemen ke-14 Konstitusi AS
menekankan kewajiban negara untuk melindungi hak-hak warga negaranya, yakni: “forbids
States to deprive any person of life, liberty, or property, without due
process oflaw. ”
Seperti halnya komunitas Muslim global, komunitas
Muslim di Amerika Serikat juga bersifat heterogen. Yakni, terdiri dari beragam
komunitas etnis, antara lain Afrika Amerika, Asia Selatan, Arab, Afrika, Iran,
Turki, AsiaTenggara, kulit putih Amerika, Eropa Timur, dan etnis lainnya. Dalam
hal ini, Muslim Afrika Amerika merupakan mayoritas dengan jumlah populasi
sebesar 2.100.000 jiwa atau sekitar 42 % dari total populasi Muslim di AS.[42]
Berbeda dengan minoritas Muslim di Eropa, khususnya
Inggris, yang tinggal di area ghetto (pemukiman khusus bagi imigran
Muslim), minoritas Muslim di AS tinggal di berbagai area metropolitan seperti
New York, Chicago, Los Angeles. Lebih luas lagi, populasi minoritas Muslim
tersebar di empat wilayah utama, yakni dari New York hingga Washington;
California, khususnya Los Angeles dan San Fransisco; wilayah segitiga dari
Chicago ke Cleveland hingga Detroit; dan Texas khususnya Houston dan
Dallas-Fort Worth. Daerah selatan dan utara AS hanya ditinggali oleh sedikit
imigran Muslim, dengan pengecualian daerah selatan Florida dan Seattle.
Kebanyakan wilayah utama ini memiliki konsentrasi Muslim dengan spesifikasi
etnis tertentu. Di California dan Los Angeles terdapat banyak Muslim Iran.
Sedangkan Texas didiami oleh banyak Muslim dari Asia Selatan. Sementara itu,
wilayah segitiga didiami oleh Muslim Arab dan Afrika Amerika, kecualim Chicago
yang banyak didiami Muslim dari Eropa Timur dari berbagai etnis, seperti
Albania, Bosnia, dan Turki. Kota Detroit didiami oleh Muslim Arab, khususnya
Libanon, Iraq, Palestina, dan Yaman.
Eksistensi Muslim Amerika dimulai pada abad ke-16
(1530), tatkala jutaan orang kulit hitam dari Afrika Barat yang beragama Islam
didatangkan ke AS sebagai budak. Meski pada akhirnya kebanyakan Muslim Afrika
tersebut meninggalkan identitas keislamannya akibat tekanan politis. Kemudian
imigran Muslim pertama datang ke AS pada kurun abad ke-19 (1875), khususnya
dari Timur Tengah, yakni dari Suriah, Yordania, Lebanon, dan Palestina.
Gelombang kedua, berlangsung pada abad ke- 20 dan berhenti karena pecahnya
perang Dunia II. Gelombang ketiga, teijadi pada pertengahan 1940-an dan
1960-an. Sementara gelombang keempat dimulai sekitar 1967.[43]
Sekitar abad ke-20 (1913), banyak warga Afrika
Amerika berpindah agama menjadi Muslim. Kebanyakan dari mereka berpindah agama
karena terpesona oleh ajaran yang dibawa oleh Noble Drew Ali (Moorish
Science Temple of America), serta Elijah Muhammad {Nation of
Islam) yang menggelorakan gerakan pembebasan bagi warga Afrika Amerika yang
selama empat abad mengalami perlakuan diskriminatif dari mayoritas masyarakat
kulit putih dan pemerintah Amerika Serikat. Organisasi Muslim Afrika Amerika
yang pertama kali berhasil menarik perhatian publik Amerika adalah Nation o
f Islam (NOI). Meskipun menggunakan istilah Islam, namun pada intinya
gerakan ini bersifat nasionalisme kulit hitam yang militan dan separatis, yakni
anti kulit putih dan menginginkan negara tersendiri, terpisah dari Amerika
Serikat.
Organisasi NOI didirikan oleh Elijah Muhammad yang
mengklaim bahwa ajarannya diperoleh dari seorang misterius Imam Mahdi Farad
Muhammad dan kemudian mengangkat dirinya sebagai nabi. Ia memiliki 50.000
sampai 100.000 pengikut dan didampingi orang-orang kharismatik seperti Malcolm
X dan Louis Farrakhan. Elijah wafat pada 1975 dan digantikan oleh putranya
Warith Deen Muhammad. Berbeda dengan ayahnya yang banyak menyimpang dari ajaran
Islam sesungguhnya, Warith Deen Muhammad berusaha mentransformasikan NOI ke
dalam mainstream Islam global (Sunni). Pada 1976, ia mendeklarasikan
bahwa ayahnya bukanlah seorang nabi. Nama organisasi NOI kemudian diganti
menjadi “The American Bilalian Community", lalu menjadi “The
World Community of Islam in the West” dan pada tahun 1980 diganti
lagi menjadi “The American Muslim Mission”. Namun, pada tahun
1977 Louis Farrakhan menghidupkan kembali NOI yang te tap setia kepada ajaran
Elijah Muhammad.
1. Hubungan Minoritas-Mayoritas
Meskipun eksistensi Muslim di AS telah ada selama
berabad-abad lamanya, bahkan disinyalir bahwa Islam hadir sebelum kedatangan
Colombus, namun hingga kini masyarakat Muslim masih belum diakui sebagai sebuah
entitas minoritas yang membentuk komponen bangsa Amerika. Prinsip melting
pot yang dianut dalam tataran pemerintah sebagai wadah pembentukan bangsa
Amerika pada akhirnya menghasilkan hegemoni Anglo-Saxon sebagai
etinisitas asli yang memonopoli ikatan primordial dalam pembentukan negara
Amerika Serikat.
Meskipun dalam perkembangannya muncul pula wacana
pluralisme kultural atau
salad
bowl dalam tataran masyarakat yang memberi ruang bagi
eksistensi etnisitas non Anglo-Saxon (minoritas), namun pada
kenyataannya kaum minoritas itu harus mengorbankan etnisitas aslinya dan
melebur ke dalam kultur hegemon Anglo-Saxon. Amerikanisasi menjadi
sebuah pilihan yang wajib diikuti bagi kaum minoritas jika ingin tetap eksis. Hal
tersebut tentu berlaku pula terhadap masyarakat Muslim sebagai salah satu
entitas minoritas di Amerika. Meskipun dalam kenyataannya, pemerintah Amerika
nampak enggan memberikan label minoritas bagi masyarakat Muslim (juga minoritas
lain), karena hal ini akan berakibat pada pengakuan atas hak-hak kaum minoritas
yang dikhawatirkan akan meredusir hak-hak istimewa kaum mayoritas Anglo-Scvcon.
Dengan ungkapan lain, pemerintah AS memberikan kesempatan bagi Muslim untuk
eksis dan berkembang dengan pengakuan hak-hak minoritas yang dibatasi.
Sementara itu, Muslim Afrika Amerika di AS merupakan
elemen signifikan bagi pembentukan komunitas Muslim di Amerika. Berbeda dengan
komunitas muslim lainnya, eksistensi muslim Afrika Amerika tidak bisa dilepaskan
dari sejarah perbudakan di Amerika. Oleh karena itu munculnya gerakan-gerakan atau
organisasi-organisasi Muslim Afrika Amerika dipahami sebagai reaksi atas
inferioritas yang dipaksakan oleh masyarakat kulit putih Anglo-Saxon. Ide
separasi pada akhirnya muncul dan menjadi impian bagi sebagian Muslim Afrika
Amerika untuk dapat hidup independen terpisah dari masyarakat hegemon kulit
putih yang rasis. Namun, dalam kenyataannya ide separasi kulit hitam hanyalah
sebuah utopia. Meski demikian, pemerintah dan masyarakat Amerika tidak
memandang masyarakat Muslim kulit hitam sebagai sebuah entitas tersendiri,
melainkan tetap menjadi bagian dari kaum minoritas kulit hitam. Bahkan,
terdapat kecenderungan bahwa mereka tidak dipandang sebagai bagian dari entitas
minoritas Muslim.
2. Problematika Minoritas Muslim
Peluang pengembangan Islam di AS memang cukup besar,
namun, tantangan yangdihadapi umat Islam di AS jauh lebih besar. Tantangan yang
datang dari luar ialah falsafah negara AS itu sendiri yang menganut paham
sekuler yang memisahkan antara agama dengan urusan negara. Agama kemudian
diredusir ke dalam lingkup ‘privat’ atau hanya merupakan urusan pribadi.
Filosofi individualistis ini bertentangan dengan filosofi yang dianut oleh
masyarakat Muslim Amerika, dan juga Muslim di seluruh dunia yang lebih
berorientasi kolektif, bahwa agama bukan hanya menyangkut urusan pribadi tapi
juga publik secara keseluruhan.
Inilah realita yang menghimpit umat Muslim di
Amerika. Mereka harus menanggung beban sebagai kelompok masyarakat yang terus
ditatap dengan penuh kecurigaan. Sehingga begitu ada pemicu, langsung berubah
menjadi aksi teror yang nyata. Hal ini tentu saja teijadi karena ketidakpahaman
mayoritas masyarakat non Muslim AS mengenai Islam. Dan itu tejadi karena mereka
amat minim menerima informasi tentang Islam. Kalaupun ada, informasi yang
diterima banyak tidak benarnya. Misalnya saja, siswa-siswa SMA di Amerika
diharuskan membaca buku wajib yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang
Islam yang ngawur dan berbahaya, seperti di bawah ini:
“Islam didirikan oleh
seorang pedagang kaya berkebangsaan Arab bernama Muhammad. Dia mengaku dirinya
seorang nabi, dan diikuti oleh orang-orang Arab lainnya. Kepada para pengikutnya,
Muhammad menjelaskan bahwa mereka telah dipilih (oleh Tuhan) untuk memimpin
dunia.”[44]
Selain itu, mereka cenderung memandang Islam secara
monolitik dan mengabaikan perbedaan aliran yang ada dalam Islam. Bagi mereka,
Islam yang dianut oleh raja-raja di negar Arab dan Ayatollah di Iran itu tidak
ada bedanya, karena sama-sama menghadap Mekah ketika shalat dan keduanya
menganut paham teokrasi dan negara-negara kaya minyak. Dan bagi mereka, Islam
merupakan ancaman global yang potensial, sama halnya dengan komunis di era
Perang Dingin.
Bagi warga Muslim Amerika yang telah berulang kali
mengalami pengalaman pahit, peristiwa 11 September 2001 kemudian menjadi media
klarifikasi diri bahwa Amerika adalah rumah mereka dan tempat bernaung
kepentingan mereka. Peristiwa tersebut juga menyadarkan kembali rasa tanggung
jawab kaum Muslim moderat untuk melawan secara aktif para ekstrimis walau hanya
dalam bentuk retorika. Upaya lain yang harus dilakukan adalah memberikan
pemahaman yang lebih baik kepada warga non Muslim AS mengenai Islam yang tidak
mereka pahami. Selain itu, beberapa pemimpin Muslim juga berupaya untuk memberi
pemahaman kepada komunitas Muslim yang selama ini terisolasi, mengenai hak dan
kewajiban masyarakat sipil di AS dan untuk bersentuhan dengan kehidupan sosial
di AS.
Sebenarnya,
upaya untuk dapat bersentuhan dengan kehidupan bernegara di AS, terutama dalam
kehidupan politik telah dilakukan oleh beberapa organisasi Islam diantaranya the
Coordinating Council of the four Muslim American political organizations:
(CAIR), the American Muslim Alliance (AMA), the American Muslim
Council (AMC), dan the Muslim Political Action Committee (MPAC).
Pada Februari 1996 - atas upaya lobi organisasi Islam untuk pertama kalinya
dalam sejarah AS, Ibu Negara Amerika Hillary Rodham Clinton mengadakan jamuan
makan malam untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri di White House. Bagi masyarakat
Muslim AS, peristiwa tersebut merupakan sebuah kemenangan publik yang
signifikan.
Masyarakat Muslim AS juga berupaya memberikan
kontribusi dalam pemilihan umum di AS. Misalnya saja, ketika warga Muslim/Arab
Amerika memberikan bantuan dana kampanye bagi kandidat-kandidat politik seperti
Wilson Grade (pemilihan walikota, 1983), Robert Neall (pemilihan anggota
Kongres, 1986), Joseph Kennedy (pemilihan anggota Kongres, 1986), Walter
Mondale (pemilihan presiden, 1984), dan Hillary Clinton (pemilihan anggota
Kongres, 1998).
Pada pemilihan presiden tahun 2000, sekitar 70%
hingga 90% masyarakat Muslim memberikan hak votingnya kepada George W. Bush.
Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilu AS, masyarakat Muslim
menggunakan hak votingnya dalam jumlah besar, yakni sekitar 34% dari total
voting di AS. Masyarakat Muslim berhasil menciptakan blok suara bagi kemenangan
Bush. Walaupun terdapat pengakuan simbolik dari Presiden Bush dan pejabat
pemerintahan lainnya kepada komunitas Muslim, tetapi bukan berarti masyarakat
Muslim AS telah diakui secara utuh. Tantangan terbesar yang masih dan akan
terus dihadapi masyarakat Muslim AS adalah menjadi bagian dari institusi
mainstream Amerika. Mayoritas masyarakat Muslim Amerika masih berada di
luarmainstreampolitikAS. Seperti yang diungkapkan oleh tokoh Muslim AS, Salam
Al- Marayati: “We’re not at the table yet. We still have to eam our
right to sit at the table.[45]
3. Tokoh-tokoh Islam di Amerika
Tokoh-tokoh Islam di
Amerika diantaranya:
1. Muhammad
Alexander Russel Webb
Beliau dilahirkan di Hudson, Columbia, New York dan belajar di Hudson dan
New York. Beliau terkenal dengan tulisan cerita pendeknya. Kemudian beliau
bekerja sebagai Pemimpin Redaksi Majalah “St. Joseph Gazette” dan “Missouri
Republican.” Pada tahun 1887 diangkat menjadi konsul Amerika Serikat di Manila.
Selama menjalankan tugas itulah beliau mempelajari Islam dan menggabungkan
dirinya dalam lingkungan kaum muslimin. Setelah menjadi muslim, beliau
mengadakan perjalanan keliling dunia Islam, dan sampai akhir hayatnya beliau
mencurahkan waktu untuk melaksanakan misi Islam, dan duduk sebagai pimpinan
Islamic Propaganda Mission di Amerika Serikat. Meninggal dunia pada awal
Oktober tahun 1916.
Gerak dan laju perkembangan Islam di Amerika tidak terlepas dari perjuangan seorang Muslim Alexsander Russel Webb, beliau berusaha secara langsung dan sungguh-sungguh untuk menarik orang-orang Amerika agar memeluk Islam.
Gerak dan laju perkembangan Islam di Amerika tidak terlepas dari perjuangan seorang Muslim Alexsander Russel Webb, beliau berusaha secara langsung dan sungguh-sungguh untuk menarik orang-orang Amerika agar memeluk Islam.
Untuk merealisasikan
tujuannya, pada tahun1843 ia mendirikan organisasi American Islamic
Propagation Movement dan mendirikan penerbit The Moeslem World serta
memberikan kuliah di beberapa kota. Ia menjadi kritis dan bersemangat terhadap
greja Kristen serta membela Islam dengan sangat tinggi. Kapasitasnya sebagai
penyiar Islam, ia telah menulis tiga buah buku termasuk buku pedoman shalat
bergambar. Menjelang kematiannya pada tahun 1916 Webb telah berhasil mendirikan
tujuh cabang Moslem Brotherhhood atau American Islamic Propaganda diberbagai
kota dipantai timur dan kota-kota pedalaman Amerika. Meskipun organisasinya
menjadi bubar, namun tidak dapat diragukan bahwa para anggotanya telah
mempengaruhi upaya-upaya selanjutnya dalam membina Islam di Amerika serikat.
2. Noble
Drew Ali
Noble Draw Ali terlahir dengan nama Timothy Drew lahir di negara
bagian North Carolina pada tanggal 8 Januari 1886, dia merupakan anak dari
mantan budak yang diadopsi oleh suku Cherokee dan diberi nama Kristen
Thimotheus Amerika. Ayahnya berasal dari Maroko yang menganut Islam. Ia
merupakan salah satu pemimpin spiritual pertama yang menyebarkan ajaran Islam
kepada warga kulit hitam Amerika. Bermarkas di Newark, New Jersey, dari tempat
ibadahnya (Moorish Science Temple), Ali mencoba membangkitkan harga diri para
pengikutnya dengan memberi keyakinan bahwa mereka adalah Asiatics, dan
mewajibkan mereka memiliki kartu identitas dan kebangsaan. Kartu itu
menunjukkan bahwa pemegangnya adalah seorang pengikut "semua Nabi termasuk
Yesus, Muhammad, Budha, danConfusius."[46]
Para pengikutnya juga tidak mengenalnya sebagai seorang Negro atau orang Afrika, tetapi sebagai Amerika Moor. Drew sebenarnya bukanlah orang yang berpendidikan tinggi, tetapi ia mempunyai pengetahuan tentang Islam yang diangapnya sebagai kunci yang telah lima tahun kemudian yang dinamakan Black Libration. Misi utamanya adalah membangkitakan kesadaran orang Afrika-Amerika tentang Islam. Untuk tujuan ini, pada tahun 1913 ia mendirikan Mourish Science Temple di New York, New Jersey. Dengan usahanya ini, gerakan Draw meluas ke Pitsburgh, Detroid, Chicago, dan beberapa kota lain di daerah selatan. Gerakan yang dilancarkan Drew menggunakan simbol-simbol Islam, seperti kitab suci Al-qur’an, memakai peci, memakai nama-nama Muslim, dan penolakan terhadap kepercayaan tertentu dari agama Kristen, akan tetapi gerakan ini merupakan campuran dari nasionalisme hitam dan kebangkitan Kristen dengan campuran yang menggabungkan dari ajaran-ajaran Islam. Ajaran ini bukan ajaran Islam sejati , tetapi suatu penemuan penting bagi kesadaran Islam.
Para pengikutnya juga tidak mengenalnya sebagai seorang Negro atau orang Afrika, tetapi sebagai Amerika Moor. Drew sebenarnya bukanlah orang yang berpendidikan tinggi, tetapi ia mempunyai pengetahuan tentang Islam yang diangapnya sebagai kunci yang telah lima tahun kemudian yang dinamakan Black Libration. Misi utamanya adalah membangkitakan kesadaran orang Afrika-Amerika tentang Islam. Untuk tujuan ini, pada tahun 1913 ia mendirikan Mourish Science Temple di New York, New Jersey. Dengan usahanya ini, gerakan Draw meluas ke Pitsburgh, Detroid, Chicago, dan beberapa kota lain di daerah selatan. Gerakan yang dilancarkan Drew menggunakan simbol-simbol Islam, seperti kitab suci Al-qur’an, memakai peci, memakai nama-nama Muslim, dan penolakan terhadap kepercayaan tertentu dari agama Kristen, akan tetapi gerakan ini merupakan campuran dari nasionalisme hitam dan kebangkitan Kristen dengan campuran yang menggabungkan dari ajaran-ajaran Islam. Ajaran ini bukan ajaran Islam sejati , tetapi suatu penemuan penting bagi kesadaran Islam.
Diantara ajaran Noble
Drew Ali adalah sebagai berikut :
a. Budha, Confusius, Zoroaster, Jesus dan Muhammad adalah nabi.
b. Orang-orang Afro-Amerika dianggap sebagai bangsa Asia dari keturunan
Muhabites dan Cannanites (sekarang jordan).
c. Islam adalah agama yang secara alamiah di peruntukan bagi bangsa Asia,
sedangkan kristen adalah agama bangsa Eropa.
d. Orang-orang Afro-Amerika hendaklah menghindarkan kontak yang tak perlu
dengan orang-orang Eropa-Amerika.
Selain Webb dan Draw ada banyak tokoh lain yang juga ikut andil dalam perkembangan Islam di Amerika Serikat. Diantaranya W.D Fard, Elijah Muhammad, Job Ibnu Dijallo, Malcom X dan lain-lain. Jumlah persis kaum Muslimin di Amerika dewasa ini sulit di ketahui, karena identitas agama tidak dicantumkan dalam sensus penduduk, dinas Imigrasi pun tidak mencatat para imigran yang memeluk Islam.
Perkembangan Islam di AS mulai menampakkan peningkatan kesadaran keislaman
untuk memantapkan landasan sosial serta menyediakan pengajaran bagi anak-anak
mereka. Sejumlah komunitas mulai memandang penting untuk membangun Mesjid dan
Pusat Islam sebagai pengembangan organisasi dan institusi Islam.
D. Kondisi Islam di Amerika Dewasa Ini
1. Serangan 11 September 2001
Tonggak peristiwa yang menjadi landasan dasar untuk
menggambarkan kondisi umat Islam di Amerika adalah peristiwa bom 11 September
2001 yang meluluhlantahkan gedung kembar WTC. Kejadian ini dapat dikatakan
sebagai kejadian yang kebetulan dan menjadi pondasi yang kuat bagi George W
Bush untuk mencengkramkan kekuasaannya di Amerika. Dengan mempropoagandakan
aksi pemberantasan teroris, Bush sungguh telah memanfaatkan situasi untuk
melegitimasi kekuasaannya dan menjadikan Islam sebagai kambing hitam pelaku
teroris.[47]
Lengkaplah alasan untuk mengadakan pembumihangusan terhadap kantong-kantong
muslim yang dicurigai sebagai markas teroris dan sasaran pertamanya adalah
markas Taliban di Afganistan. Kecurigaan ini didasarkan atas dugaan bahwa
markas tersebut adalah tempat persembunyian aktor intelektual teroris paling
dicari yaitu Osama bin Laden. Tokoh ini adalah salah satu figur antagonis
dimata Amerika, ia dikenal sebagai organisatoris yang mumpuni terhadap kelompok
teroris yang menamakan diri Al-Qaeda.[48]
Presiden George W Bush, sebagai pendukung partisipan
Israel, pada akhir Agustus 2001, sebelas hari sebelum meletusnya serangan
terhadap gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon pada 11 September 2001,
Amerika dan sekutu-sekutunya telah memainkan manuver yang sangat membuat umat
Islam geram dan dunia Arab dengan memboikot konferensi tentang rasisme di
Durbai, Afrika Selatan, karena sejumlah kalangan mengusulkan resolusi yang
menyamakan Zionisme dengan rasialisme.[49]
Khusus peristiwa 11 September 2001
atau yang lebih dikenal dengan sebutan tragedi 9/11, selalu berarti membahas
hal-hal tentang terorisme dan kemudian dihubungkan dengan agama. Kalau tragedi
9/11 sering diasosiasikan kepada Islam, maka sesungguhnya tindak kekerasan
memang seringkali mengatasnamakan agama, atau dituduhkan dilakukan orang dengan
atas nama ajaran suatu agama. Seorang guru besar Sosiologi dari University of
California, Santa Barbara (UCSB), Mark Juergensmeyer dalam bukunya Terror in
the Mind of God: the Global Rise of Religious Violence, menampilkan
beberapa kasus kekerasan dengan mengatasnamakan agama atau keyakinan yang
terjadi di berbagai belahan dunia. Dia sebutkan beberapa kekerasan, terutama
setelah berakhirnya Perang Dingin, yang seringkali dikaitkan dengan agama
tertentu.[50]
Tragedi 9/11 itu hingga sekarang
masih diliputi kontroversi mengenai misteri dan keganjilan-keganjilan di balik
kejadian tersebut. Hal tersebut muncul karena sasaran yang menjadi korban
serangan tersebut setidaknya ada 2 kawasan yang sangat strategis secara
bersamaan, yaitu pusat perdagangan termegah di dunia World Trade Center (WTC)
di New York dan markas besar militer AS di Pentagon. Gedung WTC adalah gedung
yang sangat kokoh dengan kekuatan baja seberat 200.000 ton. Sementara Pentagon
adalah kawasan yang tidak mungkin sembarang orang dapat menembusnya. Akan
tetapi tulisan ini tidak ingin membahas masalah tersebut, melainkan melihat
kejadian itu sebagai sebuah tragedi yang telah terjadi dan berdampak luas,
khususnya bagi umat Islam, baik di Amerika maupun di dunia.
Peristiwa runtuhnya menara kembar
WTC di New York adalah sebuah tragedi yang memilukan bukan hanya bagi keluarga
korban dan masyarakat Amerika melainkan juga masyarakat dunia. Karena itu wajar
apabila karena tragedi itu terlontar kata-kata kemarahan dan kutukan terhadap
pelakunya.
Setelah peristiwa itu,
kaum Muslimin di Amerika terutama imigran asal Timur Tengah merasakan
dampaknya, mengalami kondisi tekanan psiokologis yang sangat berat: dicurigai,
diteror, diserang, dilecehkan dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama
dialami oleh kaum Muslim di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya.
Pemerintah George W Bush segera mengetatkan aturan imigrasi dan mengawasi kaum
imigran Muslim secara berlebihan.
Penderitaan psikis kaum
Muslim Amerika tercermin misalnya dalam survei yang dilakukan oleh lembaga
Pewforum pada tahun 2007, menyebutkan bahwa 53% orang Muslim Amerika mengaku
bahwa lebih sulit menjadi seorang Muslim setelah serangan 9/11. Lebih dari 10
persen mengaku diperlakukan diskriminatif, sebanyak 15% dipandang sebagai
teroris, sebanyak 13% menyebut ketidaktahuan publik tentang Islam, dan
stereotip sebanyak 12%. Ada pandangan bahwa kegiatan anti-terorisme pemerintah
AS hanya tertuju kepada kaum Muslim (54%). Hasil survei juga menunjukkan bahwa
76% Muslim Amerika yang disurvei menyebutkan bahwa mereka prihatin dengan
munculnya ekstremisme Islam di seluruh dunia, sementara 61% menyatakan
keprihatinan yang sama tentang kemungkinan ekstremisme Islam di Amerika Serikat.[51]
Setelah terjadinya tragedi 9/11 itu
sebuah lembaga resmi di Amerika bernama Council on American-Islamic
Relations (CAIR) gencar melakukan kampanye Anti-Terorisme, melalui dokumen
setebal 68 halaman antara lain berisi kecaman terhadap tindakan terorisme
tersebut. Tidak hanya itu, CAIR juga menerbitkan fatwa-fatwa anti-terorisme
yang dirilis dalam bahasa Inggris, Arab, dan Urdu.[52]
CAIR juga merilis sebuah petisi berjudul “Not in the
Name of Islam”, yang berisi antara lain:
“We, the undersigned Muslims, wish to state clearly
that those who commit acts of terror, murder and cruelty in the name of Islam
are not only destroying innocent lives, but are also betraying the values of
the faith they claim to represent. No injustice done to Muslims can ever
justify the massacre of innocent people, and no act of terror will ever serve
the cause of Islam. We repudiate and dissociate ourselves from any Muslim group
or individual who commits such brutal and un-Islamic acts. We refuse to allow
our faith to be held hostage by the criminal actions of a tiny minority acting
outside the teachings of both the Quran and the Prophet Muhammad, peace be upon
him.”[53]
Di antara isi pokok
petisi tersebut adalah pernyataan bahwa bahwa pelaku teror tidak hanya
melanggar nilai-nilai kemanusiaan melainkan juga melanggar nilai-nilai
keimanan. Terorisme adalah tindakan brutal dan tidak sesuai dengan ajaran
Islam. Karena itu tindakan keji tersebut tidak mungkin mengatasnamakan Islam,
karena bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan ajaran Rasul.
2.
Perkembangan Islam pasca 11 September 2001
Dakwah Islam di seluruh
dunia terus berlangsung, cepat atau lambat, mudah atau sulit. Demikian juga
halnya dengan dakwah Islam di Amerika, meskipun terhitung sebagai keyakinan
minoritas bagi masyarakat Amerika, yang jumlahnya kurang dari satu persen, namun
perlahan tapi pasti terus mengalami pertumbuhan.
Setelah tragedi 9/11
terjadi Islam dan umat Islam di Amerika khususnya dan di Negara-negara
non-Muslim menjadi sorotan perhatian dengan kecurigaan, sinisme, kebencian,
bahkan permusuhan. Keadaan tersebut tidak dapat dihindari karena citra yang
timbul adalah bahwa Islam diidentikkan dengan kekerasan dan Muslim adalah orang
yang berkomitmen pada terorisme. Tidak sedikit Muslim di Amerika dan di Eropa
yang mendapat perlakuan diskriminatif, bahkan berlebih-lebihan.
Setelah kejadian
tersebut seorang akademisi, Dr. Walid A. Fatihi dari The Harvard Medical
Faculty membuat sebuah tulisan yang dimuat di Al-Ahrâm al-‘Arabî sebuah media
mingguan di Mesir. Bahwa dia tersentak dengan kejadian itu, dan terbayang
olehnya bahwa apa yang selama ini ia kerjakan untuk mendakwahkan Islam di
Amerika akan mengalami set back 50 tahun. Meskipun dia menyadari bahwa ungkapan
itu tidak tepat. Kemudian dia lakukan kunjungan ke beberapa gereja dan juga ke
forum-forum dilakukannya dialog-dialog agama dan antar-keyakinan. Dia juga
menjelaskan bagaimana sesungguhnya ajaran Islam, dan pandangannya mengenai
kekerasan yang terjadi yang dikaitkan dengan Islam itu.
Akan tetapi
sebuah keajaiban sejarah terjadi, sebab tampaknya Islam berkembang dengan
caranya sendiri. Realitas menunjukkan bahwa Islam berhasil mematahkan logika
akal sehat awam, di mana banyak orang mengecam Islam dan orang Muslim karena
peristiwa itu, tetapi pada saat bersamaan orang juga mempertanyakan kebenaran
kejadian itu. Logika seperti terbalik-balik, dari satu sisi orang bisa percaya
Islam mengajarkan “jihad” yang mungkin saja dapat ditampilkan dalam tindak
kekerasan, tetapi dari sisi yang lain orang menjadi ragu tentang kemungkinan
agama mengajarkan penghancuran peradaban dan kemanusiaan. Bagaimana mungkin
sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak orang tidak berdosa
dengan mengatasnamakan agama.
Tidak lama setelah
peristiwa itu, justru ribuan orang berbondong-bondong menyatakan diri masuk
Islam dan mengaku menemukan kedamaian di dalamnya. Dengan demikikan tragedi
9/11 telah berfungsi menjadi ikon yang memproduksi arus sejarah yang tidak
logis dan mengherankan. Selain 20.000 orang Amerika masuk Islam setiap tahun
setelah peristiwa itu, di negara-negara non Amerika (Eropa, Cina, Korea,
Jepang, dst.) ribuan orang juga mengambil keputusan yang sama masuk Islam.
Ternyata ada “tangan
Tuhan” dalam bentuk blessing in disguise atau “ada hikmah di balik
peristiwa” betul-betul nyata setelah tragedi 9/11 dan ini diakui oleh masyarakat
Islam Amerika. Karena peristiwa 9/11 yang sangat mengerikan itu dituduhkan
kepada Islam, berbagai lapisan masyarakat Amerika justru kemudian terundang curiousity
(keingintahuan) mereka untuk mengetahui Islam lebih jauh. Tentu saja semakin
dekat dan semakin tahu maka semakin ini masuk ke dalam agama itu, dan itulah
yang terjadi.
Data berdasar survei
mengenai penganut keyakinan selain Kristen yang dilakukan oleh The Religious
Landscape Study Tahun 2014, menunjukkan keadaan sebagai berikut:[54]
2007
%
|
2014
%
|
Selisih
|
|
Yahudi
|
1,7
|
1,9
|
+0,2
|
Muslim
|
0,4
|
0,9
|
+0,5
|
Budha
|
0,7
|
0,7
|
0,00
|
Hindu
|
0,4
|
0,7
|
+0,3
|
Agama dunia lainnya
|
<0,3
|
0,3
|
n/a
|
Kepercayaan
lain
|
1,2
|
1,5
|
+0,3
|
Total Non-Kristen
|
4,7
|
5,9
|
+1,2
|
Kalau dilihat pada tabel
tersebut tampak bahwa Islam di Amerika Serikat mengalami perkembangan yang
cukup signifikan sejak tahun 2007, padahal keadaan pada tahun 2011 Muslim di
Amerika terhitung sebanyak 0,8%.
Beberapa Islamic Center
di berbagai penjuru Amerika pun ramai dikunjungi orang untuk mengenal Islam
lebih dekat. Banyak forum menyelenggarakan seminar atau konferensi mengenai
agama dan kekerasan, dan yang terlibat pun beragam mulai dari para akademisi
hingga para tokoh agama. Forum-forum dialog antar-agama dan antar-keyakinan tidak
hanya dilakukan di pusat-pusat Islam, melainkan juga di pusat-pusat agama lain
dan kampus-kampus.
Populasi Muslim di
Amerika telah meningkat dalam seratus tahun terakhir, di mana sebagain besar
pertumbuhan ini didorong oleh adanya imigrasi dari berbagai negeri Timur
Tengah, Afrika, Indo-Pakistan, Asia Timur, dan sebagainya. Pada 2005, banyak
orang dari negara-negara Islam menjadi penduduk Amerika hampir 96.000 orang
setiap tahun dibanding dua dekade sebelumnya, maka pada tahun 2009 penduduk
Muslim melebihi 115.000 orang.[55]
Selain karena tren atau
teori pertumbuhan Muslim dunia, kejadian 9/11 itu mempercepat perkembangan
jumlah penganut Islam di Amerika Serikat, dan demikian juga di negara-negara
non-Muslim lainnya pun mengalami peningkatan. Beberapa sumber menyebutkan
banyak faktor yang menjadi penyebab percepatan perkembangan jumlah penganut
Islam di dunia. Khusus di Amerika Serikat, antara lain yang diperoleh Penulis
saat mengikuti program Study of the United States Institutes on Religious
Pluralisme and Public Presence di University of California, Santa Barbara
(2008) dan kemudian studi banding di beberapa institusi keagamaan, sosial, dan
politik di Amerika Serikat (2008), hal-hal berikut ini yang melatarbelakangi
pesatnya pertumbuhan pengikut Islam:
1.
Kedatangan imigran dari Negara-negara Muslim baik di Timur Tengah,
Afrika, maupun Asia.
2.
Konversi ke dalam Islam setelah mengetahui realitas keragaman dan
kesetaraan etnis dalam Islam, sebagaimana terlihat pada pelaksanaan-pelaksanaan
ritual keagamaan dalam shalat Jumat misalnya, tidak ada masjid yang
mengkhususkan jamaahnya dari etnis tertentu.
3.
Konversi ke dalam Islam setelah mempelajari sumber-sumber Islam,
misalnya Al-Quran atau buku-buku tentang Islam. Ada pula yang melakukan
konversi setelah mengikuti dialog antar agama atau keyakinan (interfaith
dialogue).
4.
Konversi ke dalam Islam setelah mendapatkan pembinaan spiritual di
dalam penjara-penjara.
5.
Konversi ke dalam Islam setelah mendengar atau mendapat informasi
mengenai Islam dan umat Islam melalui media massa, di mana informasi yang
disampaikan terasa ganjil dan tidak rasional.
6.
Konversi ke dalam Islam karena Perkawinan
Sejumlah data yang dikomposisikan
oleh Demented Vision (2007), dari sebuah observasi di Amerika Serikat
tentang perkembangan jumlah pemeluk agama-agama dunia menarik
untuk dicermati. Dari data observasi itu, terdapat angka-angka yang
menunjukkan perbandingan pertumbuhan penganut Islam dan Kristen di
dunia. Lembaga itu mencatat, pada tahun 1900, jumlah pemeluk Kristen
adalah 26,9% dari total penduduk dunia, sementara pemeluk Islam hanya
12,4%. 80 tahun kemudian (1980), angka itu berubah. Penganut Kristen
bertambah 3,1% menjadi 30%, dan Muslim bertambah 4,1% menjadi 16,5% dari
seluruh penduduk bumi. Pada pergantian milenium kedua, yaitu 20 tahun kemudian
(2000), jumlah itu berubah lagi tapi terjadi perbedaan yang menarik. Kristen
menurun 0,1% menjadi 29,9% dan Muslim naik lagi menjadi 19,2%. Pada tahun
2025, angka itu diproyeksikan akan berubah menjadi: penduduk Kristen 25%
(turun 4,9%) dan Muslim akan menjadi 30% (naik pesat 10,8%) mengejar jumlah
penganut Kristen. Bila diambil rata-rata, Islam bertambah pemeluknya 2,9%
pertahun. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah
penduduk bumi sendiri yang hanya 2,3% pertahun. 17 tahun lagi dari sekarang,
bila pertumbuhan Islam itu konstan, dari angka kelahiran dan yang masuk
Islam di berbagai negara, berarti prediksi itu benar, Islam akan menjadi agama
nomor satu terbanyak pemeluknya di dunia, menggeser Kristen menjadi kedua.
World Almanac and Book of Fact, #1 New York Times Bestseller,
mencatat jumlah total umat Islam sedunia tahun 2004 adalah 1,2 milyar
lebih (1.226.403.000), tahun 2007 sudah mencapai 1,5 milyar lebih
(1.522.813.123 jiwa). Ini berarti, dalam 3 tahun, kaum Muslim mengalami
penambahan jumlah sekitar 300 juta orang (sama dengan jumlah umat Islam
yang ada di kawasan Asia Tenggara).[56]
Fenomena di Amerika sendiri sangat
menarik. Sangat tidak masuk di akal pemerintah George Bush dan tokoh-tokoh
Amerika, masyarakat Amerika berbondong-bondong masuk Islam justru setelah
peristiwa pemboman World Trade Center pada 11 September 2001 yang dikenal
dengan 9/11 yang sangat memburukkan citra Islam itu. Pasca 9/11 adalah era
pertumbuhan Islam paling cepat yang tidak pernah ada presedennya dalam sejarah
Amerika. 8 juta orang Muslim yang kini ada di Amerika dan 20.000 orang Amerika
masuk Islam setiap tahun setelah pemboman itu. Pernyataan syahadat masuk Islam
terus terjadi di kota-kota Amerika seperti New York, Los Angeles, California,
Chicago, Dallas, Texas dan yang lainnya.
Atas fakta inilah, ditambah
gelombang masuk Islam di luar Amerika, seperti di Eropa dan beberapa negara
lain, beberapa tokoh Amerika menyatakan kesimpulannya.
The Population Reference Bureau USA Today sendiri menyimpulkan: “Moslems are the world fastest growing
group.” Hillary Rodham Cinton, istri mantan Presiden Clinton
seperti dikutip oleh Los Angeles Times mengatakan, “Islam is the fastest
growing religion in America.” Kemudian, Geraldine Baum
mengungkapkan: “Islam is the fastest growing religion in the country”
(Newsday Religion Writer, Newsday). “Islam is the fastest growing
religion in the United States,” kata Ari L. Goldman seperti dikutip New
York Times. Atas daya magnit Islam inilah, pada 19 April 2007, digelar
sebuah konferensi di Middlebury College, Middlebury Vt. Untuk mengantisipasi
masa depan Islam di Amerika dengan tajuk “Is Islam a Trully American
religion?” menampilkan Prof. Jane Smith yang banyak menulis bukubuku tentang
Islam di Amerika. Konferensi itu sendiri merupakan seri kuliah tentang Immigrant
and Religion in America. Dari konferensi itu, jelas tergambar bagaimana
keterbukaan masyarakat Amerika menerima sebuah gelombang baru yang tak
terelakkan yaitu Islam yang akan menjadi identitas dominan di negara super
power itu.
Peristiwa 9 September 2001 menyimpan
misteri yang tidak terduga. Pemboman itu dikutuk dunia, terlebih Amerika,
sebagai biadab dan barbar buah tangan para “teroris Islam.” Setelah peristiwa
itu, kaum Muslimin di Amerika terutama imigran asal Timur Tengah merasakan
getahnya mengalami kondisi psiokologis yang sangat berat: dicurigai, diteror,
diserang dilecehkan dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami
oleh kaum Muslim di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya.
Pemerintah George Walker Bush segera mengetatkan aturan imigrasi dan mengawasi
kaum imigran Muslim secara berlebihan. Siaran televisi Fox News Channel,
dalam acara mingguan “In Focus” menggelar diskusi dengan mengundang enam orang
nara sumber, bertemakan ”Stop All Muslim Immigration to Protect America and
Economy.” Acara ini menggambarkan kekhawatiran Amerika tidak hanya dalam
masalah terorisme tetapi juga ekonomi dimana pengaruh para pengusaha Arab
dan Timur Tengah mulai dominan dan mengendalikan ekonomi Amerika.
Tapi, rupanya Islam berkembang
dengan caranya sendiri. Islam mematahkan “logika akal sehat” manusia modern.
Bagaimana mungkin sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak orang
tidak berdosa dengan mengatasnamakan agama, tetapi tidak lama setelah peristiwa
itu, justru ribuan orang berbondong-bondong menyatakan diri masuk agama
tersebut dan menemukan kedamaian didalamnya? 9 September 2001 telah berfungsi menjadi ikon yang memproduksi
arus sejarah yang tidak logis dan mengherankan. Selain 20.000 orang Amerika
masuk Islam setiap tahun setelah peristiwa itu, ribuan yang lain dari
negara-negara non Amerika (Eropa, Cina, Korea, Jepang dst) juga mengambil
keputusan yang sama masuk Islam. Bagaimana arus ini bisa dijelaskan? Sejauh
saya ketahui, jawabannya “tidak ada” dalam teori-teori gerakan sosial karena
fenomena ini sebuah anomali. Maka, gejala ini hanya bisa dijelaskan oleh “teori
tangan Tuhan”.
Tangan Tuhan dalam bentuk blessing
in disguise adalah nyata dibalik peristiwa 9 September 2001 dan ini diakui
oleh masyarakat Islam Amerika. Karena peristiwa 9 September 2001 yang sangat
mengerikan itu dituduhkan kepada Islam, berbagai lapisan masyarakat Amerika
justru kemudian terundang kuriositasnya untuk mengetahui Islam lebih jauh.
Sebagian karena murni semata-mata ingin mengetahui saja, sebagian lagi
mempelajari dengan sebuah pertanyaan dibenaknya: “bagaimana mungkin dalam zaman
modern dan beradab ini agama “mengajarkan” teror, kekerasan dan suicide bombing
dengan ratusan korban tidak berdosa?” Tapi keduanya berbasis pada hal yang
sama: ignorance of Islam (ketidaktahuan sama sekali tentang Islam).
Sebelumnya, sumber pengetahuan masyarakat Barat (Amerika dan Eropa) tentang
Islam hanya satu yaitu media yang menggambarkan Islam tidak lain kecuali
stereotip-stereotip buruk seperti teroris, uncivilized, kejam terhadap
perempuan dan sejenisnya. Seperti disaksikan Eric, seorang Muslim pemain cricket
warga Texas, setelah peristiwa 9/11, masyarakat Amerika menjadi ingin tahu
Islam, mereka kemudian ramai-ramai membeli dan membaca Al-Qur’an setiap hari,
membaca biografi Muhammad dan buku-buku Islam untuk mengetahui isinya.
Hasilnya, dari membaca sumbernya langsung, mereka menjadi tahu ajaran Islam
yang sesungguhnya. Ketimbang bertambahnya kebencian, yang terjadi malah
sebaliknya. Menemukan keagungan serta keindahan ajaran agama yang satu ini.
Keagungan ajaran Islam ini bertemu pada saatnya yang tepat dengan kegersangan,
kegelisahan dan kekeringan spritual masyarakat Amerika yang sekuler selama ini.
Karena itu, Islam justru menjadi jawaban bagi proses pencarian spiritual mereka
selama ini. Islam menjadi melting point atas kebekuan spiritual yang
selama ini dialami masyarakat Amerika. Inilah pemicu terjadinya Islamisasi
Amerika yang mengherankan para pengamat sosial dan politik. Inilah tangan Tuhan
dibalik peristiwa 9 September 2001.
3.
Motivasi menjadi Muslim
Dari banyak wawancara yang dilakukan
televisi Amerika, Eropa maupun Timur Tengah terhadap mereka yang masuk Islam
atau video-video blog yang banyak menjelaskan motivasi para new converters ini
masuk Islam, menggambarkan konfigurasi latar belakang yang beragam.
Pertama, karena kehidupan mereka yang sebelumnya sekuler, tidak terarah, tidak
punya tujuan, hidup hanya money, music and fun. Pola hidup itu menciptakan
kegersangan dan kegelisahan jiwa. Mereka merasakan kekacauan hidup, tidak
seperti pada orang-orang Muslim yang mereka kenal. Dalam hingar bingar dunia
modern dan fasilitas materi yang melimpah banyak dari mereka yang merasakan
kehampaan dan ketidakbahagiaan. Ketika menemukan Islam dari membaca Al-Qur’an,
dari buku atau kehidupan teman Muslimnya yang sehariharinya taat beragama,
dengan mudah saja mereka masuk Islam.
Kedua, merasakan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan yang tidak pernah
dirasakannya dalam agama sebelumnya yaitu Kristen. Dalam Islam mereka merasakan
hubungan dengan Tuhan itu langsung dan dekat. Beberapa orang Kristen taat
bahkan mereka sebagai church priest mengaku seperti itu ketika
diwawancarai televisi. Allison dari North Caroline dan Barbara Cartabuka,
seorang diantara 6,5 juta orang Amerika yang masuk Islam pasca 9/11, seperti
diberitakan oleh Veronica De La Cruz dalam CNN Headline News, Allison mengaku “Islam
is much more about peace.” Sedangkan Barbara tidak pernah merasakan
kedamaian selama menganut Katolik Roma seperti kini dirasakannya setelah
menjadi Muslim. Demikian juga yang dirasakan oleh Mr. Idris Taufik, mantan
pendeta Katolik di London, ketika diwawancara televisi Al-Jazira. Mantan
pendeta ini melihat dan merasakan ketenangan batin dalam Islam yang tidak
pernah dirasakan sebelumnya ketika ia menjadi mendeta di London. Ia masuk Islam
setelah melancong ke Mesir. Ia kaget melihat orang-orang Islam tidak seperti
yang diberitakan di televisi-televisi Barat. Ia mengaku, sebelumnya hanya
mengetahui Islam dari media. Ia sering meneteskan air mata ketika menyaksikan
kaum Muslim shalat dan kini ia merasakan kebahagiaan setelah menjadi Muslim di
London.
Ketiga, menemukan kebenaran yang dicarinya. Beberapa konverter mengakui
konsep-konsep ajaran Islam lebih rasional atau lebih masuk akal seperti tentang
keesaan Tuhan, kemurnian kitab suci, kebangkitan (resurrection) dan
penghapusan dosa (salvation) ketimbang dalam Kristen. Banyak dari
masyarakat Amerika memandang Kristen sebagai agama yang konservatif dalam
doktrindoktrinnya. Eric seorang pemain Cricket di Texas, kota kelahiran George
Bush, berkesimpulan seperti itu dan memilih Islam. Sebagai pemain cricket Muslim,
ia sering shalat di pinggir lapang. Di Kristen, katanya, sembahyang harus
selalu ke Gereja. Seorang konverter lain memberikan kesaksiannya yang bangga
menjadi Muslim. Ia menjelaskan telah berpuluh tahun menganut Katolik Roma dan
Kristen Evangelik. Dia mengaku menemukan kelemahan-kelemahan doktrin Kristen
setelah menyaksikan debat terbuka tentang “apakah Yesus itu Tuhan?” antara
Ahmad Deedat, seorang tokoh Islam dari Afrika Selatan dan seorang teolog
Kristen. Argumen-argumen Dedaat dalam diskusi menurutnya jauh lebih jelas, kuat
dan memuaskan ketimbang teolog Kristen itu. Menariknya, misi awalnya ia
menonton debat agama itu justru untuk mengetahui Islam karena ia bertekad akan
menyebarkan gospel ke masyarakat-masyarakat Muslim. Yang terjadi sebaliknya, ia
malah menemukan keunggulan doktrin Islam dalam berbagai aspeknya dibandingkan
Kristen. Angela Collin, seorang artis California yang terkenal karena filmnya Leguna
Beach dan kini menjadi Director of Islamic School, ketika
diwawancarai oleh televisi NBC News megapa ia masuk Islam, ia mengungkapkan: “I
was seeking the truth and I’ve found it in Islam. Now I have this belief
and I love this belief,” katanya bangga.
Keempat, banyak kaum
perempuan Amerika Muslim berkesimpulan ternyata Islam sangat melindungi dan
menghargai perempuan. Dengan kata lain, perempuan dalam Islam dimuliakan dan
posisinya sangat dihormati. Walaupun mereka tidak setuju dengan poligami,
mereka melihat posisi perempuan sangat dihormati dalam Islam daripada dalam
peradaban Barat modern. Seorang convert perempuan Amerika bernama Tania,
merasa hidupnya kacau dan tidak terarah jutsru dalam kebebasannya di Amerika.
Ia bisa melakukan apa saja yang dia mau untuk kesenangan, tapi ia rasakan malah
merugikan dan merendahkan perempuan. Setelah mempelajari Islam, awalnya merasa
minder setelah tahu bagaimana Islam memperlakukan perempuan. “Women in Islam
is so honored. This is a nice religion not for people like me!” katanya.
Dia masuk Islam setelah mempelajarinya beberapa bulan dari teman Muslimnya.
Perkembangan Islam di dunia Barat sesungguhnya lebih prospektif karena mereka
terbiasa berfikir terbuka. Dalam keluarga Amerika, pemilihan agama dilakukan
secara bebas dan independen. Banyak orang tua mendukung anaknya menjadi Muslim
selama itu adalah pilihan bebasnya dan independen. Mereka mudah saja masuk
Islam ketika menemukan kebenaran disitu. Angela Collin, seorang artis di
California yang terkenal karena filmnya Leguna Beach menjadi Muslim
dengan dukungan orang tua. Ketika diwawancarai televisi NBC, orangtuanya justru
merasa bangga karena Angela adalah seorang “independent person.” Nancy
seorang remaja 15 tahun, masuk Islam setelah bergaul dekat temannya keluarga
Pakistan dan keluarganya tidak mempermasalahkan walaupun telah lama hidup dalam
tradisi Kristen.[57]
4.
Islamophobia di Amerika Serikat
Sebelum merujuk kepada
pembahasan mengenai kasus yang dibahas dalam tulisan ini, penulis ingin
menyamakan persepsi terhadap pengertian dari islamophobia. Istilah islamophobia
sendiri memiliki arti akan prasangka/diskriminasi/kesalahpahaman terhadap agama
islam baik kepada pemeluknya maupun ideologi dari agama islam. Islamophobia
menjadi istilah yang mulai diperkenalkan secara luas sebagai sebuah konsep pada
tahun 1991 didalam Runnymede Trust Report sebagai “unfounded hostility
towards Muslims, and therefore fear or dislike of all or most Muslims.[58]
Prasangka tersebut akhirnya berakibat pada ketakutan-ketakutan akan
islam dan juga kebencian-kebencian terhadap agama islam. Kasus phobia terhadap
islam itu kemudian banyak mengakibatkan kerugian bagi pemeluk agama islam dan
bahkan negara-negara Islam. Diskriminasi ini turut menjadi penyebab terjadinya
fragmentasi masyarakat antara pemeluk islam dengan non-islam, penduduk muslim
akan dipisahkan secara sosial, budaya, ekonomi dan kedudukannya didalam
konstruksi sosial. Islamophobia telah menjadi kontroversi diberbagai negara
termasuk AS. Munculnya islamophobia sendiri telah lama terjadi akibat
dari banyaknya aksi-aksi terorisme yang mayoritas dianggap disebabkan oleh
organisasi-organisasi ekstrimis islam. Namun, istilah tersebut tidak banyak
digunakan hingga pasca kejadian yang menimpa Amerika Serikat pada tanggal 9
September 2001, ketika gedung World Trade Center berhasil dijatuhkan
oleh salah satu organisasi terorisme yaitu Al-Qaeda (dipimpin oleh Osama Bin
Laden). Sebagai sebuah negara super power AS kemudian secara sepihak
mengimplementasikan kebijakan “War on terrorism” dengan slogannya yang
begitu terkenal, “Either you’re with us or with the terrorist” berakibat
kepada munculnya banyak persepsi-persepsi terhadap agama Islam.
Islamophobia di AS tidak dapat dipisahkan dari kejadian 9/11, hal ini
karena pasca kejadian runtuhnya bangunan yang sempat menjadi gedung tertinggi
di dunia tersebut dapat dilihat implikasinya kepada perubahan
kebijakan-kebijakan AS. Tidak hanya berimplikasi kepada kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh AS, namun persepsi masyarakat AS terhadap agama islam turut
berubah menjadi negatif. Ini dapat dibuktikan dari berbagai bentuk penolakan
oleh masyarakat AS mengenai isu pembangunan masjid di area dekat kejadian 9/11
tahun 2010 terjadi. Beberapa warga bahkan menyatakan secara eksplisit alasan
yang melandasi penolakan pembangunan masjid adalah, islam ditempatkan sebagai
penyebab/pelaku peristiwa 9/11 sehingga menjadi sebuah penghinaan dan bentuk
degadrasi ketika tempat peribadatan islam dibangun dikawasan tersebut. Seorang
warga New York Sally Regenhard yang anaknya meninggal akibat dari 9/11
mengatakan “extreme insensitivity to the feelings of 9/11 families. If you
want to grow understanding between faiths you do not hurt people who were
victimized on that site”.[59]
Meskipun mayoritas komponen masyarakat AS menyatakan bahwa negaranya
merupakan negara bebas, namun kasus islamophobia masih kental terjadi. Secara
konstitusi seharusnya setiap pemeluk agama dapat dengan bebas melakukan ritual
agamanya ketika hal tersebut tidak mengganggu kepentingan banyak orang,
termasuk dengan muslim di AS. Kontradiktif dengan apa yang telah tercantum
didalam konstitusi dan juga The Fourth Freedoms faktanya di AS sendiri,
islamophobia sudah terjadi sejak akhir abad ke-20. Islamophobia di AS ditandai
dengan munculnya sentimen-sentimen negatif terhadap keberadaan warga muslim di
AS baik pendatang maupun warga tetap. Beberapa kejadian kekerasan terhadap
warga muslim terjadi sejak akhir abad ke-20, seperti kejadian yang dialami oleh
Zohreh Assemi seorang warga keturunan Arab-Amerika sekaligus pemilik sebuah
salon kecantikan suatu hari dirampok, dianiaya dan dipanggil sebagai seorang
“teroris” pada Bulan September 2007 oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Sentimen kebecian terhadap islam semakin memanas di AS kembali lagi pasca
kejadian 9/11, sentimen ini meningkat secara masif terlebih oleh karena pelaku
dari 9/11 berasal dari salah satu organisasi radikal islam, Al-Qaeda. Semenjak
itu menurut laporan FBI (Federal Bureau of Investigations) setelah 9/11
tingkat kriminal yang mencerminkan kebencian atas islam meningkat 5 kali lipat
dibanding masa sebelum 9/11. Setelah tahun 2010 pasca isu pembangunan masjid
(Park51) menyeruak, status kriminal akan warga muslim meningkat 3 kali daripada
3 tahun sebelumnya.[60]
Tidak hanya angka tingkat kriminal terhadap muslim yang meningkat pasca
9/11 akan tetapi juga diskriminasi yang dilakukan baik secara institusional
maupun secara sosial, contohnya adalah penolakan pembangunan tempat peribadatan
muslim hingga menimbulkan konflik (345% lebih tinggi dari masa sebelum
runtuhnya gedung WTC), kemudian pada masa pemilihan presiden dimana Newt Gingrich
dalam pernyataannya menyamakan muslim sebagai Nazi yang berusaha untuk
mengambil alih AS,[61] belum
lagi dengan pernyataan kontroversial dari Ben Carson mengenai presiden AS yang
tidak boleh diangkat dari warga muslim. Dari beberapa contoh diatas dapat dilihat
betapa isu islamophobia masih marak terjadi di AS hingga hari ini. Walaupun
perlu diakui intensitas konflik yang terjadi sudah tidak separah pasca 9/11
atau setelah proposal pembangunan masjid di daerah pasca kejadian 9/11, bahkan
sudah mulai diadakan beberapa kampanye-kampanye penolakan pemberian stereotip
kepada warga muslim AS maupun dunia. Akan tetapi kejadian 11 September 2001
silam begitu membekas kepada warga masyarakat AS sehingga sulit untuk
menghapuskan sentimen-sentimen negatif pada islam yang ada di AS, terlebih
kepada lapisan masyarakat yang terkena dampak dari serangan tersebut (korban,
anggota pemerintahan, dan polisi/ PMK/ Paramedis, dll). Secara singkat,
sentimen islamophobia di AS telah dimulai sejak akhir abad ke-20, akan tetapi
sentimen tersebut tidak menjadi fokus hingga kejadian 9/11 terjadi.
5.
Faktor-Faktor Terjadinya Islamophobia
Islamophobia tidak hanya menjadi masalah di AS akan tetapi juga menjadi
masalah yang sering menimbulkan konflik di berbagai negara Eropa. Penyebab dari
islamophobia sendiri tidak dapat dispesifikan kepada indikator-indikator
tertentu, namun secara garis besarnya dapat dianalisis dari berbagai tindakan
merugikan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi islam radikal walaupun
tidak menyangkal bahwa organisasi radikal tidak berhenti pada agama islam saja.
Untuk lebih fokus kepada tulisan ini, disini penulis memaparkan analisisnya
terhadap variable apa yang menyebabkan islamophobia terjadi di AS. Secara
umumnya, di bagian dunia Barat memang sudah terdapat sentimen negatif terhadap
muslim, karena dianggap bahwa nilai-nilai islam tidak sesuai dan tidak dapat
diaplikasikan kepada budaya-budaya barat yang sangat liberal.[62]Nilai-nilai
yang dianut dalam agama islam dianggap membatasi hak-hak manusia dan terlalu konsevatif.
Selain itu, tindak terorisme yang mayoritas dianggap dilakukan oleh penganut
agama islam ekstrim tidak membantu menghilangkan berbagai sentimen negatif
terhadap islam yang ada. Pengaruh islamophobia yang berasal dari kawasan Eropa
juga turut menyumbang perspektif buruk kepada islam. Kembalil lagi pada sub-bab
sebelumnya dimana dikatakan bahwa penyebab utama islamophobia semakin marak
terjadi adalah kejadian 9/11, dimana warga AS sebagai dampak dari kemarahanya
langsung menggeneralisasikan warga muslim sebagai teroris bahkan yang telah
menjadi warga negara AS sendiri. Sayangnya, efek tersebut tidak luntur oleh
waktu akan tetapi masih terus bertahan bahkan hingga hari ini dimana seorang
warga muda AS bernama Ahmed dituduh sebagai teroris yang membawa bom oleh
karena Ahmed adalah warga muslim.
Analisis Kasus Ben Carson
Terdapat satu fenomena lagi yang memperlihatkan adanya islamophobia di
masyarakat Amerika Serikat, lebih tepatnya diantara kandidat presiden dari
Partai Republik. Ben Carson, mantan spesialis bedah otak, mengatakan hal yang
kontroversial di tengah-tengah wawancara dengan NBC pada tanggal 20 September
2015. Dalam wawancara tersebut, Carson diberi pertanyaan mengenai posisinya
terhadap isu Suriah dan Iraq, dan bagaimana Amerika seharusnya bertindak.
Terdapat satu kalimat yang mengejutkan keluar dari mulut Carson, kalimat
tersebut adalah “I would not advocate
that we put a Muslim in charge of this nation. I absolutely would not agree
with that.[63]
Perkataan Carson ini menjadi perbincangan beberapa pakar dan juga anggota
kongres Amerika yang beragama Islam. Carson menjelaskan perkataannya bahwa
agama seorang presiden di Amerika Serikat tidak begitu berpengaruh terhadap
pemilihnya. Apapun agamanya, jika nilai dan ajarannya sejalan dan cocok dengan
realita konstitusi Amerika, maka tidak akan ada masalah. Saat Carson ditanya
apakah Islam sejalan dan cocok dengan konstitusi Amerika, dia menjawab tidak.
Apa yang dikatakan oleh Carson memunculkan adanya dugaan Islamophobia
diantara kandidat presiden dari Partai Republik. Donald Trump, kandidat
presiden dari Partai Republik lainnya, mengaku dirinya memiliki banyak teman
muslim, namun salah satu pendukungnya mengatakan bahwa Amerika memiliki
masalah, yang disebut dengan Muslim. Trump tidak benar-benar setuju, dia
mengoreksi perkataan pendukungnya menjadi muslim radikal-lah yang menjadi
masalah bagi Amerika. Kedua kandidat ini secara implisit memperlihatkan adanya
Islamophobia, dimana kaum muslim harus dikucilkan. Keith Ellison, anggota
kongres dari Partai Demokrat yang beragama islam, merasa tersinggung dengan
perkataan Carson. Menurutnya, asumsi bahwa seseorang dari agama tertentu tidak
cocok untuk bekerja kantoran telah mengabaikan mereka sebagai masyarakat
negaranya.[64]
Bernie Sanders merasa kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Carson. Dia
mengatakan apabila Amerika Serikat membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
menghilangkan prasangka buruk dalam memilih presiden Katolik maupun presiden
African-American. Masyarakat seharusnya memilih berdasarkan ide-idenya, bukan
karena agamanya maupun warna kulitnya.[65]
Meskipun Carson merupakan kandidat yang selalu membangga-banggakan
konstitusi Amerika Serikat, namun pada kenyataanya, perkataan kontroversialnya
justru tidak sesuai dengan konstitusi Amerika. Artikel VI Konstitusi Amerika
mengatakan: “No religious Test shall ever
be required as a Qualification to any Office or public Trust under the United
States”. Selain itu, amandemen pertama konstitusi dimulai dengan larangan
kongres membuat hukum yang mencakup masalah keberadaan sebuah agama. Dengan
dasar konstitusi ini, perkataan Carson tidak lagi dapat dikaitkan dengan cocok
atau tidaknya sebuah agama dengan konstitusi Amerika. Carson jelas memiliki
masalah tersendiri dalam melihat kaum muslim di negaranya. Apabila Carson
terpilih menjadi presiden, sangat memungkinkan dia akan menyebarkan
Islamophobia di Amerika Serikat dan membatasi semua pergerakan kaum Muslim di
Amerika.
Pandangan masyarakat AS terhadap kedua kasus tersebut dan signifikasi
kasus Islamophobia mempengaruhi pola pikir masyarakat AS
Berbagai respon muncul atas kasus Ahmed Mohamed, seorang siswa yang
membawa jam buatannya sendiri untuk dikumpulkan sebagai tugas sekolah, yang
kemudian disangka bom oleh gurunya dan
membuatnya ditahan beberapa jam di kepolisian Irving, Texas. Bukan hanya itu,
Ahmed juga mendapat hukuman discourse selama tiga hari sejak kejadian itu.
Gerakan #IstandWithAhmed langsung terbentuk di twitter sebagai tanggapan atas
kejadian ini. Salah satu pengguna twitter yang menginisiasi #IstandWithAhmed
adalah akun @anildash.[66] Setelah
menulis dan mengunggah beberapa informasi tentang Ahmed dan jam buatannya,
termasuk foto Ahmed memakai kaos NASA dengan kedua tangan diborgol, ribuan
reply dari pengguna akun twitter lainya bermunculan. Sebagian komentar
menunjukkan dukungan untuk Ahmed dan keluarganya, sementara sebagian lainnya
merespon dengan negatif. Contohnya akun @jonygitar. Tweet yang lebih lengkap
dapat dilihat di link yang tercantum di footnote.
Dukungan lain datang dari
Keith Ellison, satu dari dua anggota Kongres yang beragama Islam. Ellison
membawa jam buatan Ahmed seharian ketika bekerja dan termasuk ketika sedang
berpidato mengenai perubahan iklim di konferensi Congressional Black Caucus.
Seperti dikutip dari Huffington Post.[67]
Discriminatory
profiling doesn’t have a place in our country. Ahmed is working hard and being
creative. It’s a shame that a boy is faced with such injustice in
America," Ellison said in a statement to The Huffington Post. "I’m
proud to stand with him and carry a clock around with me today."
Ahmed menjadi terkenal
setelah namanya muncul di media sosial atas tuduhan guru sekolah menengahnya
bahwa jam yang dibawanya adalah bom dan melaporkan Ahmed ke kepolisian
setempat. Kehidupan muslim di kota tempat tinggalnya, Irving, Texas memang
seringkali terancam. Bulan Maret lalu, Mayor Beth Van Duyne menuduh masjid
lokal sedang mencoba menerapkan hukum syariah. Sedangkan imam masjid tersebut,
mengatakan bahwa ia dan komunitas muslim lokal hanya sedang berupaya mendamaikan
perselisihan kecil di antara jemaahnya. Mayor Van Duyne juga bahkan menunjukkan
dukungannya kepada guru sekolah Ahmed dan kepolisian Irving atas penangkapan
Ahmed. Keluarga Ahmed yang merupakan imigran dari Sudan, ternyata berbeda sikap
dalam menanggapi hal ini. Orangtuanya menyatakan bahwa perlakuan yang mereka
terima selama ini di Irving baik-baik saja, sedangkan kakak perempuan Ahmed
mengatakan bahwa sebagai seorang muslim, ia masih sering menghadapi kecurigaan
dan penghinaan dari orang-orang non-Muslim di sekitarnya, misalnya ketika ia
dipaksa oleh atasannya untuk melepas hijab dan diancam akan dipecat jika tidak
mau melakukannya.[68]
Kasus yang menyangkut
Islamophobia selanjutnya, baru saja terjadi, adalah pernyataan salah satu
kandidat Presiden AS 2016, -yang juga seorang pensiunan dokter bedah saraf,-
Ben Carson, Republican, yang mengatakan bahwa ia tidak akan mendukung atau
membiarkan begitu saja jika ada seorang Muslim mencalonkan diri untuk menjadi
Presiden AS. Tentu saja hal ini memicu bermacam-macam respon dari berbagai
kalangan masyarakat AS. Respon pertama datang dari Hillary Clinton, lawan
politiknya dari Partai Demokrat. Menanggapi statement Carson, Clinton membuat
satu tweet, “Can a Muslim be President of the United States of America? In a
word: Yes. Now let's move on.”. Begitu juga Senator Lindsey Graham yang
mengatakan bahwa dengan mengatakan kalimat itu, Carson menunjukkan dirinya
belum siap memimpin Amerika. Karena Amerika bukan sebuah negara yang diatur
oleh penganut agama tertentu, melainkan sebuah ide.” Senator Bernie Sanders
juga menambahkan bahwa tidak seharusnya siapapun menilai calon kandidat
Presiden AS dari agama, warna kulit, ras, dan sebagainya, melainkan dari
idenya, cara berpikirnya.[69]
Respon mengejutkan datang
dari Yusuf, seorang anak berusia 12 tahun yang mengunggah video sebagai
tanggapan atas pernyataan Ben Carson. Dalam video yang berdurasi 2 menit 20
detik itu, Yusuf menjelaskan berbagai isu, mulai dari Iran dan kebijakan
politik AS yang berkaitan, hingga program Michelle Obama tentang makan siang di
sekolah yang menunya dibuat lebih sehat. Yusuf juga mengatakan bahwa kalimat
yang diucapkan oleh Ben Carson tidak pantas untuk keluar dari seorang politisi.
Yusuf sudah bercita-cita menjadi Presiden AS sejak umurnya 3 tahun. Dan dengan
adanya pernyataan Ben Carson, sebagai seorang Muslim, ia merasa cita-citanya
dibunuh. Meski begitu, Yusuf tetap optimis akan cita-cita tersebut. Ia bahkan
menutup speech-nya dengan kalimat “My name is Yusuf Dayur. And guess what? I
don’t care what you say because I’ll become president.”[70]
Perdebatan juga terjadi di
antara akademisi dan penulis serta politisi lainnya, karena pernyataan Ben
Carson yang menganggap bahwa Islam tidak sesuai dengan Konstitusi AS, justru
dianggap salah kaprah oleh sebagian orang lainnya. Dalam Konstitusi, jelas
disebutkan bahwa negara tidak mengijinkan adanya “national beliefs” yang
artinya setiap warga negara berhak memilih atau tidak memilih keyakinan, dan
Amerika tidak akan menjadi negara dengan keyakinan tunggal. Kemudian,
Konstitusi juga secara eksplisit telah menerangkan bahwa setiap orang yang
mengajukan diri untuk masuk ke dalam pemerintahan AS, atau institusi apapun
yang ada di AS, tidak boleh dinilai berdasarkan keyakinan maupun ras dan warna
kulitnya. Dalam komentarnya terhadap kalimat pertamanya sendiri, Ben Carson
menyatakan bahwa Muslim yang dia maksudkan adalah yang “fanatik atau radikal”.
Sedangkan menurutnya, ia akan membuka jalan bagi Muslim yang bersedia
menjunjung nilai-nilai Konstitusi AS di atas nilai-nilai Islam dan bersedia
meninggalkan hukum syariah. Pernyataan tersebut sebenarnya cukup ganjil, coba
kita pikirkan sejenak, penganut agama apapun, jika ia taat, maka ia tidak akan
meletakkan apapun di atas keyakinannya sendiri. Apa yang diucapkan Ben Carson
terdengar tidak masuk akal. Lagipula, berkebalikan dengan pendapatnya sendiri,
Konstitusi justru tidak mempersoalkan keyakinan dalam pencalonan kandidat
institusi apapun[71]
Dari banyaknya respon terhadap kasus Ahmed dan Carson, dapat dilihat
bahwa masyarakat Amerika terbagi menjadi dua kelompok besar. Satu kelompok yang
masih terbayang-bayang oleh kejadian 9/11 sehingga masih tetap menganggap bahwa
apapun atau siapapun yang berkaitan dengan Islam adalah “musuh”,”berbahaya’,
“ekstrem”, dan sebagainya. Kelompok ini adalah orang-orang yang mendukung
penangkapan Ahmed, just in case he really is a terrorist and the clock he
built is really a bomb. Selain itu, kelompok ini juga barangkali sependapat
dengan Carson (meskipun hanya sedikit respon positif atas pernyataan Carson).
Kelompok kedua, yang terdiri dari sebagian besar warga Muslim di negara-negara
bagian di seluruh Amerika, pelajar dan mahasiswa, politisi, dan akademisi serta
kalangan terpelajar, akan lebih mudah membuka mata atas kedua kejadian tersebut
dan mempelajari sendiri pelajaran apa yang dapat diambil dari kedua kasus
tersebut, serta bagaimana kemudian menyikapi warga Muslim di Amerika. Salah
satu opini datanng dari Douglas Murray. Ia menulis di blognya, bahwa
kasus-kasus Islamophobia semacam itu sebenarnya justru akan membantu
orang-orang dalam memahami Islamophobia sendiri, tanpa harus “dibimbing” oleh
politisi untuk berpikir. Dalam beberapa survey pemilih untuk pemilu 2016,
terlihat bahwa angka pemilihan untuk Capres yang beragama Islam cukup tinggi.
Jadi, kasus Islamophobia tersebut sebenarnya justru menguatkan dukungan atas
kehidupan Muslim di Amerika Serikat, terlepas dari sikap sebagian politisi dan
kelompok-kelompok kepentingan lainnya.
6. Islamophobia dan Politik AS
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kasus Park 51 menyeruak di lingkungan sosial,
maka penting untuk mengajukan pertanyaan apakah sekarang ini Amerika Serikat
masih mengalami islamophobia? Dan apakah pemerintah sudah melakukan usaha-usaha
untuk setidaknya mengurangi sentimen terhadap kaum Muslim? Todd Green memberikan
beberapa indikator untuk menganalisis seberapa tinggi angka sentimen tersebut[72]
Pertama, data FBI
Reports menyebutkan bahwa angka kebencian terhadap umat Muslim lima kali
lebih tinggi dibandingkan setelah kejadian 9/11. Kedua, organisasi Pew Center's Forum on Religion and Public
Life menyebutkan bahwa konflik yang terjadi karena pembangunan masjid meningkat
sejak peristiwa Park 51. Ketiga,
prinsip pengawasan dan profiling FBI
yang terlalu berlebihan menunjukkan ketidakselektifan dalam hal mengungkap
jaringan terorisme. Kasus tertangkapnya tiga pria dari Brooklyn yang diduga
terkait dalam jaringan ISIS akhirnya tidak ditemukan bukti kuat yang mendukung
kecurigaan FBI. Keempat, mengenai politik yang dilancarkan beberapa calon
presiden cenderung memojokkan kaum Muslim. Dalam salah satu debat Grand Old Party(GOP),Newt Gingrich
bahkan membandingkan kaum Muslim dengan NAZI. Menurut Gingrich, kaum Muslim
berusaha menginfiltrasi wilayah Amerika Serikat untuk menerapkan hukum syariah
dan menganggapnya sebagai sebuah ancaman mematikan terhadap prinsip kebebasan
Amerika Serikat. Pendapat ini juga didukung oleh Ted Cruz yang menyebutkan
bahwa hukum syariah membawa Amerika Serikat ke persoalan yang lebih besar.
Gerakan untuk menentang hukum syariah ini bahkan sudah meluas ke beberapa
negara bagian. David Yerushalmi adalah orang yang menginisiasi gerakan ini pada
tahun 2010 di Oklahoma. Setidaknya, telah ada delapan negara bagian yang
mengumumkan larangan hukum syariah. Kekhawatiran anti-Muslim ini kami anggap
sebagai sesuatu yang terlewat batas karena tidak ada bentuk nyata bahwa
nantinya hukum syariah akan menggantikan Konstitusi Amerika Serikat. Terlebih
lagi, populasi kaum Muslim yang hanya 1% dari jumlah penduduk tidak memiliki
cukup kekuatan untuk menggeser hukum bahkan ideologi Amerika Serikat yang
sekarang berlaku. Kelima, provokasi melalui beberapa event seperti "Draw
Muhammad" untuk menarik perhatian media terus dilakukan. Melalui dalih
kebebasan berekspresi, mereka justru memantik emosi kaum Muslim. Tindakan
serupa juga terjadi di industri perfilman Hollywood. Film seperti Argo, Zero Dark Thirty, dan American
Sniper diduga telah menyebarkan islamophobia secara viral.Berdasarkan lima
indikator di atas, terbukti bahwa islamophobia masih ada di Amerika Serikat.
Namun sayangnya, negara sebagai pemegang otoritas tertinggi belum mampu
mengambil langkah efektif untuk mengurangi sentimen terhadap kaum Muslim.
Merujuk pada kasus Ahmed
Muhammed dan pidato Ben Carson, terlihat begitu jelas sentimen terhadap umat
Muslim yang ada di Amerika Serikat.Islamophobia atau ketakutan tak mendasar
atas kaum Muslim memang diakui melanda Amerika Serikat. Hal ini dapat kita
lihat dari data yang dirilis Council on
American-Islamic Relations mengenai pihak-pihak mana saja yang menyebarkan
kampanye islamophobia. Pihak tersebut antara lain Abstraction Fund yang pada tahun 2012 menghibahkan dana sebesar USD
1.982.930 kepada kelompok yang konsisten mempromosikan islamophobia di Amerika
Serikat[73].American Public Policy Alliance (APPA)
juga merupakan pihak yang secara agresif menuntut diberlakukannya undang-undang
anti-Islam. Meskipun gerakan untuk menyerukan islamophobia terlihat begitu
jelas, pemerintah Amerika Serikat tidak melakukan langkah konkrit untuk
menghentikannya.
Ahmed Muhammed yang ayahnya
berasal dari Sudan harus merasakan ketakutan masyarakat terhadap dirinya hanya
karena namanya ada kata Mohammed-nya. Hal ini dipertegas dengan komentar dari
Dewan Hubungan Amerika-Islam, Alia Salem, yang menganggap bahwa ketakutan ayah
Ahmed mungkin tepat dan menganggap kasus Ahmed tidak akan dipertanyakan bila namanya
tidak mengandung unsur Islam.[74]
Melihat kasus Ahmed ini, Gedung Putih menunjukkan
perhatiannya khususnya terhadap kaum-kaum minoritas seperti Islam. Bahkan dalam
satu kesempatan, Obama mengundang Ahmed untuk bertemu dengannya.
Sedangkan dalam kasus Ben Carson, Gedung Putih pada
hari Senin (21/09/2015) menegur keras kandidat Partai Republik tersebut perihal
komentar kontroversial tentang Muslim yang memicu reaksi luas di kalangan
masyarakat. Kekecewaan pemerintah Amerika Serikat yang berada di bawah kekuasaan
Partai Demokrat juga diperparah oleh
sikap Partai Republik yang tidak memberi sanksi nyata atas pernyataan
Carson.Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, mengatakan bahwa pendapat yang
disampaikan Carson tidak sesuai dengan nilai-nilai mayoritas warga Amerika
Serikat dan tidak relevan dengan isi konstitusi yang menjamin kebebasan
beragama. Padahal, Amandemen Pertama Konstitusi AS menjamin kebebasan beragama
sementara Pasal VI menyatakan "tidak akan pernah diperlukan tes agama
sebagai kualifikasi untuk setiap kantor atau wakil rakyat di Amerika
Serikat"[75]
Bagaimanapun, Gedung Putih menganggap isu tersebut sebagai isu yang sensitif
dan apabila tersebar lebih jauh lagi akan merusak citra pemerintahan Obama.
Tindakan pemerintah Amerika Serikat untuk tidak mencampuri
lebih jauh urusan kepercayaan atau setidaknya mengeluarkan undang-undang yang
secara efektif mengurangi sentimen kaum Muslim bisa dipahami melalui Konstitusi
itu sendiri. Amerika Serikat sebagai negara liberal memiliki prinsip bahwa
kebebasan warga negaranya harus dijunjung tinggi.Namun, pada prakteknya
kebebasan tersebut tidak dilakukan secara bertanggung jawab bahkan mengorbankan
pihak lain. Hal inilah yang menyebabkan isu Islamophobia tidak terlalu membawa
pengaruh ke level decision-makers. Amandemen
Pertama Konstitusi menyebutkan, “congress
shall make no law respecting an establishment of religion”, yang
dipersepsikan Thomas Jefferson sebagai upaya pemisahan antara agama dengan
negara. Negara tidak boleh berpihak atau mendukung kepada salah satu kaum
pemeluk agama tertentu. Amerika Serikat menganggap hal ini sebagai langkah
untuk memberi toleransi antar umat beragama. Selama praktik agama tidak
mengganggu hak orang lain, hal itu masih bisa diterima. Tetapi akan lain halnya
apabila sikap toleransi ini disalahpahami sebagai sikap yang tidak memberi
akomodasi apapun demi kepentingan umat beragama. Posisi Amerika Serikat ini
bisa dikatakan penuh resiko. Alienasi kaum Muslim pada akhirnya hanya akan
merugikan usaha Amerika Serikat untuk memberantas gerakan-gerakan radikal. Jika
Amerika Serikat tidak melakukan aksi nyatanya untuk mengurangi islamophobia,
maka prinsip fundamental mengenai kebebasan beragama yang sejak awal berdirinya
negara terus menerus digaungkan hanya akan menjadi sesuatu yang normatif.
BAB III
KESIMPULAN
A. Penutup
Islam adalah salah satu agama Samawi yang
diturunkan dari langit berkarakter monoistik, yakni menyembah satu Tuhan.
Diantara kesamaan tersebut adalah Islam, Kristen, maupun Yahudi mempunyai satu
nenek moyang yang sama yakni dari Ibrahim. Dari keturunan Ibrahim tersebutlah
yang akan melahirkan beberapa ajaran-ajaran yang sampai sekarang konsistensi
kepercayaannya masih dianut oleh hampir seluruh penganut agama di bumi. Yang
pada perkembangannya sudah menyebar ke berbagai pelosok penjuru dunia salah
satunya adalah benua Amerika yang ditemukan oleh Cristopher Colombus pada 1492.
Dengan penemuan benua baru tersebut, mengkibatkan
orang-orang Eropa berbondong-bondong untuk mencari sumber kehidupan yang baru
disamping tujuan awal mereka adalah untuk mencari keuntungan yang
sebanyak-banyaknya. Dengan penemuan tersebut disamping untuk mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya mereka juga ingin menyebarkan ajaran yang dianut oleh
masyarakat Eropa untuk membuat penduduk pribumi menganut agama Kristen. Dalam
kasus tersebut dikatakan bahwa teori Gold, Glory, dan Gospel
tentang motif utama orang Eropa mencari wilayah-wilayah kosong yang menurut
mereka adalah pada intinya ingin menyebarkan agama Kristen, mencari kejayaan,
dan kekayaan.
Inilah yang terjadi di benua Amerika khususnya di
Amerika Utara yang sebagian besar wilayahnya adalah Amerika Serikat. Negara
tersebut adalah negara dengan mayoritas penduduknya adalah para imigran dari
berbagai negara baik dari Eropa, Afrika Utara, Asia Timur, Asia Barat dan
daerah lain. Dengan masuknya berbagai imigran dari campuran budaya tersebut
membuat Amerika adalah negara yang menganut prinsip liberal. Kebebasan yang
dicetuskan oleh beberapa pemimpin Amerika tidak berbanding apa yang dialami
oleh beberapa imigran yang menganut agama Islam. Dengan mayoritas penduduk
Amerika adalah beragama Kristen, maka agama-agama lain adalah minoritas yang
mengakibatkan kebijakan-kebijakan pemerintah pun tidak mendukung agama lain
dalam berbagai hal.
Apalagi ketika peristiwa 11 September 2001, pihak
pemerintah Amerika beranggapan bahwa aktor utama dalam peristiwa tersebut adalah
umat Islam. Dengan anggapan negatif terhadap umat Islam tersebut mengakibatkan
umat Islam merasa paling dirugikan. Yang menghasilkan beberapa
peristiwa-peristiwa lainnya terutama efek negatif yang ditimbulkan oleh
peristiwa 11 September 2001.
Salah satu hal yang paling menonjol adalah adanya
Islamophobia yang terjadi oleh mayoritas penduduk Amerika Serikat yang beragama
Kristen. Kekhawatiran tersebut sebenarnya adalah hanya sebuah trauma psikologis
yang sudah berabad-abad terjadi khususnya semenjak perang Salib pertama kali
terjadi antara umat Islam melawan Kristen Eropa. Dan sampai sekarang sentimen
tersebut masih dirasakan oleh umat Kristen di Amerika Serikat yang mayoritas
penduduknya adalah agama Kristen.
Islamophobia yang terjadi di Amerika hanyalah sebuah
ilusi yang dirasakan oleh umat Kristen di Amerika. Kenyataannya apa yang
dirasakan oleh umat Kristen hanyalah sebuah beban psikologis yang tidak bisa
dilupakan dalam ingatan mereka sehingga apa yang terjadi dalam konteks
peristiwa tersebut hanya dilakukan oleh orang-orang yang mengaku dirinya
penganut Islam tetapi hanya sebatas penganut saja. Inilah salah satu klaim yang
dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat bahwa agama Islam membawa pengaruh
negatif di Amerika. Namun, dengan serangan yang bertubi-tubi yang dialamatkan
kepada agama Islam rakyat Amerika mulai tertarik dengan Islam. Karena mereka
mulai penasaran dengan apa yang dilakukan oleh penguasa baik melalui media
elektronik, surat kabar, dan lain sebagainya.
Seharusnya dengan peristiwa tersebut menjadikan agama
Islam menjadi agama yang terpojok dalam hal penganutnya namun sebaliknya,
adanya peningkatan yang luar biasa dari penduduk yang ingin mengetahui,
mempelajari Islam sehingga rakyat Amerika yang dahulunya menganut Kristen ada
yang tertarik dan berbai’at menjadi pengikut Muhammad. Inilah salah satu
keistimewaan Islam yang ada di Amerika Serikat yang sampai sekarang menjadi
fenomena yang luar biasa yang terjadi di Amerika Serikat.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku dan Jurnal
Abdullah,
Aslam dan Hathout, Gasser. (2003). The American Muslim Identity, Speaking
for Ourselves. Los Angeles: Multimedia Vera International.
Achmad Hidayat, Asep. (2017).
Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara. Bandung : Pustaka
Rahmat.
Ali, Mukti. (1990). Muslim Bilali dan Muslim Muhajir di Amerika
Serikat. Jakarta: Haji Masagung.
Ansary, Tamim. (2010). Destiny
Distrupted: A History ot World through Islamic Eyes: (Terj) Yulianto Liputo dengan judul `Dari
Puncak Bagdad Sejarah Dunia Versi Islam Cet.
I. Jakarta: Penerbit Zaman.
Barbara, Bardes. (2012). Mack Shelley, dan Steffen Schmidt. American Government and Politics Today.
Boston: Wadsworth Political Science.
Barboza, Steven. (2006). Jihad Gaya Amerika, (Bandung :
Mizan, 2006).
Beverley, James A. (2003). Islamic Faith In America. New York: Facts
On File,Inc.
Birdsall, Stephen S. Dan Florin, John. (1992). Garis Besar Geografi Amerika. Michigan: John Willey & Sons.
Elhady, Aminullah. (2015). Perkembangan Islam di Amerika. Jember
: Jurnal Al-Hikmah.
Esposito, John L. (2008). The Oxford Encyclopedia of the modern
Islamic world. (terj). Jakarta : Mizan.
Gerges, Fawaz A. (2002). American and
Political Islam Cet I, (Ter) Kili Prionggodgigo dan Hamid basyaib. Jakarta: Alfavet.
Gordon, Milton M. (1964). Assimiliation in America Life, the
role of race, religion, and national origin. New york : Oxford University
Press.
Hasbullah, Moeflich. (2008). Islam di Amerika : sebuah keajaiban bernama
9/11. Bandung : Pikiran Rakyat.
Hasyim, Fuad. (2018). Gerakan Filantropi Islam di Amerika. Depok
: Jurnal Studi Al-Qur’an Vol. 14 No. 1.
Hefner, Robert W. (Ed), (t.t).
The politics of Multiculturalism : Pluralism and citizenship in Malaysia,
Singapore and Indonesia”. USA : Hawai University Press.
Husaini, Adian. (2001). Jihad Osama versus Amerika Cet I . Jakarta
: Gema Insani Press.
Juergensmeyer, Mark. (2009). Terror in the Mind of God: the
Global Rise of Religious Violence. Los Angeles: University of California
Press.
Khalik, Subehan. (2015). Sejarah Perkembangan Islam di Amerika.
Makassar : Jurnal Al-Daulah.
Kettani, Ali. (2005). Minoritas
Muslim. Jakarta: Rajawali Pers.
Kohut, Andrew. (2007). Muslim Americans Middle Class and
Mostly Mainstream. America: Pew Research Center.
LDFE.UI, (1981). Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: FE.UI.
Lapidus,
Ira M. (Penj). (1997). Gufron A. Mas’adi, Gufron A. Sejarah Sosial Umat
Islam bagian ketiga. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Milton M, Gordon. (1964). Assimiliation In America Life, the
role of race, relogion, and national origin. Newyork : Oxford University
Press.
Pearl, Mariane. dan Crichton, Sarah. (2008). A Mighty Heart : the Inside History of the
Al-Qaeda Kidnapping Danny Pearl, (Ter.)Hilmi Akmal, Hilmi. Bandung : PT.
Mizan Publika
Rahman, Taufik dkk. (2008). Dalam Obama tentang Israel, Islam
dan Amerika Cet III, Bandung : Mizan Media Utama.
Smith,
Jane I. (Terj) Zuraida, Siti. (2004). Islam
di Amerika. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Smith, John. (1967). "Heaven
and Earth Never Agreed Better to Frame a Place for Man'sn Habitation",
dalam L. Stoddard, The New of Islam. London: Cambridge University.
Targonski, Rosalia. (t.t). (ed),
Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat. Kantor Informasi Internasional Departemen Luar
Negeri Amerika Serikat.
Thohir, Ajid. (2002). Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam Cet I. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Yinger, J. Milton. (1965). A Minority group in America Society.
Newyork : Mc Graw, Inc.
Yousif, Ahmad. (2000). Minorities and religious freedom : A
Challenge to Modern theory of pluralism. Jakarta : Jurnal of Muslim minority
Affairs Vol. 20, No. 1.
Widada, R.H. (2007). Bush dan Hitler; Algojo paling mematikan di
Abad Modern Cet I. Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka.
B.
Internet
http://wapedia.mobi/id/Amerika_Serikat?t=8, diunduh pada tanggal 20
Maret 2018 pukul 09:00.
https://www.google.co.id/search?q=peta+Amerika+utara&authuser=1&source.
Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 09:00
http://wapedia.mobi/id/Amerika_Serikat?t=8, diunduh pada
tanggal 20 Maret 2018 pukul 09:30
http://wapedia.mobi/id/Amerika_Serikat?t=8, diunduh pada
tanggal 20 Maret 2018 pukul 09:30
Yousuf Mroueh, Muslim in the Americas Before Columbus, (E-book).
diunduh pada 20 Maret 2018 pukul 21:35.
Http://Www.Globalmuslim.Web.Id/2013/12/Ummat-Islam-Lima-Abad-Di-Amerika.Html.
Di akses pada 20 Maret 2018 pukul 19:11.
Elise Aymer, The American Muslim Political Renaissance, (dalam
http://www.yale.edu.com). Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 14:00.
http://www.cair.com/AmericanMuslims/antiterrorism.aspx. diakses
pada 21 Maret 2018 pukul 17:00
http://www.cair.com/ArticleDetails.aspx?. Diakses pada 21 Maret
2018 pukul 17 :00
Religious Landscape Study, hasil survei pada 4 Juni s.d. 30
September 2014. Diunduh pada 21 Maret 2018 pukul 17:30.
The Global Muslim Population: Projections for 2010-2030” The Pew
Research Center. January 27, 2011 . diunduh pada 21 Maret 2018 pukul 17:30.
www.theguardian.com/world/2010/aug/03/mosque-9-11-site. Diakses
pada tanggal 21 Maret 2018 pukul 21:00.
http//.Islamophobia_amerika_sebuahkenyataan//teks.com. diakses pada
21 Maret 2018 pukul 21:00
http//www.Iiit.moslem_society.org/Portals/0/news%20text/Islamophobia-M.Nimer.diakses
pada 21 Maret 2018 pukul 21:03
http//www.Iiit.org/Portals/0/news%20text/Islamophobia-M.Nimer.pdf.
diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:05
CNN, Ben Carson: U.S. shouldn't elect a Muslim president (daring),
21 September 2015, <http://edition.cnn.com/2015/09/20/politics/ben-carson-muslim-president-2016/>,diakses
pada 21 Maret 2018.
The Guardian, Ben Carson says no Muslim should ever become US
president (daring), 20 September 2015,
<http://www.theguardian.com/us-news/2015/sep/20/ben-carson-no-muslim-us-president-trump-obama>,
diakses pada 21 Maret 2018.
New York Post, Ben Carson: American’s President Cannot Be A Muslim
(daring), 21 September 2015 , <http://nypost.com/2015/09/20/ben-carson-a-us-president-cannot-be-muslim/>,
diakses tanggal 21 Maret 2018.
https://twitter.com/anildash/status/644020453724585984/photo/1,
diakses 21 Maret 2018.
M. McLaughlin,’Keith Ellison, First Muslim Congressman,
Carries Clock in Solidarity with
Ahmed.’, HUFFPOST POLITICS (online), 16 September 2015,
<http://www.huffingtonpost.com/entry/keith-ellison-carries-clock-ahmed-mohamed_55f9e9a4e4b00310edf5ae14>,
diakses tanggal 18 Maret 2018.
M. Teague, ‘Ahmed Mohamed is tired, excited to meet Obama, -and
wants his clock back.’, theguardian (online), 18 September 2015,
<http://www.theguardian.com/us-news/2015/sep/17/ahmed-mohamed-is-tired-excited-to-meet-obama-and-wants-his-clock-back>,
diakses tanggal 19 Maret 2018.
A. Alman,‘Hillary Clinton Shuts Down Ben Carson Comments On Muslim
President Eligibility’, HUFFINGTON POLITICS (online), 21 September 2015,
<http://www.huffingtonpost.com/entry/hillary-clinton-ben-carson-muslim-president_56002c4ae4b08820d9196626>,
diakses 21 Maret 2018 pukul 21:45
M. Ibrahim, ‘Never a Muslim President? Minessota Boy, 12, tells Ben
Carson He’s Wrong’, MPRnews(online),23September2015,<http://www.mprnews.org/story/2015/09/23/video-response-muslim-president>,
diakses 19 Maret 2018.
C. Farias, ‘Ben Carson Is Dead Wrong About Muslim President And The
Constitution: The Founders said no to a national faith and no to religious tests
for public office.’, HUFFPOSTPOLITICS(online),27September2015,<http://www.huffingtonpost.com/entry/ben-carson-constitution
muslims_560032c2e4b0fde8b0cf0ee0>, diakses 19 Maret 2018.
Green, Todd. Is America Becoming More Islamophobic?. 26 Juni 2015.
http://www.huffingtonpost.com/todd-green-phd/is-america-becoming-more-_b_7658942.html.
diakses 21 Maret 2018.
CAIR. Islamophobic Organizations. 16 Juli 2015 http://www.islamophobia.org/islamophobic-organizations.html.
Diakses 19 Maret 2018.
[1] Asep Achmad
Hidayat, Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara, (Bandung :
Pustaka Rahmat, 2017), hlm. 2
[2] Aminullah
Elhady, Perkembangan Islam di Amerika, (Jember : Jurnal Al-Hikmah,
2015), hlm. 74.
[3] Stephen
S, Birdsall, Dan John Florin, Garis Besar Geografi Amerika. (Michigan:
John Willey & Sons, 1992).hlm.3.
[5] Ibid., hlm. 16.
[6]Taufik Rahman
dkk, Dalam Obama tentang Israel, Islam dan Amerika Cet III, (Bandung :
Mizan Media Utama, 2008), hlm 33.
[7] John Smit, "Heaven and Earth Never
Agreed Better to Frame a Place for Man'sn Habitation", dalam L.
Stoddard, The New of Islam (London:
Cambridge University, 1967), h. 21
[9] Ibid.,
hlm. 22-23.
[10] Rosalia Targonski (ed), Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat (t.t.: Kantor Informasi
Internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, t.th), hlm. 23
[11] Subehan
Khalik, Sejarah Perkembangan Islam di Amerika, (Makassar : Jurnal
Al-Daulah, 2015), hlm. 427.
[12]Lihat:
https://www.google.co.id/search?q=peta+Amerika+utara&authuser=1&source.
Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 09:00
[13] Ajid
Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di
Kawasan Dunia Islam Cet I, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 318-319
[15]
Tamim Ansary, Destiny Distrupted:
A History ot World through Islamic Eyes: (Terj) Yulianto Liputo dengan judul
`Dari Puncak Bagdad Sejarah Dunia Versi
Islam Cet. I, (Jakarta: Penerbit Zaman, 2010), hlm. 505-523.
[16]
Fawaz A. Gerges, American and
Political Islam Cet I, (Ter) Kili Prionggodgigo dan Hamid basyaib, (Jakarta: Alfavet, 2002), hlm. 4
[17] Aslam Abdullah dan Gasser
Hathout, The American Muslim Identity, Speaking for Ourselves, (Los
Angeles: Multimedia Vera International, 2003), hlm. 19
[18] Yousuf Mroueh,
Muslim in the Americas Before Columbus, (E-book). diunduh pada 20 Maret
2018 pukul 21:35.
[19] Ibid.,
hlm, 26.
[20] Abdullah dan
Hathout., loc.Cit., hlm. 21
[21] John L.
Esposito, The Oxford Ensiklopedia of the Modern Islamic World. (Terj),
(Jakarta : Mizan, 2000), hlm. 333.
[22] Ibid.,
hlm. 334.
[23]
Http://Www.Globalmuslim.Web.Id/2013/12/Ummat-Islam-Lima-Abad-Di-Amerika.Html. Di akses pada
20 Maret 2018 pukul 19:11.
[24] John L.
Esposito., Loc. Cit., hlm. 335.
[25] Mukti Ali, Muslim
Bilali dan Muslim Muhajir di Amerika Serikat, (Jakarta: Haji Masagung,
1990), hlm. 2-3.
[26] Gordon Milton
M, Assimiliation In America Life, the role of race, relogion, and national
origin, (Newyork : Oxford University Press, 1964), hlm. 98.
[27] LDFE.UI, Dasar-Dasar Demografi, (Jakarta: FE.UI,
1981).hlm.16.
[28] Ajid,Thohir.
Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia
Islam. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009). hlm.320.
[30] Ira M.
Lapidus, (Penj). Gufron A. Mas’adi, Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 174.
[32] Ibid.,
hlm. 78
[34] Ibid., hlm. 286.
[35] Fuad Hasyim, Gerakan
Filantropi Islam di Amerika, (Depok : Jurnal Studi Al-Qur’an Vol. 14 No. 1,
2018), hlm. 17.
[36]J.
Milton Yinger, A Minority group in America Society, (Newyork : Mc Graw,
Inc, 1965), hlm. 22-25
[37] John L.
Esposito, The Oxford Encyclopedia of the modern Islamic world. (terj)
(Jakarta : Mizan, 2008), hlm. 65.
[38] Ibid.,
hlm. 31.
[39] Ahmad Yousif, Minorities
and religious freedom : A Challenge to Modern theory of pluralism, (Jakarta
: Jurnal of Muslim minority Affairs Vol. 20, No. 1, 2000), hlm. 31.
[40] Milton M.
Gordon, Assimiliation in America Life, the role of race, religion, and
national origin, (New york : Oxford University Press, 1964), hlm. 85.
[41]Robert W. Hefner
(Ed), The politics of Multiculturalism : Pluralism and citizenship in
Malaysia, Singapore and Indonesia”, (USA : Hawai University Press, 2001),
hlm. 2-3
[42] Fareed H.
Numan, The Population in the United States, (A “Brief Statement”,
December, 1992), hlm. 55
[43]Jumlah Imigran
terbesar pada gelombang ketiga ialah orang-orang Palestina yang terusir dari
negerinya akibat terbentuknya negara Israel, orang Mesir dimasa pemerintahan
Gamal Abdul Nasser, orang Irak dan muslim dari Eropa Timur yang bermigrasi akibat
tekanan penguasa komunis. Sedangkan Imigran pada gelombang keempat mayoritas
adalah orang terdidik dan banyak dipengaruhi budaya Barat.
[44] Steven
Barboza, Jihad Gaya Amerika, (Bandung : Mizan, 2006), hlm. 39.
[45]Elise Aymer, The American
Muslim Political Renaissance, (dalam http://www.yale.edu.com). Diakses pada 21 Maret 2018
pukul 14:00
[46] Jane I Smith,
(Terj) Siti Zuraida, Islam di Amerika, (Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia, 2004), hlm, 118.
[47] RH. Widada,
Bush dan Hitler; Algojo paling mematikan di Abad Modern Cet I,
(Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka, 2007), hlm. 91
[48] Mariane Pearl
dan Sarah Crichton, A Mighty Heart : the Inside History of the Al-Qaeda
Kidnapping Danny Pearl, (Ter.)Hilmi Akmal, (Bandung : PT. Mizan Publika,
2008), hlm. 22
[49] Adian Husaini,
Jihad Osama versus Amerika Cet I (Jakarta : Gema Insani Press, 2001),
hlm. 150.
[50] Mark
Juergensmeyer, Terror in the Mind of God: the Global Rise of Religious
Violence, (Los Angeles: University of California Press, 2009), hlm.
148.
[51] Andrew Kohut,
Muslim Americans Middle Class and Mostly Mainstream, (America: Pew Research
Center, 2007), hlm. 4
[52]
http://www.cair.com/AmericanMuslims/antiterrorism.aspx. diakses pada 21
Maret 2018 pukul 17:00
[54] Religious
Landscape Study, hasil survei pada 4 Juni s.d. 30 September 2014. Diunduh pada
21 Maret 2018 pukul 17:30
[55] “The Global
Muslim Population: Projections for 2010-2030” The Pew Research Center.
January 27, 2011 . diunduh pada 21 Maret 2018 pukul 17:30.
[56] Moeflich
Hasbullah, Islam di Amerika : sebuah keajaiban bernama 9/11, (Bandung :
Pikiran Rakyat, 2008), hlm. 1
[57] Ibid.,
hlm. 2-6.
[58] Ibid.,
hlm. 7.
[59] www.theguardian.com/world/2010/aug/03/mosque-9-11-site. Diakses pada
tanggal 21 Maret 2018 pukul 21:00
[60] http//.Islamophobia_amerika_sebuahkenyataan//teks.com.
diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:00
[61]
http//www.Iiit.moslem_society.org/Portals/0/news%20text/Islamophobia-M.Nimer.diakses
pada 21 Maret 2018 pukul 21:03
[62]
http//www.Iiit.org/Portals/0/news%20text/Islamophobia-M.Nimer.pdf.
diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:05
[63]CNN, Ben Carson:
U.S. shouldn't elect a Muslim president (daring), 21 September 2015, <http://edition.cnn.com/2015/09/20/politics/ben-carson-muslim-president-2016/>, diakses pada 21 Maret 2018.
[64] The Guardian, Ben
Carson says no Muslim should ever become US president (daring), 20
September 2015, <http://www.theguardian.com/us-news/2015/sep/20/ben-carson-no-muslim-us-president-trump-obama>, diakses pada 21 Maret 2018.
[65]
New York Post, Ben
Carson: American’s President Cannot Be A Muslim (daring), 21 September
2015 , <http://nypost.com/2015/09/20/ben-carson-a-us-president-cannot-be-muslim/>, diakses tanggal 21 Maret 2018.
[67]M. McLaughlin,’Keith Ellison, First Muslim
Congressman, Carries Clock in
Solidarity with Ahmed.’, HUFFPOST POLITICS (online), 16 September 2015,
<http://www.huffingtonpost.com/entry/keith-ellison-carries-clock-ahmed-mohamed_55f9e9a4e4b00310edf5ae14>, diakses tanggal 18 Maret 2018.
[68] M. Teague, ‘Ahmed Mohamed is tired, excited to meet
Obama, -and wants his clock back.’, theguardian (online), 18 September
2015, <http://www.theguardian.com/us-news/2015/sep/17/ahmed-mohamed-is-tired-excited-to-meet-obama-and-wants-his-clock-back>, diakses tanggal 19 Maret 2018.
[69]A. Alman,‘Hillary Clinton Shuts Down Ben
Carson Comments On Muslim President Eligibility’, HUFFINGTON POLITICS
(online), 21 September 2015, <http://www.huffingtonpost.com/entry/hillary-clinton-ben-carson-muslim-president_56002c4ae4b08820d9196626>, diakses 21 Maret 2018 pukul 21:45
[70] M. Ibrahim, ‘Never a Muslim President?
Minessota Boy, 12, tells Ben Carson He’s Wrong’, MPRnews (online), 23 September
2015, <http://www.mprnews.org/story/2015/09/23/video-response-muslim-president>, diakses 19 Maret 2018.
[71] C. Farias, ‘Ben Carson Is Dead Wrong About Muslim
President And The Constitution: The Founders said no to a national faith and no
to religious tests for public office.’, HUFFPOST POLITICS (online), 27
September2015,<http://www.huffingtonpost.com/entry/ben-carson-constitution muslims_560032c2e4b0fde8b0cf0ee0>, diakses 19 Maret 2018.
[72]Green, Todd. Is
America Becoming More Islamophobic?. 26 Juni 2015. http://www.huffingtonpost.com/todd-green-phd/is-america-becoming-more-_b_7658942.html. diakses 21 Maret 2018.
[73]CAIR. Islamophobic Organizations. 16 Juli
2015. http://www.islamophobia.org/islamophobic-organizations.html. Diakses 19
Maret 2018.
[74]Salem, Alia. Ahmed
Mohamed dan Islamophobia di Amerika Serikat. 17 September 2015. http://www.aktualita.co/ahmed-mohamed-dan-islamophobia-di-amerika-serikat/5267/. diakses 21 Maret 2018
[75]
Bardes,
Barbara, Mack Shelley, dan Steffen Schmidt. American
Government and Politics Today. (Boston: Wadsworth Political Science, 2012),
hlm.115
Post a Comment
silahkan berkomentar bijak dan sesuai dengan topik pembahasan