BREAKING NEWS

Monday, July 9, 2018

Sejarah Islam di Amerika



ISLAM DI AMERIKA
MAKALAH

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Sejarah Islam Modern


DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. H. Sulasman, M.Hum




Oleh:

OLEH :

BUDI SUJATI
2170120003


PRODI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018 M/1439 H

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Sejarah umat Islam merupakan bagian yang dinamis dari pengalaman Islam. Keberhasilan dakwah Islam tidak hanya di Jazirah Arabia saja, tapi dakwah Islam telah merambah ke seluruh pelosok dunia. Islam bagaikan topan berembus dari padang pasir menembus dinding-dinding jazirah Arabia menemui berbagai daerah dan bangsa yang jiwanya sedang kosong. Islam dalam waktu yang singkat telah menjadi panutan yang hampir di seluruh pelosok dunia dan telah melakukan perubahan yang signifikan pada setiap kebudayaan negeri-negeri atau kawasan yang didakwahkannya. Mengikut pernyataan John Obert Voll, sekarang Islam merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam dunia kontemporer.
Dalam persfektif kebudayaan atau sejarah peradaban, Islam telah menyumbangkan begitu besar terhadap peradaban dunia. Memang secara teoretis, seperti dikatakan oleh Samuel Hutington, bahwa agama, disamping bahasa, sejarah, adat istiadat, institusi, menjadi unsur objektif pembentukan kebudayaan atau peradaban. Kebudayaan, seperti  didefinisikan oleh Cliford Greetz, dan yang lainnya adalah pola yang diturunkan sepanjang sejarah mengenai makna serta simbol-simbol dan juga sebuah kumpulan nilai, kepercayaan, sikap, tatacara, dan gaya hidup yang dianut bersama.[1]
Begitu juga dengan persebaran kebudayaan atau sejarah peradaban, Islam juga telah menyebar jauh ke negeri-negeri baru seperti benua Amerika. Benua dengan berbagai ras dan suku bangsa tersebut telah menarik minat dari berbagai bangsa untuk datang kesana, baik dari bangsa Eropa, Afrika, dan Asia. Kedatangan mereka ke benua Amerika telah mempengaruhi tatanan struktur penduduk/masyarakat yang ada disana. Kedatangan bangsa-bangsa tersebut membawa berbagai macam kepercayaan baik itu dari Kristen, Yahudi, Islam, Budha, dan kepercayaan-kepercayaan lainnnya. Salah satu agama yang menarik untuk dikaji adalah mengenai perkembangan Islam di Amerika baik dari segi budaya dan politik.
Keberadaan muslim di Amerika mempunyai sejarah yang panjang, baik ditinjau dari sejak kapan ada orang Muslim pertama kali memasuki Amerika, maupun bagaimana kedatangan orang-orang muslim secara besar-besaran ke Amerika dan Amerika Utara. Memang tidak mudah menelusuri asal-usul keberadaan Muslim di Amerika di masa awal sebab sumber-sumber Amerika sendiri tidak menyebutkan hal tersebut, kecuali dari sumber-sumber sejarah yang ditulis oleh sejarawan Muslim seperti Al-Mas’udi dan Al-Idrisi, yang menyebutkan bahwa sejumlah orang Muslim telah mendatangi tanah yang belum dikenal (unknown territory) itu sekitar abad ke-10 atau 5 abad sebelum Columbus mendarat di benua tersebut.
Sebagai salah satu agama besar dunia zaman ini, Islam sebagaimana agama-agama lain yang tersebar hingga negeri Amerika pun mengalami dinamika dan perkembangan. Bukan hanya komunitasnya yang berkembang, organisasi-organisasi dan pusat-pusat Islam pun mengalami perkembangan. Ada sejumlah institusi Islam seperti Muslim Association, Muslim Student Association, dan Masjid tersebar di hampir semua Negara bagian Amerika Serikat. Demikian juga di Amerika Utara atau Kanada.
Latar belakang keislaman orang-orang Muslim Amerika beragam. Ada yang telah menjadi Muslim sebelum masuk Amerika, ada yang berkonversi menjadi Muslim di Amerika. Bagi kategori pertama, kedatangannya ke Amerika sebagai salah satu bentuk “hijrah”, dalam rangka pengembangan kehidupan duniawi karena Amerika merupakan salah satu Negara yang menjanjikan, sekaligus sebagai perluasan wilayah dakwah yang juga untuk lebih berkembangnya Islam ke belahan dunia lain. Tidak sedikit dari mereka ini berasal dari Timur Tengah termasuk juga dari Afrika, selain mereka yang datang dari beberapa kawasan lain dunia. Sehingga Islam di Amerika memiliki pluralitas etik maupun budaya. Sedangkan untuk kategori kedua, terjadinya konversi atau perpindahan agama disebabkan oleh alasan-alasan yang beragam, yang akan diuraikan kemudian.
Sementara itu perkembangan Islam di Dunia baik secara kuantitatif maupun kualitatif menjadi perhatian Amerika, apalagi banyak Negara Islam yang secara alamiah memiliki kekuatan natural, sebagai Negara-negara produsen minyak dan tambang, yang sangat dibutuhkan oleh Amerika. Karenanya pada saat Dunia didominasi oleh dua Super Power (Amerika Serikat dan Uni Soviet) di masa lalu Islam dapat menjadi kekuatan ketiga yang diperebutkan. Dalam konstelasi politik banyak skenario untuk memperebutkan Dunia Islam, bisa juga dengan cara menciptakan konflik antar Negara Islam. Fenomena ini sudah lama terjadi, setidaknya sejak Revolusi Islam di Iran 1979 hingga waktu mutakhir ini, tidak jarang terjadi ketegangan antar Negara Islam atau konflik internal Negara Islam sendiri. Fenomena demikian tampak cukup jelas, terutapa di Negara-negara yang berada di kawasan Timur Tengah, misalnya Libya, Mesir, Yaman, Syria, yang hingga saat ini masih berada dalam pergolakan internal dan kawasan.
              Momen terbesar dalam sejarah Islam modern adalah tragedi 11 September 2001, yaitu serangan terhadap menara kembar (WTC) World Trade Center di New York dan terhadap pusat militer Amerika, Pentagon. Tragedi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan, sosial, politik, ekonomi, melainkan juga berpengaruh pada perkembangan dakwah Islam di Amerika.[2] Dari berbagai proses asal-usul perkembangan sejarah masuknya Islam di Amerika itu maka kita akan mengetahui bagaimana Islam mulai bersentuhan dengan masyarakat Amerika disana, bagaimana persebarannya hingga kita akan mengetahui sejauh mana perkembangannya hingga saat ini.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana seputar Sejarah di Amerika ?
2.      Bagaimana Migrasi Muslim ke Amerika ?
3.      Bagaimana Dinamika Minoritas Muslim di Amerika ?
4.      Bagaimana kondisi Islam di Amerika dewasa ini ?

C.  Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui Sejarah di Amerika
2.      Untuk mengetahui migrasi Muslim ke Amerika
3.      Untuk mengetahui dinamika minoritas muslim di Amerika
4.      Untuk mengetahui kondisi Islam di Amerika sekarang










BAB II
PEMBAHASAN

A.  Seputar Sejarah Amerika
1.    Kondisi Demografi Amerika
Secara Geografis  Amerika adalah sebuah wilayah yang cukup menarik  dengan keadaan alamnya. Beberapa  wilayah  yang subur menghasilkan beragam hasil pertanian  yang cukup baik. Sebut saja halnya seperti wilayah Florida dengan iklim yang sejuk menghasilkan  jeruk, lemon dan tebu terbaik[3] Hal itu ditambah dengan keadaan kota  New  York yang sibuk dengan lalu  lintas ekonomi, perdagangan dan bisnis, menjadi kota pelabuhan alam terbaik. Amerika mempunyai potensi untuk menjadi pemasok besar  bagi beberapa bahan baku nonpertanian secara internasional dan merupakan pengeksport batu bara terkemuka didunia.
Daerah pedalamannya berupa dataran rendah yang luas , membentang dari teluk Mexico sampai perbatasan Canada dan selanjutnya ke Alaska. Daerah-daerah pedalaman di sepanjang pantai  Central Valley di California, Wilamatte Valley di Oregon dan dataran rendah puget sound di Washington DC, merupakan satu-satunya daerah dataran rendah  terluas di dekat pantai barat.[4] Tanah di daerah ini bagus, sehingga kawasan ini menjadi tulang  punggung pertanian di pantai Pasifik. Di daerah timur dataran rendah terletak deretan gunung Sierra Nevada dan Cascade, serta  ada  beberapa puncak gunung berapi yang masih aktif seperti : Gunung Rainier dan St.Hellen.[5]
              Negara Amerika terbentuk dari 13 bekas koloni Britania Raya yang memerdekakan diri pada tanggal 4 Juli 1776. Setelah itu Amerika berekspansi secara massive. Daerah Louisiana dibeli dari Prancis, lalu Alaska dibeli dari Rusia. Aneksasi dilancarkan ketika itu untuk merebut daerah-daerah milik Mesksiko.[6] Lintas sejarah Amerika Serikat bermula dari kehidupan umat manusia di Amerika Utara yang diperkirakan telah ada sejak tahun 34.000 SM. Namun, mereka membutuhkan waktu ribuan tahun untuk menuju ke Selatan, yakni sebuah daratan yang disebut Amerika Serikat. Diperkirakan mereka sampai ke Amerika serikat ini pada tahun 12.000 SM. Dugaan tersebut diperkuat oleh bukti-bukti sejarah dengan ditemukannya tempat berburu di Alaska Utara.[7]
              Dengan luas wilayah 9,83 juta km2 dan penduduk sebesar 309 juta jiwa, Amerika Serikat adalah negara terbesar ke-3 atau ke-4 berdasarkan total luas wilayahnya dan terbesar ke-3 berdasarkan jumlah penduduk. Negara ini merupakan negara multietnis dan multikultural, yang disebabkan oleh masuknya para imigran dari seluruh dunia. Ekonomi Amerika Serikat merupakan ekonomi yang terbesar di dunia, dengan produk domestik bruto (perkiraan 2008) sebesar 14 triliun $ Dollar AS (seperempat dari PDB dunia berdasarkan nominal dan seperlima berdasarkan paritas daya beli dunia).[8]
Pada awal kolonialisasi bangsa Eropa, Pribumi Amerika yang hidup di Amerika Serikat diperkirakan sejumlah dua sampai 18 juta orang. Populasi berkurang antara lain disebabkan dampak penyakit menular yang dibawa dari Eropa, terutama wabah cacar yang menewaskan banyak sekali orang Indian pada tahun 1600-an. Orang-orang Eropa pertama yang tiba di Amerika Utara yang bisa dibuktikan kehadirannya, adalah kaum Norse (Norwegia) mereka berlayar ke Barat dari Grenndland, tempat si Merah Eric mendirikan sebuah pemukiman sekitar tahun 985 M. Kemudian pada tahun 1600-an, gelombang besar emigrasi dari Eropa ke Amerika Utara terjadi. Selama lebih dari tiga abad, gerakan perpindahan penduduk tumbuh dari hanya beberapa ratus orang Inggris menjadi banjir berjuta- juta pendatang baru.[9]
Ketika mendeklarasikan kemerdekaannya, Amerika memiliki prinsip-prinsip pemerintah yang dilaksanakan secara konsisten dengan mengikuti filosofi dasar kemerdekaan dan kesamaan kedudukan di hadapan hukum. Lebih jelasnya, ketiga landasan tersebut adalah sebagai berikut:
1.   Ketiga badan pemerintahan, legislatif-eksekutif-yudikatif, berbeda dan terpisah satu dengan lainnya. Kekuasaan pada satu badan diimbangi oleh dua badan lainnya. Setiap badan berperan sebagai pengawas terhadap ekses yang potensial muncul dari badan lainnya.
2.   Semua orang sama di depan hukum, dan berhak mendapatkan perlindungan dengannya.
3.   Rakyat memiliki hak untuk mengubah bentuk pemerintah nasional dengan tujuan legal yang terdapat dalam undang-undang.[10]

Secara mendasar, filosofi berfikir dalam trias politica dapat dilaksanakan sepenuhnya, sehingga pembagian kekuasaan melalui tiga lembaga memiliki fungsi untuk saling mengontrol antara satu dengan lainnya. Acuan inilah yang kemudian menjadi modal potensial bagi Amerika untuk eksis dalam  kondisi  bagaimanapun dan di manapun.
Selain bermodal landasan filosofi kenegaraa yang mapan, Amerika ternyata memiliki potensi alam yang cukup kaya sehingga tidak heran jika negara ini dapat mengakselerasi pembangunannya secara cepat. Di antara potensi kekayaan alam yang penulis maksudkan meliputi; minyak, emas, batubara dan mineral lainnya. Letak geografis juga berpengaruh besar terhadap peranan Amerika dalam percaturan dunia. Jika mengamati secara seksama peta dunia, akan didapati bahwa batas geografis Amerika berbatasan lansung dengan Kanada di sebelah Utara, Meksiko di Selatan dan Kuba di arah Tenggara.10 Saat ini hubungan Amerika dengan Kanada dan Meksiko berlansung dalam iklim yang sangat kondusif, namun dengan Kuba tidak demikian halnya. Kuba merupakan tetangga Amerika yang berhaluan komunis dan memiliki rentan sejarah yang amat buruk dengan Amerika, sangat khusus lagi hubungan antara Presiden Fidel Castro dengan para Presiden- Presiden Amerika.[11]




                                                                               *Peta Amerika Utara[12]

 Saat ini jumlah penduduk Amerika sekitar 270 juta jiwa dengan komposisi penduduk beragama Nasrani 55 %, Yahudi 3 %, Muslim 1.5 % dan selebihnya agama-agama lain yang bermacam-macam. Komposisi penduduk yang beragama Islam sebanyak itu merupakan turunan dari berbagai macam etnis yang melakukan migrasi ke Amerika, setidaknya data di bawah ini dapat menjelaskan asal-usul migran muslim Amerika sebagai berikut:

No.
Daerah Asal
Jumlah
1
Eropa Timur
880.000,-
2
Timur Tengah/Afrika Utara
940.000,-
3
Sub Sahara
94.000,-
4
Asia
380.000,-
5
Karibia
13,000,-
6
Amerika-Afrika
1.000.000,-
Jumlah Keseluruhan
3.378.000,-
                                               
                                                           *Sebagaimana dikutip dari Ajid Thohir[13]


Negara ini telah terlibat dalam beberapa perang dunia yang besar, dari perang 1812 menentang Inggris, dan berpakta pula dengan Inggris sewaktu Peang Dunia I dan Perang Dunia II. Pada era 1960-an Amerika terlibat di dalam Perang Dingin menentang kekuatan besar yang lain yaitu Soviet serta pengaruh komunisme. Dalam usaha membendung penularan komunisme di Asia, AS dalam Perang Korea, Vietnam dan terakhir di Afganistan. Selepas kejatuhan dan perpecahan Soviet, AS bangkit menjadi sebuah kekuatan ekonomi dan militer yang terkuat di dunia. Sewaktu tahun 1990-an, AS menobatkan dirinya sebagai polisi dunia dan tentaranya beraksi di Kosovo, Haiti, Somalia dan Liberia dan Perang Teluk Pertama terhadap Irak yang menginvasi Kuwait. Selepas serangan teroris pada 11 September di World Trade Center dan Pentagon, AS melancarkan serangan balasan terhadap Afganistan dan menjatuhkan negara Taliban di sana dan pada tahun 2003 melancarkan Perang Teluk Kedua terhadap Irak untuk menyingkirkan rezim Saddam Husein.[14]

Peranan Amerika sebagai polisi dunia mengundang rasa bermusuhan dengan negara-negara muslim. Bagi kelompok radikal garis keras, peranan Amerika dalam pentas politik dunia sebagai polisi merupakan landasan objektif untuk menyatakan perang dalam bentuk teror. Fakta tersebut sangat beralasan mengingat ajaran Islam dengan sendirinya cukup subur berisi perintah-perintah untuk mempertahankan agama Allah dari serangan dam anjuran untuk berjihad di jalan-Nya. Dendam kesumat umat Islam diawali oleh peranan Amerika dan Sekutu untuk memberi ruang kepada partner strategis mereka Israel.[15] Lebih jauh lagi, keberadaan Amerika selaku sekutu strategis bagi Israel sungguh telah membuahkan sikap yang sangat berhati-hati Amerika terhadap Islam sebagai negara dan sebagai kekuatan politik.
Menanggapi Islam sebagai kekuatan politik, Amerika setidaknya memiliki tiga landasan gerak dan fikir, yaitu :
1.    Amerika tidak ingin terlihat kurang bersahabat dengan negara-negara Islam, karena hal itu akan mengusik Amerika. Para pejabat pemerintah Amerika tidak mau mengulangi kesalahan yang dibuat saat menghadapi revolusi Islam di Iran.
2.    Para pembuat kebijakan luar negeri Amerika terdapat sebentuk ketidakyakinan tentang kemungkinan terjadinya hubungan antara negara Islam dan demokrasi. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat sering dibicarakan dalam lingkup ketegangan dialektika antara dua pola yang berlawanan.
3.    Keraguan secara terbuka mendukung kelompok Islam manapun yang kepentingan regional dan sekutunya.[16]
2.    Pendapat-Pendapat tentang Masuknya Islam ke Amerika
Sesungguhnya Islam sudah sejak lama telah masuk di tanah Amerika, jauh sebelum Christopher Columbus mengklaim menemukan benua tersebut. Ada beberapa tulisan yang pada umumnya bersumber dari para sejarawan Islam terkemuka, seperti Al-Mas‘udi (871-957 M) dalam bukunya Murûj al-Dzahab wa Ma‘âdin al-Jawhar yang menyebutkan bahwa pada masa kekhalifahan Abdullah bin Muhammad (888-912 M) di Andalusia, ada seorang pemuda Muslim bernama Khasykhasy bin Said bin Aswad asal Cordova, memimpin pelayaran dari pantai Delba (Palos) pada tahun 889 menyeberangi samudera Atlantik hingga mencapai daratan yang belum dikenal (ardh majhûlah) dan kemudian pulang kembali dengan membawa harta benda yang menakjubkan. Dalam pendaratannya itu ia sempat kontak dengan penduduk setempat.[17] Dalam peta yang dibuat oleh Al-Mas‘udi daratan Ardh Majhûlah itu adalah Amerika.[18]
Selain itu ada juga pelayaran lain yang dilakukan oleh Ibnu Farrukh dari Granada pada bulan Februari 999 di masa pemerintahan Hisyam III (976-1009). Ibn Farrukh berlayar dari Cadesh menyeberangi Atlantik dan mendarat di Gando kepulauan Canary. Sementara itu Columbus baru melakukan perlayaran dari Delba (Palos) dan mendarat di kepulauan Bahama pada 12 Oktober 1492 di sebuah kampung yang oleh masyarakat setempat disebut Guanahani. Nama Guanahani itu berasal dari suku Mandinka Muslim dari kata “ikhwana” dan “Hani”. Jadi kata Guanahani sesungguhnya bararti Bani Hani.[19]
Ada dugaan kuat sebagaimana disebut Mukti Ali bahwa ketika berlayar yang akhirnya berhasil mendarat di tanah Amerika itu Columbus dipandu oleh pembantu-pembatunya yaitu orang-orang Muslim dari Andalusia (Spanyol) atau Maroko, yang pada masa sebelum itu Andalusia dan Maroko adalah dua wilayah dalam satu kerajaan Dinasti Muwahhidin (Almohads).
Ada beberapa dokumen yang ditemukan di Brazil dan Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa sejumlah suku Mandika Muslim adalah orang-orang yang mula-mula datang di Amerika.[20] Namun terlepas dari fakta sejarah keberadaan orang Muslim di Amerika sebelum negeri itu sendiri lahir, yang perlu diketahui adalah bagaimana Islam datang dan berkembang di Amerika.
Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan muslim yang mencatat perjalanan ke benua Amerika itu adalah Abul Hassan Ali ibnu Al-Hussain Al-Mas’udi (meninggal tahun 957. Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al-Mas’udi (871-957), Khashkhash Ibnu Saeed ibnu Aswad seorang penunjuk arah muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), al-Mas’udi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah ibnu Muhammad (888-912), Khashkhash ibnu Saeed ibnu Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan. Al-Mas’udi juga menulis buku ‘Akhbar Az-Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.[21]
Al-Syarif al-Idrisi (1099-1166), pakar geografi dan ahli pembuata peta, dalam bukunya Nuzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq (Ekskursi dari yang rindu mengharungi Ufuk) menulis, sekelompok pelaut Muslim dari Afrika Utara berlayar mengarungi samudera yang gelap dan berkabut. Ekspedisi yang berangkat dari Lisbon (Portugal) ini, dimaksudkan untuk mendapatkan jawaban apa yang ada di balik samudera itu ?, berapa luasnya dan dimana batasnya?, Merekapun menemukan daratan yang penghuninya bercocok tanam.[22]

Pelayaran melintasi Lautan Atlantik dari Morocco dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayneddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Morocco pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Caribbean pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan rujukan oleh ilmuwan Islam.
              Menurut sejarawan Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl al-Umari yang memerinci eksplorasi geografi bahwa sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu. Sultan yang tercatat menjelajah benua hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285-1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312-1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi. Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab.
Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup tepat. Peta Piri Reis yang bertarikh 1513 M itu disimpan di Tobco Serai/Top Kopi.
Seorang warga Amerika yang terkenal sejarawan dan ahli bahasa Leo Weiner dari Harvard University, dalam bukunya Afrika dan The Discovery of America (1920) menulis bahwa Columbus sangat menyadari kehadiran Mandinka di Dunia Baru dan bahwa Muslim Afrika Barat telah menyebar di seluruh Karibia, Tengah, Selatan dan wilayah Amerika Utara, termasuk Kanada, di mana mereka perdagangan dan kawin campur dengan Iroquois dan Algonquin India.[23] Dalam bukunya Africa and the Discovery of America (1920), pakar sejarah dari Harvard University, Loe Weiner, menulis bahwa Colombus sendiri sebenarnya juga mengetahui kehadiran orang-orang Islam yang tersebar di Karibia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, termasuk Canada. Tapi tak seperti Colombus yang ingin menguasai dan memperbudak penduduk asli Amerika, umat Islam datang untuk berdagang, berasimilasi dan melakukan perkawinan dengan orang-orang India suku Iroquis dan Algonquin. Colombus juga mengakui, dalam pelayaran antara gibara dan Pantai Kuba, 21 Oktober 1492, ia melihat masjid berdiri diatas bukit dengan indahnya. Saat ini, reruntuhan masjid-masjid itu telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.[24]
Kalau asal-usul kedatangan Islam di Amerika itu masih spekulatif, namun keberadaan pemukiman orang-orang Muslim keturunan Afrika di Amerika Utara pada abad ke-16 hingga abad ke-18 adalah sesuatu yang sudah pasti. Keberadaan orang-orang Muslim keturunan Afrika di Amerika itu menyusul jatuhnya negeri Andalusia ke tangan bangsa Eropa, sebab bermula mereka menjadi tawanan orang-orang Spanyol yang kemudian dikapalkan ke Amerika untuk dipasok sebagai tenaga kerja atau dijual sebagai budak. Sebagai budak mereka tidak dapat mempertahankan agama dan kebudayaan mereka apalagi mengembangkannya.[25]
Dr. Barry  Fell dari Harvard University., diperkenalkan dalam buku Saga of America tahun 1980 bukti ilmiah yang kuat yang mendukung kedatangan, berabad-abad sebelum Columbus, Muslim dari Afrika Utara dan Barat. Dr Fell menemukan keberadaan sekolah-sekolah Muslim di Valley of Fire, Allan Springs, Logomarsino, Keyhole Canyon, Washoe dan Hickison Summit Lulus (Nevada), Mesa Verde (Colorado), Mimbres Valley (New Mexico) dan Tipper Canoe (Indiana) zaman kembali ke 700-800 M. Terukir pada batu di AS barat lama, ia menemukan teks, diagram dan grafik yang mewakili fragmen dari suatu sistem persekolahan, baik yang tingkat dasar dan tinggi. Bahasa pengantar adalah Afrika Utara Arab ditulis dengan huruf Kufi Arab kuno. Subyek instruksi termasuk menulis, membaca, aritmatika, agama, sejarah, geografi, matematika, astronomi dan navigasi laut. Keturunan dari para pengunjung Muslim Amerika Utara adalah anggota dari Iroquois ini, Algonquin, Anasazi, Hohokam dan orang-orang pribumi Olmec.[26]
B.  Migrasi Muslim Ke Amerika Serikat
1.    Pengertian Migrasi
Migrasi diartikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan menetap dari suatu tempat ke tempat yang lainnya melalui batas politik/ Negara ataupun batas administrasi/batas bagian dari suatu Negara. Pengertian migrasi dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai suatu perpindahan tempat tinggal dari satu unit administrasi ke unit administrasi yang lainnya. konsep migrasi menurut Perserikatan Bangsa-bangsa ini sejalan dengan pendapatnya Lee (1966, 5a), yang memberikan sebuah rumusan bahwa migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara permanen.[27]
Gould dan Prothero (1975, 41), menekankan pula unsur perpindahan tempat tinggal, nmaun menurut mereka, walaupun seseorang sudah secara resmi berpindah tempat apabila ada niat sebelumnya untuk kembali ke tempat semula maka harus dianggap sebagai mobilitas sirkuler, bukan sebagai migrasi. Hampir semua migrasi berkitan dengan unsur ruang dan waktu. Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk.
Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk permanen disebut migrasi.  Mengenai keterkaitan antara unsur ruang dan waktu ini, para ahli dihadapkan pada suatu kesulitan untuk menetapkannya. Sehingga definisi terhadap migrasi menurut sebagian para ahli dirasakan kurang lengkap.
Sebagaimana dikemukakan oleh Elpets Young, ia mengatakan bahwa beberapa penulis mengusulkan agar migrasi dianggap bagian dari suatu rangkaian kesatuan yang meliputi semua jenis perpindahan penduduk. Yaitu mulai dari yang nglaju sampai yang pindah tempat untuk jangka panjang yang digambarkan sebagai mobilitas penduduk. Menurut Mantra (1985, 157); mobilitas penduduk dapat dibagi kedalam dua bentuk, yaitu mobilitas permanen atau migrasi dan mobilitas non permanen atau mobilitas sirkuler. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan tujuan menetap diwilayah yang dituju. Sedangkan mobilitas permanen adalah gerakan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain dengan tidak ada niatan untuk menetap di wilayah yang dituju.
2.    Faktor Pendorong Migrasi Muslim ke Amerika
Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan menjadi salah satu faktor pendorong kemunculan imigran-imigran muslim di wilayah ini. lapangan pekerjaan adalah daya tarik tersendiri bagi kaum imigran muslim untuk melakukan migrasi besar-besaran ke wilayah ini. dimana pada abad ke-18, 19 sebagian wilayah Amerika adalah wilayah-wilayah yang sedang membentuk kawasan industry dan perkantoran yang membutuhkan banyak tenaga kerja termasuk sebagai tukang-tukang kebun yang dipekerjakan didesa-desa.
Terbukanya lapangan pekerjaan baik sebagai tenaga ahli maupun sebagai pemilik modal untuk mengelola industry sendiri, memang sangat menjanjikan diwilayah ini saat itu,  Namun diwaktu awal kaum imigran muslim saat itu rata-rata tidak mempunyai keahlian dan keterampilan sehingga mereka terkadang dipekerjakan sebagai kuli kontrak, kuli bangunan, pekerja kasar, pertambangan dan paling ringan sebagai tukang kebun dan pemetik buah.
Politik
Persentuhan negeri-negeri islam dengan negeri adidaya, Amerika tentunya tak lepas dari adanya hubungan politik di antara kedua belah pihak. Kesuksesan Amerika serikat menerapkan system pemerintahan demokrasi membuat Negara-negara timur terkagum-kagum dan ingin menelusuri system pemerintahan ini. tawaran hubungan kerja sama diplomatic dengan beberapa Negara-negara muslim di Timur Tengah seakan meniupkan angin segar ditengah angina gurun yang panas. Meskipun secara politik saat itu Amerika sudah mencium adanya kekayaan bumi yang melimpah ruah dinegeri-negeri Timut Tengah dan Asia Kecil.
Ekonomi Finansial
Mengenai ekonomi finansial memang sudah jelas sekali terlihat. Dari sisi ekonomi saat itu Amerika memang sangat menjanjikan ketika kita bandingkan dengan negeri-negeri muslim di era abad ke-18, banyak Negara-negara muslim yang mengalami kemunduran dan terlibat dalam kancah peperangan sehingga perekonomian Negara-negara timur tengah saat itu terbilang menurun sangat drastis. Sementara Amerika saat itu sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup segnifikan.
Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan system pendidikan yang diterapkan di Amerika menjadi salah satu faktor pemicu dan faktor pendorong migrasi umat muslim ke Amerika. Pesatnya perkembangan iptek di Amerika ini didukung oleh penemuan-penemuan penting yang membawa wajah Amerika ke mata dunia, sehingga Amerika mampu mensejajarkan diri dengan Negara-negara Eropa. Kemajuan ilmu pengetahuan ini mendorong umat muslim untuk banyak belajar dan menimba ilmu pengetahun yang lebih dinegara multicultural ini.



3.    Periodesasi Migrasi Muslim ke Amerika
 Gelombang Pertama[28]
              Memasuki abad ke-19, perdagangan budak dihentikan, terutama setelah president Abraham Lincoln mengeluarkan Emancipation Proklamation (Proklamasi Kemerdekaan) tanggal 1 Januari 1863 yang menetapkan bahwa budak-budak di negara-negara Amerika adalah merdeka. Hal ini pada tahap selanjutnya menimbulkan banyak kaum muslim yang melakukan migrasi ke wilayah ini. Pada periode ini didominasi oleh pemuda-pemuda desa yang berasal dari kawasan yang pada waktu itu disebut Syiria Besar seperti: Syiria, Yordania, Palestina, dan Libanon.[29]
Dimana pada masa itu negara-negara ini berada dibawah pemerintahan Turki Utsmani. Mayoritas imigran dari Timur Tengah pada waktu itu adalah orang-orang kristiani yang cukup mengetahui tentang Amerika dari pelajaran di sekolah-sekolah misionaris. Sebagian kecil lainnya terdiri atas orang-orang muslim Sunni, Syi’ah, Alawi, dan Druze. Karena tidak memiliki kecakapan yang memadai ditambah kurangnya kemampuan berbahasa Inggris (tidak memiliki keterampilan yang memadai) , maka mereka di Amerika hanya menjadi pekerja di pabrik minuman dan toko-toko, pekerja kasar sebagai buruh migran, usaha kecil-kecilan atau pertambangan.
Salah satu pekerjaan yang lazim dilakukan yakni berjualan keliling, yang hanya butuh sedikit modal. Umumnya mereka tinggal di dekat pusat-pusat industri yang memiliki kesulitan dalam berintegrasi ke dalam masyarakat Amerika. Sehingga mereka membentuk komunitas sesama muslim di kota kota bagian Amerika. Dalam hal ini visi kaum imigran untuk datang ke Amerika adalah untuk mendapat kehidupan ekonomi yang layak, bukan datang dengan misi berdakwah. Kelompok-kelompok imigran muslim awal ini berusaha mempertahankan sebuah masyarakat penganut islam dalam lingkungan yang asing, tanpa adanya dukungan kelembagaan.
Gelombang kedua
Migrasi pada dekade ini terjadi setelah Perang Dunia Pertama. Setelah runtuhnya Kekaisaran Ottoman yang sebelumnya menguasai sebagian besar wilayah Timur Tengah yang berpenduduk muslim. Umumnya mereka terdiri dari orang-orang intelek yang berasal dari perkotaan dan masih bersaudara, memiliki hubungan teman / sahabat dengan para imigran pada periode sebelumnya. Yang sudah memiliki penghidupan di negara ini. Undang-undang imigran Amerika yang ditetapkan pada tahun 1921 dan pada tahun 1924 mengatur sistem kuota bagi bangsa-bangsa tertentu sehingga sangat mengurangi jumlah muslim yang diperbolehkan memasuki negara tersebut.[30]
Gelombang ketiga
Imigran pada periode ini telah terkondisikan oleh kebijakan imigran Amerika, yang memberikan prioritas kepada mereka yang keluarganya terlebih dahulu menetap di Amerika. Hampir sepanjang tahun 1930-an, imigrasi dibuka secara khusus hanya bagi kerabat dari orang-orang yang telah lebih dulu tinggal di Amerika. Jumlah muslim yang diperbolehkan menetap di negara ini dibatasi dan tidak bertambah hingga setelah perang dunia II.
Gelombang keempat
Pada periode ini terjadi peningkatan jumlah imigran. Para imigran yang masuk pada dekade ini bukan hanya berasal dari Pakistan, Eropa Timur, dan Uni Soviet tapi dari negara-negara belahan Timur lainnya. Undang-undang kewarganegaraan tahun 1953 memberikan kuota imigran setiap tahun untuk setiap negara. Kebanyakan mereka merupakan para penguasa dari berbagai negeri tersebut. sebagian sebagian dengan memiliki latar belakang kehidupan perkotaan, terpelajar, serta terbaratkan (Westrnized). tujuan initi meraka umumnya untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi dan memperoleh spesialisasi pekerjaan.
Gelombang kelima
Mereka yang melakukan migrasi adalah orang terpelajar dan kaum profesional sehingga mereka dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Gelombang terakhir ini terkait dengan keputusan-keputusan internal Amerika Serikat dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sebagian dunia islam. Selama beberapa dekade terakhir, kekacauan politik di banyak negara dunia muslim telah menyebabkan imigrasi yang terus meningkat. Pada tahun 1967 terjadi hal yang bagi muslim merupakan bencana dan penghinaan, yakni kekalahan pasukan Arab di tangan Israel, berlanjut pada dekade selanjutnya dengan revolusi Iran pada tahun 1979, perang saudara di Pakistan yang berlanjut pada pecahnya Pakistan Timur menjadi negara Bangladesh.[31]
Selain itu ada pula beberapa kasus di dunia muslim yang ikut mendorong ledakan migrasi muslim ke Amerika pada dekade terakhir ini diantaranya:  gerakan pembunuhan orang-orang muslim di India, kudeta militer di Afghanistan, perang saudara di Libanon, penyerangan Irak atas Kuwait, perang saudara di Somalia, semakin berkuasanya rezim militer di Sudan dan pemusnahan etnis di Bosnia. Kelompok-kelompok pendatang ini pada akhirnya berperan penting dalam pengembangan kelompok-kelompok besar yang berasal dari Indonesia dan Malaysia.[32]
Persebaran-Persebaran Imigran Muslim di Amerika
·         Midwest Amerika, diwilayah ini sejak tahun 1900 sudah didirikan masjid yang digunakan sebagai tempat beribadah dan aktifitas keagamaan muslim imigran Amerika.
·         New York, merupakan tempat tinggal bagi bermacam ragam kelompok, suku bangsa, dan ras.untuk mempererat talisilaturahmi sebagai sesama kaum pendatang,maka pada tahun 1907 terbentuklah American Mohammedan Society.[33]
·         Chicago, merupakan rumah bagi para kaum muslim imigran. Pada awal tahun 1900 Chicago memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Amerika. Muslim pertama yang bermigrasi ke wilayah ini berasal dari Syiria.  Pada dekade kedua setelah Perang Dunia I, bertambah lagi gelombang migrasi dari Asia Tengah yang datang untuk menetap di Chicago. Pada fase perkembangan selanjutnya penduduk muslim Chicago terdiri atas orang-orang dengan bermacam ragam latar belakang budaya, suku bangsa, ras, dan sosial-ekonomi.serta memiliki kelompok muslim terbesar dari India, termasuk dari Hiderabat, Gujarat dan Maharashtra.
·         California, hampir sama dengan Chicago, wilayah ini pun menjadi pijakan imigran muslim awal di Amerika.sejak 1895 di daerah pesisir ini banyak berdatangan buruh tani dan pekerja tanpa keahlian dari Punjab yang terdiri dari kaum muslim dan sikh. Pada fase selanjutnya California menjadi tempat Muslim bermigrasi lebih banyak. Hingga sempat memunculkan peningkatan jumlah penduduk muslim di wilayah ini tahun 1900-an. Bersama dengan kota-kota lainnya seperti Los Angeles dan San Fransisco.
·         Dearborn, Michigan, wilayah ini awalnya adalah tempat migrasi muslim Turki Ottoman, namun sejak abad ke-20 imigran dari wilayah zajirah Arab terus meningkat seperti dari Libanon, Yaman dan Palestina. sampai berhasil membentuk komunitas dan organisasi muslim terbesar di Wilayah Amerika.[34]

C.  Dinamika Minoritas Muslim di Amerika
Umat muslim di negara Amerika merupakan kelompok minoritas, data Pew Research tahun 2007 memperkirakan populasinya antara 2-7 juta jiwa, atau hanya 0,6%. Namun demikian, umat muslim Amerika tetaplah merupakan kelompok masyarakat yang plural. Potret demografi warganya terdiri dari 65% adalah immigrant dan sisanya (35%) terlahir di Amerika. Lebih dari sepertiga (37%) dari warga yang immigran berasal dari negara- negara Arab. Sekitar 27% nya berasal dari negara- negara Asia bagian selatan seperti Pakistan, India, Bangladesh, dan Afghanistan. 8% dari mereka berasal dari negara- negara Eropa, dan sejumlah 6% berasal dari Afrika. Motif yang melatarbelakangi kedatangan umat Islam ke Amerika pun beragam, beberapa di untuk mendapatkan kesempatan pendidikan (26%), ekonomi (24%), alasan keluarga (20%), dan ada juga karena mengungsi (20%)3. Dengan keragaman latar belakang tersebut, maka tidak mudah bagi mereka untuk membangun solidaritas umat dan visi bersama untuk meningkatkan posisi tawar sebagai minoritas dan pengembangan agama Islam di kalangan umat muslim Amerika.[35]
Minoritas Muslim di Amerika Serikat merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji. Muslim di Amerika Serikat merupakan sebuah komunitas yang masih berproses menuju sebuah komunitas minoritas yang kohesif. Oleh karena itu penelitian ini berusaha menelusuri kehidupan minoritas Muslim di AS beserta problematika yang dihadapi berkaitan dengan status keminoritasannya. Sebelum membahas mengenai minoritas Muslim di AS, penting kiranya untuk memahami terlebih dahulu kerangka konseptual yang digunakan dalam pembahasan ini.
Pada hakikatnya, minoritas merupakan sekumpulan individu yang diasingkan oleh kelompok mayoritas dalam masyarakat karena memiliki karakteristik fisik dan kultural yang berbeda. Mereka memperoleh perlakuan yang tidak sama atau sederajat yang pada akhirnya membawa mereka pada proses pengidentifikasian diri sebagai obyek dari diskriminasi kolektif. Salah satu sifat dari diskriminasi adalah kecenderungan untuk memperlakukan orang-orang yang berbeda secara sama rata (to treat unequally people equally) yakni memperlakukan setiap anggota dari kelompok minoritas seolah-olah mereka sama dengan menafikan sifat individu masing-masing.[36] Minoritas juga dapat didefinisikan dalam istilah keterikatan ideologis. Oleh karena itu, minoritas adalah orang-orang yang sistem pemikiran atau sistem nilainya berbeda pada tingkatan yang lebih tinggi atau lebih rendah dengan mayoritas di sekeliling mereka.[37]
Untuk dapat memahami hubungan mayoritas-minoritas maka penting kiranya untuk memahami tujuan jangka panjang (long-run goals) dari kelompok minoritas. Louis Wirth membedakannya dalam empat tujuan utama, yakni asimilasi, pluralisme, secessionis, dan dominasi. Berbagai kelompok minoritas memiliki kebijakan yang berbeda-beda, namun tema utamanya adalah : menghilangkan identitas kelompok, hanya individu yang dipertimbangkan asimilasi; mempertahankan identitas kelompok berdasarkan bahasa, agama, atau kultur dengan memegang teguh kesetiaan kepada masyarakat pluralisme; memperoleh kebebasan dengan membangun masyarakat tersendiri agar dapat mempraktekkan cara hidup sendiri tanpa adanya gangguan secession; menghentikan dominasi kelompok lain dan melakukanberbagai cara untuk merebut status tersebut dengan cara militan jika diperlukan dominasi. Oleh karena itu berdasarkan klasifikasi tersebut, maka kelompok minoritas di Amerika bersifat asimilasionis atau pluralistis, namun hanya gerakan Muslim kulit hitam (Nations of Islam) yang memperlihatkan militansi dan dominasi.[38]
Dalam rangka mewujudkan integrasi nasional, para elit pemegang otoritas politik nasional acapkali menerapkan kebijakan untuk mengasimilasi berbagai minoritas etnis agama, atas nama kesamaan dan kesa tuan. Konsekuensinya, minoritas etnis dan/atau agama yang melakukan praktek-praktek religius sosial yang dianggap tidak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas dipaksa untuk mengorbankan identitas etnis atau agama mereka. Jika tidak, mereka akan mengalami pengasingan dan diskriminasi. Sejalan dengan hal tersebut, sistem hukum dan moral/etika yang beragam dapat mengkompromikan kesamaan antar individual atau bisa saja mengarah pada penganiayaan yang dilakukan kelompok mayoritas terhadap minoritas. Penolakan yang terjadi di negara-negara demokrasi liberal termasuk Amerika Serikat terhadap struktur hukum dan etika yang beragam, beranjak dari ketakutan akan hilangnya kekuatan monopolistik dan kontrol atas kelompok minoritas agama.[39]
Di sebuah negara yang memiliki karakteristik multikultural, kebijakan asimilasi dilakukan untuk mewujudkan integrasi nasional, termasuk Amerika Serikat. Sistem asimilasi yang terjadi dalam masyarakat Amerika dapat diklasifikasi dalam tiga teori utama, yaitu “Angloconformity”, “the melting pot”, dan “pluralisme kultural”. Teori “Anglo-conformity” pada intinya menuntut para imigran yang datang ke Amerika untuk membuang secara keseluruhan budaya leluhur mereka dan menerima perilaku dan nilai-nilai Anglo-saxon sebagai kelompok utama dalam mayarakat Amerika. Sementara itu “the melting pot” didasarkan pada penggabungan biologis antara orang-orang Anglo-Saxon dengan kelompok imigran disertai peleburan masing-masing kultur menjadi sebuah kultur Amerika yang baru. Sedangkan inti dari “pluralisme kultural” adalah pemeliharaan kehidupan komunal dan kultur yang signifikan dari kelompok imigran dalam konteks kewarganegaraan Amerika dan integrasi ekonomi dan politik ke dalam masyarakat Amerika.[40]
Pluralisme kultural sebagai salah satu sistem asimilasi berkembang menjadi perdebatan dalam diskusi demokratik di tahun 1990-an dan 2000-an seiring dengan meningkatnya arus imigrasi ke negara-negara Barat. Di Amerika Serikat sendiri, imigrasi merupakan fenomena utama semenjak “Imigrasi Besar” tahun 1890. Amerika Serikat (juga Kanada dan Australia) merupakan negara-negara yang membuka pintu bagi para imigran dengan syarat para pendatang tersebut memiliki keinginan dan kemampuan untuk berasimilasi dengan mainstream bahasa, kultural, dan prototipe rasial di negara tersebut. Akibatnya, skala imigrasi yang meningkat di tahun 1980-an dan 1990-an kemudian mengubah kontrak Anglo-Amerika yang disepakati masyarakat mainstream selama-lamanya. Dengan adanya arus imigrasi memudahkan bagi kaum minoritas (lama maupun baru) untuk melakukan resistensi terhadap asimilasi yang diinginkan masyarakat mainstream serta menunjukkan identitas mereka secara tegas.[41]
Minoritas Muslim di Amerika Serikat merupakan sebuah komunitas yang dinamis seiring dengan perkembangan agama Islam yang cukup pesat di negara tersebut. Hal ini terjadi karena adanya proses konversi, imigrasi, dan reproduksi dengan angka kelahiran 3,5% per tahun di atas rata-rata nasional, sehingga jumlah Muslim diperkirakan berkisar antara 5 hingga 10 juta jiwa. Sementara itu, jumlah masjid di AS berjumlah sekitar 1.209 buah. Oleh karena itu, Islam menjadi agama terbesar kedua yang dianut oleh warga AS setelah Protestan. Peluang pengembangan Islam yang cukup besar di AS didukung oleh Declaration of lndependence dan Konstitusi AS, khususnya dalam Amandemen pertama dan ke empat belas, yang kondusif bagi pengembangan agama manapun, termasuk Islam. Dalam Declaration of Independence AS, bangsa Amerika bersepakat bahwa :‘‘all people are equal in the eyes of God and endowed by God with inalienable rights... ”
Sementara itu dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS ditegaskan bahwa:

“Congress shall make no law respecting an establishment o f religion, or prohibiting the free exercise thereof; or abridging the freedom ofspeech, or ofthe press; or the right ofthe people peaceably to assemble, and to petition the Govemment for a redress ofgrievances.”
Kemudian dalam Amandemen ke-14 Konstitusi AS menekankan kewajiban negara untuk melindungi hak-hak warga negaranya, yakni: “forbids States to deprive any person of life, liberty, or property, without due process oflaw. ”
Seperti halnya komunitas Muslim global, komunitas Muslim di Amerika Serikat juga bersifat heterogen. Yakni, terdiri dari beragam komunitas etnis, antara lain Afrika Amerika, Asia Selatan, Arab, Afrika, Iran, Turki, AsiaTenggara, kulit putih Amerika, Eropa Timur, dan etnis lainnya. Dalam hal ini, Muslim Afrika Amerika merupakan mayoritas dengan jumlah populasi sebesar 2.100.000 jiwa atau sekitar 42 % dari total populasi Muslim di AS.[42]
Berbeda dengan minoritas Muslim di Eropa, khususnya Inggris, yang tinggal di area ghetto (pemukiman khusus bagi imigran Muslim), minoritas Muslim di AS tinggal di berbagai area metropolitan seperti New York, Chicago, Los Angeles. Lebih luas lagi, populasi minoritas Muslim tersebar di empat wilayah utama, yakni dari New York hingga Washington; California, khususnya Los Angeles dan San Fransisco; wilayah segitiga dari Chicago ke Cleveland hingga Detroit; dan Texas khususnya Houston dan Dallas-Fort Worth. Daerah selatan dan utara AS hanya ditinggali oleh sedikit imigran Muslim, dengan pengecualian daerah selatan Florida dan Seattle. Kebanyakan wilayah utama ini memiliki konsentrasi Muslim dengan spesifikasi etnis tertentu. Di California dan Los Angeles terdapat banyak Muslim Iran. Sedangkan Texas didiami oleh banyak Muslim dari Asia Selatan. Sementara itu, wilayah segitiga didiami oleh Muslim Arab dan Afrika Amerika, kecualim Chicago yang banyak didiami Muslim dari Eropa Timur dari berbagai etnis, seperti Albania, Bosnia, dan Turki. Kota Detroit didiami oleh Muslim Arab, khususnya Libanon, Iraq, Palestina, dan Yaman.
Eksistensi Muslim Amerika dimulai pada abad ke-16 (1530), tatkala jutaan orang kulit hitam dari Afrika Barat yang beragama Islam didatangkan ke AS sebagai budak. Meski pada akhirnya kebanyakan Muslim Afrika tersebut meninggalkan identitas keislamannya akibat tekanan politis. Kemudian imigran Muslim pertama datang ke AS pada kurun abad ke-19 (1875), khususnya dari Timur Tengah, yakni dari Suriah, Yordania, Lebanon, dan Palestina. Gelombang kedua, berlangsung pada abad ke- 20 dan berhenti karena pecahnya perang Dunia II. Gelombang ketiga, teijadi pada pertengahan 1940-an dan 1960-an. Sementara gelombang keempat dimulai sekitar 1967.[43]
Sekitar abad ke-20 (1913), banyak warga Afrika Amerika berpindah agama menjadi Muslim. Kebanyakan dari mereka berpindah agama karena terpesona oleh ajaran yang dibawa oleh Noble Drew Ali (Moorish Science Temple of America), serta Elijah Muhammad {Nation of Islam) yang menggelorakan gerakan pembebasan bagi warga Afrika Amerika yang selama empat abad mengalami perlakuan diskriminatif dari mayoritas masyarakat kulit putih dan pemerintah Amerika Serikat. Organisasi Muslim Afrika Amerika yang pertama kali berhasil menarik perhatian publik Amerika adalah Nation o f Islam (NOI). Meskipun menggunakan istilah Islam, namun pada intinya gerakan ini bersifat nasionalisme kulit hitam yang militan dan separatis, yakni anti kulit putih dan menginginkan negara tersendiri, terpisah dari Amerika Serikat.
Organisasi NOI didirikan oleh Elijah Muhammad yang mengklaim bahwa ajarannya diperoleh dari seorang misterius Imam Mahdi Farad Muhammad dan kemudian mengangkat dirinya sebagai nabi. Ia memiliki 50.000 sampai 100.000 pengikut dan didampingi orang-orang kharismatik seperti Malcolm X dan Louis Farrakhan. Elijah wafat pada 1975 dan digantikan oleh putranya Warith Deen Muhammad. Berbeda dengan ayahnya yang banyak menyimpang dari ajaran Islam sesungguhnya, Warith Deen Muhammad berusaha mentransformasikan NOI ke dalam mainstream Islam global (Sunni). Pada 1976, ia mendeklarasikan bahwa ayahnya bukanlah seorang nabi. Nama organisasi NOI kemudian diganti menjadi “The American Bilalian Community", lalu menjadi “The World Community of Islam in the West” dan pada tahun 1980 diganti lagi menjadi “The American Muslim Mission”. Namun, pada tahun 1977 Louis Farrakhan menghidupkan kembali NOI yang te tap setia kepada ajaran Elijah Muhammad.
1.    Hubungan Minoritas-Mayoritas
Meskipun eksistensi Muslim di AS telah ada selama berabad-abad lamanya, bahkan disinyalir bahwa Islam hadir sebelum kedatangan Colombus, namun hingga kini masyarakat Muslim masih belum diakui sebagai sebuah entitas minoritas yang membentuk komponen bangsa Amerika. Prinsip melting pot yang dianut dalam tataran pemerintah sebagai wadah pembentukan bangsa Amerika pada akhirnya menghasilkan hegemoni Anglo-Saxon sebagai etinisitas asli yang memonopoli ikatan primordial dalam pembentukan negara Amerika Serikat.
Meskipun dalam perkembangannya muncul pula wacana pluralisme kultural atau
salad bowl dalam tataran masyarakat yang memberi ruang bagi eksistensi etnisitas non Anglo-Saxon (minoritas), namun pada kenyataannya kaum minoritas itu harus mengorbankan etnisitas aslinya dan melebur ke dalam kultur hegemon Anglo-Saxon. Amerikanisasi menjadi sebuah pilihan yang wajib diikuti bagi kaum minoritas jika ingin tetap eksis. Hal tersebut tentu berlaku pula terhadap masyarakat Muslim sebagai salah satu entitas minoritas di Amerika. Meskipun dalam kenyataannya, pemerintah Amerika nampak enggan memberikan label minoritas bagi masyarakat Muslim (juga minoritas lain), karena hal ini akan berakibat pada pengakuan atas hak-hak kaum minoritas yang dikhawatirkan akan meredusir hak-hak istimewa kaum mayoritas Anglo-Scvcon. Dengan ungkapan lain, pemerintah AS memberikan kesempatan bagi Muslim untuk eksis dan berkembang dengan pengakuan hak-hak minoritas yang dibatasi.
Sementara itu, Muslim Afrika Amerika di AS merupakan elemen signifikan bagi pembentukan komunitas Muslim di Amerika. Berbeda dengan komunitas muslim lainnya, eksistensi muslim Afrika Amerika tidak bisa dilepaskan dari sejarah perbudakan di Amerika. Oleh karena itu munculnya gerakan-gerakan atau organisasi-organisasi Muslim Afrika Amerika dipahami sebagai reaksi atas inferioritas yang dipaksakan oleh masyarakat kulit putih Anglo-Saxon. Ide separasi pada akhirnya muncul dan menjadi impian bagi sebagian Muslim Afrika Amerika untuk dapat hidup independen terpisah dari masyarakat hegemon kulit putih yang rasis. Namun, dalam kenyataannya ide separasi kulit hitam hanyalah sebuah utopia. Meski demikian, pemerintah dan masyarakat Amerika tidak memandang masyarakat Muslim kulit hitam sebagai sebuah entitas tersendiri, melainkan tetap menjadi bagian dari kaum minoritas kulit hitam. Bahkan, terdapat kecenderungan bahwa mereka tidak dipandang sebagai bagian dari entitas minoritas Muslim.
2.    Problematika Minoritas Muslim
Peluang pengembangan Islam di AS memang cukup besar, namun, tantangan yangdihadapi umat Islam di AS jauh lebih besar. Tantangan yang datang dari luar ialah falsafah negara AS itu sendiri yang menganut paham sekuler yang memisahkan antara agama dengan urusan negara. Agama kemudian diredusir ke dalam lingkup ‘privat’ atau hanya merupakan urusan pribadi. Filosofi individualistis ini bertentangan dengan filosofi yang dianut oleh masyarakat Muslim Amerika, dan juga Muslim di seluruh dunia yang lebih berorientasi kolektif, bahwa agama bukan hanya menyangkut urusan pribadi tapi juga publik secara keseluruhan.
Inilah realita yang menghimpit umat Muslim di Amerika. Mereka harus menanggung beban sebagai kelompok masyarakat yang terus ditatap dengan penuh kecurigaan. Sehingga begitu ada pemicu, langsung berubah menjadi aksi teror yang nyata. Hal ini tentu saja teijadi karena ketidakpahaman mayoritas masyarakat non Muslim AS mengenai Islam. Dan itu tejadi karena mereka amat minim menerima informasi tentang Islam. Kalaupun ada, informasi yang diterima banyak tidak benarnya. Misalnya saja, siswa-siswa SMA di Amerika diharuskan membaca buku wajib yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang Islam yang ngawur dan berbahaya, seperti di bawah ini:
“Islam didirikan oleh seorang pedagang kaya berkebangsaan Arab bernama Muhammad. Dia mengaku dirinya seorang nabi, dan diikuti oleh orang-orang Arab lainnya. Kepada para pengikutnya, Muhammad menjelaskan bahwa mereka telah dipilih (oleh Tuhan) untuk memimpin dunia.”[44]
Selain itu, mereka cenderung memandang Islam secara monolitik dan mengabaikan perbedaan aliran yang ada dalam Islam. Bagi mereka, Islam yang dianut oleh raja-raja di negar Arab dan Ayatollah di Iran itu tidak ada bedanya, karena sama-sama menghadap Mekah ketika shalat dan keduanya menganut paham teokrasi dan negara-negara kaya minyak. Dan bagi mereka, Islam merupakan ancaman global yang potensial, sama halnya dengan komunis di era Perang Dingin.
Bagi warga Muslim Amerika yang telah berulang kali mengalami pengalaman pahit, peristiwa 11 September 2001 kemudian menjadi media klarifikasi diri bahwa Amerika adalah rumah mereka dan tempat bernaung kepentingan mereka. Peristiwa tersebut juga menyadarkan kembali rasa tanggung jawab kaum Muslim moderat untuk melawan secara aktif para ekstrimis walau hanya dalam bentuk retorika. Upaya lain yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman yang lebih baik kepada warga non Muslim AS mengenai Islam yang tidak mereka pahami. Selain itu, beberapa pemimpin Muslim juga berupaya untuk memberi pemahaman kepada komunitas Muslim yang selama ini terisolasi, mengenai hak dan kewajiban masyarakat sipil di AS dan untuk bersentuhan dengan kehidupan sosial di AS.
  Sebenarnya, upaya untuk dapat bersentuhan dengan kehidupan bernegara di AS, terutama dalam kehidupan politik telah dilakukan oleh beberapa organisasi Islam diantaranya the Coordinating Council of the four Muslim American political organizations: (CAIR), the American Muslim Alliance (AMA), the American Muslim Council (AMC), dan the Muslim Political Action Committee (MPAC). Pada Februari 1996 - atas upaya lobi organisasi Islam untuk pertama kalinya dalam sejarah AS, Ibu Negara Amerika Hillary Rodham Clinton mengadakan jamuan makan malam untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri di White House. Bagi masyarakat Muslim AS, peristiwa tersebut merupakan sebuah kemenangan publik yang signifikan.
Masyarakat Muslim AS juga berupaya memberikan kontribusi dalam pemilihan umum di AS. Misalnya saja, ketika warga Muslim/Arab Amerika memberikan bantuan dana kampanye bagi kandidat-kandidat politik seperti Wilson Grade (pemilihan walikota, 1983), Robert Neall (pemilihan anggota Kongres, 1986), Joseph Kennedy (pemilihan anggota Kongres, 1986), Walter Mondale (pemilihan presiden, 1984), dan Hillary Clinton (pemilihan anggota Kongres, 1998).
Pada pemilihan presiden tahun 2000, sekitar 70% hingga 90% masyarakat Muslim memberikan hak votingnya kepada George W. Bush. Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilu AS, masyarakat Muslim menggunakan hak votingnya dalam jumlah besar, yakni sekitar 34% dari total voting di AS. Masyarakat Muslim berhasil menciptakan blok suara bagi kemenangan Bush. Walaupun terdapat pengakuan simbolik dari Presiden Bush dan pejabat pemerintahan lainnya kepada komunitas Muslim, tetapi bukan berarti masyarakat Muslim AS telah diakui secara utuh. Tantangan terbesar yang masih dan akan terus dihadapi masyarakat Muslim AS adalah menjadi bagian dari institusi mainstream Amerika. Mayoritas masyarakat Muslim Amerika masih berada di luarmainstreampolitikAS. Seperti yang diungkapkan oleh tokoh Muslim AS, Salam Al- Marayati: “We’re not at the table yet. We still have to eam our right to sit at the table.[45]
3.    Tokoh-tokoh Islam di Amerika
Tokoh-tokoh Islam di Amerika diantaranya:
1. Muhammad Alexander Russel Webb
Beliau dilahirkan di Hudson, Columbia, New York dan belajar di Hudson dan New York. Beliau terkenal dengan tulisan cerita pendeknya. Kemudian beliau bekerja sebagai Pemimpin Redaksi Majalah “St. Joseph Gazette” dan “Missouri Republican.” Pada tahun 1887 diangkat menjadi konsul Amerika Serikat di Manila. Selama menjalankan tugas itulah beliau mempelajari Islam dan menggabungkan dirinya dalam lingkungan kaum muslimin. Setelah menjadi muslim, beliau mengadakan perjalanan keliling dunia Islam, dan sampai akhir hayatnya beliau mencurahkan waktu untuk melaksanakan misi Islam, dan duduk sebagai pimpinan Islamic Propaganda Mission di Amerika Serikat. Meninggal dunia pada awal Oktober tahun 1916.                                      
            Gerak dan laju perkembangan Islam di Amerika tidak terlepas dari perjuangan seorang Muslim Alexsander Russel Webb, beliau berusaha secara langsung dan sungguh-sungguh untuk menarik orang-orang Amerika agar memeluk Islam.
Untuk merealisasikan tujuannya, pada tahun1843 ia mendirikan organisasi American Islamic Propagation Movement dan mendirikan penerbit The Moeslem World serta memberikan kuliah di beberapa kota. Ia menjadi kritis dan bersemangat terhadap greja Kristen serta membela Islam dengan sangat tinggi. Kapasitasnya sebagai penyiar Islam, ia telah menulis tiga buah buku termasuk buku pedoman shalat bergambar. Menjelang kematiannya pada tahun 1916 Webb telah berhasil mendirikan tujuh cabang Moslem Brotherhhood atau American Islamic Propaganda diberbagai kota dipantai timur dan kota-kota pedalaman Amerika. Meskipun organisasinya menjadi bubar, namun tidak dapat diragukan bahwa para anggotanya telah mempengaruhi upaya-upaya selanjutnya dalam membina Islam di Amerika serikat.
2.  Noble Drew Ali
Noble Draw Ali  terlahir dengan nama Timothy Drew lahir di negara bagian North Carolina pada tanggal 8 Januari 1886, dia merupakan anak dari mantan budak yang diadopsi oleh suku Cherokee dan diberi nama Kristen Thimotheus  Amerika. Ayahnya berasal dari Maroko yang menganut Islam. Ia merupakan salah satu pemimpin spiritual pertama yang menyebarkan ajaran Islam kepada warga kulit hitam Amerika. Bermarkas di Newark, New Jersey, dari tempat ibadahnya (Moorish Science Temple), Ali mencoba membangkitkan harga diri para pengikutnya dengan memberi keyakinan bahwa mereka adalah Asiatics, dan mewajibkan mereka memiliki kartu identitas dan kebangsaan. Kartu itu menunjukkan bahwa pemegangnya adalah seorang pengikut "semua Nabi termasuk Yesus, Muhammad, Budha, danConfusius."[46]
            Para pengikutnya juga tidak mengenalnya sebagai seorang Negro atau orang Afrika, tetapi sebagai Amerika Moor. Drew sebenarnya bukanlah orang yang berpendidikan tinggi, tetapi ia mempunyai pengetahuan tentang Islam yang diangapnya sebagai kunci yang telah lima tahun kemudian yang dinamakan Black Libration. Misi utamanya adalah membangkitakan kesadaran orang Afrika-Amerika tentang Islam. Untuk tujuan ini, pada tahun 1913 ia mendirikan Mourish Science Temple di New York, New Jersey. Dengan usahanya ini, gerakan Draw meluas ke Pitsburgh, Detroid, Chicago, dan beberapa kota lain di daerah selatan. Gerakan yang dilancarkan Drew menggunakan simbol-simbol Islam, seperti kitab suci Al-qur’an, memakai peci, memakai nama-nama Muslim, dan penolakan terhadap kepercayaan tertentu dari agama Kristen, akan tetapi gerakan ini merupakan campuran dari nasionalisme hitam dan kebangkitan Kristen dengan campuran yang menggabungkan dari ajaran-ajaran Islam. Ajaran ini bukan ajaran Islam sejati , tetapi suatu penemuan penting bagi kesadaran Islam.
Diantara ajaran Noble Drew Ali adalah sebagai berikut :
a.    Budha, Confusius, Zoroaster, Jesus dan Muhammad adalah nabi.
b.    Orang-orang Afro-Amerika dianggap sebagai bangsa Asia dari keturunan Muhabites dan Cannanites (sekarang jordan).
c.    Islam adalah agama yang secara alamiah di peruntukan bagi bangsa Asia, sedangkan kristen adalah agama bangsa Eropa.
d.   Orang-orang Afro-Amerika hendaklah menghindarkan kontak yang tak perlu dengan orang-orang Eropa-Amerika.

               Selain Webb dan Draw ada banyak tokoh lain yang juga ikut andil dalam perkembangan Islam di Amerika Serikat. Diantaranya W.D Fard, Elijah Muhammad, Job Ibnu Dijallo, Malcom X dan lain-lain. Jumlah persis kaum Muslimin di Amerika dewasa ini sulit di ketahui, karena identitas agama tidak dicantumkan dalam sensus penduduk, dinas Imigrasi pun tidak mencatat para imigran yang memeluk Islam.
Perkembangan Islam di AS mulai menampakkan peningkatan kesadaran keislaman untuk memantapkan landasan sosial serta menyediakan pengajaran bagi anak-anak mereka. Sejumlah komunitas mulai memandang penting untuk membangun Mesjid dan Pusat Islam sebagai pengembangan organisasi dan institusi Islam.
D.  Kondisi Islam di Amerika Dewasa Ini
1.    Serangan 11 September 2001
Tonggak peristiwa yang menjadi landasan dasar untuk menggambarkan kondisi umat Islam di Amerika adalah peristiwa bom 11 September 2001 yang meluluhlantahkan gedung kembar WTC. Kejadian ini dapat dikatakan sebagai kejadian yang kebetulan dan menjadi pondasi yang kuat bagi George W Bush untuk mencengkramkan kekuasaannya di Amerika. Dengan mempropoagandakan aksi pemberantasan teroris, Bush sungguh telah memanfaatkan situasi untuk melegitimasi kekuasaannya dan menjadikan Islam sebagai kambing hitam pelaku teroris.[47] Lengkaplah alasan untuk mengadakan pembumihangusan terhadap kantong-kantong muslim yang dicurigai sebagai markas teroris dan sasaran pertamanya adalah markas Taliban di Afganistan. Kecurigaan ini didasarkan atas dugaan bahwa markas tersebut adalah tempat persembunyian aktor intelektual teroris paling dicari yaitu Osama bin Laden. Tokoh ini adalah salah satu figur antagonis dimata Amerika, ia dikenal sebagai organisatoris yang mumpuni terhadap kelompok teroris yang menamakan diri Al-Qaeda.[48]
Presiden George W Bush, sebagai pendukung partisipan Israel, pada akhir Agustus 2001, sebelas hari sebelum meletusnya serangan terhadap gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon pada 11 September 2001, Amerika dan sekutu-sekutunya telah memainkan manuver yang sangat membuat umat Islam geram dan dunia Arab dengan memboikot konferensi tentang rasisme di Durbai, Afrika Selatan, karena sejumlah kalangan mengusulkan resolusi yang menyamakan Zionisme dengan rasialisme.[49]
Khusus peristiwa 11 September 2001 atau yang lebih dikenal dengan sebutan tragedi 9/11, selalu berarti membahas hal-hal tentang terorisme dan kemudian dihubungkan dengan agama. Kalau tragedi 9/11 sering diasosiasikan kepada Islam, maka sesungguhnya tindak kekerasan memang seringkali mengatasnamakan agama, atau dituduhkan dilakukan orang dengan atas nama ajaran suatu agama. Seorang guru besar Sosiologi dari University of California, Santa Barbara (UCSB), Mark Juergensmeyer dalam bukunya Terror in the Mind of God: the Global Rise of Religious Violence, menampilkan beberapa kasus kekerasan dengan mengatasnamakan agama atau keyakinan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Dia sebutkan beberapa kekerasan, terutama setelah berakhirnya Perang Dingin, yang seringkali dikaitkan dengan agama tertentu.[50]
Tragedi 9/11 itu hingga sekarang masih diliputi kontroversi mengenai misteri dan keganjilan-keganjilan di balik kejadian tersebut. Hal tersebut muncul karena sasaran yang menjadi korban serangan tersebut setidaknya ada 2 kawasan yang sangat strategis secara bersamaan, yaitu pusat perdagangan termegah di dunia World Trade Center (WTC) di New York dan markas besar militer AS di Pentagon. Gedung WTC adalah gedung yang sangat kokoh dengan kekuatan baja seberat 200.000 ton. Sementara Pentagon adalah kawasan yang tidak mungkin sembarang orang dapat menembusnya. Akan tetapi tulisan ini tidak ingin membahas masalah tersebut, melainkan melihat kejadian itu sebagai sebuah tragedi yang telah terjadi dan berdampak luas, khususnya bagi umat Islam, baik di Amerika maupun di dunia.
Peristiwa runtuhnya menara kembar WTC di New York adalah sebuah tragedi yang memilukan bukan hanya bagi keluarga korban dan masyarakat Amerika melainkan juga masyarakat dunia. Karena itu wajar apabila karena tragedi itu terlontar kata-kata kemarahan dan kutukan terhadap pelakunya.
Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin di Amerika terutama imigran asal Timur Tengah merasakan dampaknya, mengalami kondisi tekanan psiokologis yang sangat berat: dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami oleh kaum Muslim di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Pemerintah George W Bush segera mengetatkan aturan imigrasi dan mengawasi kaum imigran Muslim secara berlebihan.
Penderitaan psikis kaum Muslim Amerika tercermin misalnya dalam survei yang dilakukan oleh lembaga Pewforum pada tahun 2007, menyebutkan bahwa 53% orang Muslim Amerika mengaku bahwa lebih sulit menjadi seorang Muslim setelah serangan 9/11. Lebih dari 10 persen mengaku diperlakukan diskriminatif, sebanyak 15% dipandang sebagai teroris, sebanyak 13% menyebut ketidaktahuan publik tentang Islam, dan stereotip sebanyak 12%. Ada pandangan bahwa kegiatan anti-terorisme pemerintah AS hanya tertuju kepada kaum Muslim (54%). Hasil survei juga menunjukkan bahwa 76% Muslim Amerika yang disurvei menyebutkan bahwa mereka prihatin dengan munculnya ekstremisme Islam di seluruh dunia, sementara 61% menyatakan keprihatinan yang sama tentang kemungkinan ekstremisme Islam di Amerika Serikat.[51]
Setelah terjadinya tragedi 9/11 itu sebuah lembaga resmi di Amerika bernama Council on American-Islamic Relations (CAIR) gencar melakukan kampanye Anti-Terorisme, melalui dokumen setebal 68 halaman antara lain berisi kecaman terhadap tindakan terorisme tersebut. Tidak hanya itu, CAIR juga menerbitkan fatwa-fatwa anti-terorisme yang dirilis dalam bahasa Inggris, Arab, dan Urdu.[52]
CAIR juga merilis sebuah petisi berjudul “Not in the Name of Islam”, yang berisi antara lain:
We, the undersigned Muslims, wish to state clearly that those who commit acts of terror, murder and cruelty in the name of Islam are not only destroying innocent lives, but are also betraying the values of the faith they claim to represent. No injustice done to Muslims can ever justify the massacre of innocent people, and no act of terror will ever serve the cause of Islam. We repudiate and dissociate ourselves from any Muslim group or individual who commits such brutal and un-Islamic acts. We refuse to allow our faith to be held hostage by the criminal actions of a tiny minority acting outside the teachings of both the Quran and the Prophet Muhammad, peace be upon him.”[53]
Di antara isi pokok petisi tersebut adalah pernyataan bahwa bahwa pelaku teror tidak hanya melanggar nilai-nilai kemanusiaan melainkan juga melanggar nilai-nilai keimanan. Terorisme adalah tindakan brutal dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu tindakan keji tersebut tidak mungkin mengatasnamakan Islam, karena bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan ajaran Rasul.
2.    Perkembangan Islam pasca 11 September 2001
Dakwah Islam di seluruh dunia terus berlangsung, cepat atau lambat, mudah atau sulit. Demikian juga halnya dengan dakwah Islam di Amerika, meskipun terhitung sebagai keyakinan minoritas bagi masyarakat Amerika, yang jumlahnya kurang dari satu persen, namun perlahan tapi pasti terus mengalami pertumbuhan.
Setelah tragedi 9/11 terjadi Islam dan umat Islam di Amerika khususnya dan di Negara-negara non-Muslim menjadi sorotan perhatian dengan kecurigaan, sinisme, kebencian, bahkan permusuhan. Keadaan tersebut tidak dapat dihindari karena citra yang timbul adalah bahwa Islam diidentikkan dengan kekerasan dan Muslim adalah orang yang berkomitmen pada terorisme. Tidak sedikit Muslim di Amerika dan di Eropa yang mendapat perlakuan diskriminatif, bahkan berlebih-lebihan.
Setelah kejadian tersebut seorang akademisi, Dr. Walid A. Fatihi dari The Harvard Medical Faculty membuat sebuah tulisan yang dimuat di Al-Ahrâm al-‘Arabî sebuah media mingguan di Mesir. Bahwa dia tersentak dengan kejadian itu, dan terbayang olehnya bahwa apa yang selama ini ia kerjakan untuk mendakwahkan Islam di Amerika akan mengalami set back 50 tahun. Meskipun dia menyadari bahwa ungkapan itu tidak tepat. Kemudian dia lakukan kunjungan ke beberapa gereja dan juga ke forum-forum dilakukannya dialog-dialog agama dan antar-keyakinan. Dia juga menjelaskan bagaimana sesungguhnya ajaran Islam, dan pandangannya mengenai kekerasan yang terjadi yang dikaitkan dengan Islam itu.
Akan tetapi sebuah keajaiban sejarah terjadi, sebab tampaknya Islam berkembang dengan caranya sendiri. Realitas menunjukkan bahwa Islam berhasil mematahkan logika akal sehat awam, di mana banyak orang mengecam Islam dan orang Muslim karena peristiwa itu, tetapi pada saat bersamaan orang juga mempertanyakan kebenaran kejadian itu. Logika seperti terbalik-balik, dari satu sisi orang bisa percaya Islam mengajarkan “jihad” yang mungkin saja dapat ditampilkan dalam tindak kekerasan, tetapi dari sisi yang lain orang menjadi ragu tentang kemungkinan agama mengajarkan penghancuran peradaban dan kemanusiaan. Bagaimana mungkin sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak orang tidak berdosa dengan mengatasnamakan agama.
Tidak lama setelah peristiwa itu, justru ribuan orang berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam dan mengaku menemukan kedamaian di dalamnya. Dengan demikikan tragedi 9/11 telah berfungsi menjadi ikon yang memproduksi arus sejarah yang tidak logis dan mengherankan. Selain 20.000 orang Amerika masuk Islam setiap tahun setelah peristiwa itu, di negara-negara non Amerika (Eropa, Cina, Korea, Jepang, dst.) ribuan orang juga mengambil keputusan yang sama masuk Islam.
Ternyata ada “tangan Tuhan” dalam bentuk blessing in disguise atau “ada hikmah di balik peristiwa” betul-betul nyata setelah tragedi 9/11 dan ini diakui oleh masyarakat Islam Amerika. Karena peristiwa 9/11 yang sangat mengerikan itu dituduhkan kepada Islam, berbagai lapisan masyarakat Amerika justru kemudian terundang curiousity (keingintahuan) mereka untuk mengetahui Islam lebih jauh. Tentu saja semakin dekat dan semakin tahu maka semakin ini masuk ke dalam agama itu, dan itulah yang terjadi.


Data berdasar survei mengenai penganut keyakinan selain Kristen yang dilakukan oleh The Religious Landscape Study Tahun 2014, menunjukkan keadaan sebagai berikut:[54]


2007
%
2014
%
Selisih
Yahudi
1,7
1,9
+0,2
Muslim
0,4
0,9
+0,5
Budha
0,7
0,7
0,00
Hindu
0,4
0,7
+0,3
Agama dunia lainnya
<0,3
0,3
n/a
 Kepercayaan lain
1,2
1,5
+0,3
Total Non-Kristen
4,7
5,9
+1,2

Kalau dilihat pada tabel tersebut tampak bahwa Islam di Amerika Serikat mengalami perkembangan yang cukup signifikan sejak tahun 2007, padahal keadaan pada tahun 2011 Muslim di Amerika terhitung sebanyak 0,8%.
Beberapa Islamic Center di berbagai penjuru Amerika pun ramai dikunjungi orang untuk mengenal Islam lebih dekat. Banyak forum menyelenggarakan seminar atau konferensi mengenai agama dan kekerasan, dan yang terlibat pun beragam mulai dari para akademisi hingga para tokoh agama. Forum-forum dialog antar-agama dan antar-keyakinan tidak hanya dilakukan di pusat-pusat Islam, melainkan juga di pusat-pusat agama lain dan kampus-kampus.
Populasi Muslim di Amerika telah meningkat dalam seratus tahun terakhir, di mana sebagain besar pertumbuhan ini didorong oleh adanya imigrasi dari berbagai negeri Timur Tengah, Afrika, Indo-Pakistan, Asia Timur, dan sebagainya. Pada 2005, banyak orang dari negara-negara Islam menjadi penduduk Amerika hampir 96.000 orang setiap tahun dibanding dua dekade sebelumnya, maka pada tahun 2009 penduduk Muslim melebihi 115.000 orang.[55]
Selain karena tren atau teori pertumbuhan Muslim dunia, kejadian 9/11 itu mempercepat perkembangan jumlah penganut Islam di Amerika Serikat, dan demikian juga di negara-negara non-Muslim lainnya pun mengalami peningkatan. Beberapa sumber menyebutkan banyak faktor yang menjadi penyebab percepatan perkembangan jumlah penganut Islam di dunia. Khusus di Amerika Serikat, antara lain yang diperoleh Penulis saat mengikuti program Study of the United States Institutes on Religious Pluralisme and Public Presence di University of California, Santa Barbara (2008) dan kemudian studi banding di beberapa institusi keagamaan, sosial, dan politik di Amerika Serikat (2008), hal-hal berikut ini yang melatarbelakangi pesatnya pertumbuhan pengikut Islam:
1.         Kedatangan imigran dari Negara-negara Muslim baik di Timur Tengah, Afrika, maupun Asia.
2.         Konversi ke dalam Islam setelah mengetahui realitas keragaman dan kesetaraan etnis dalam Islam, sebagaimana terlihat pada pelaksanaan-pelaksanaan ritual keagamaan dalam shalat Jumat misalnya, tidak ada masjid yang mengkhususkan jamaahnya dari etnis tertentu.
3.         Konversi ke dalam Islam setelah mempelajari sumber-sumber Islam, misalnya Al-Quran atau buku-buku tentang Islam. Ada pula yang melakukan konversi setelah mengikuti dialog antar agama atau keyakinan (interfaith dialogue).
4.         Konversi ke dalam Islam setelah mendapatkan pembinaan spiritual di dalam penjara-penjara.
5.         Konversi ke dalam Islam setelah mendengar atau mendapat informasi mengenai Islam dan umat Islam melalui media massa, di mana informasi yang disampaikan terasa ganjil dan tidak rasional.
6.         Konversi ke dalam Islam karena Perkawinan
Sejumlah data yang dikomposisikan oleh Demented Vision (2007), dari sebuah observasi di Amerika Serikat tentang perkembangan jumlah pemeluk agama-agama dunia menarik untuk dicermati. Dari data observasi itu, terdapat angka-angka yang menunjukkan perbandingan pertumbuhan penganut Islam dan Kristen di dunia. Lembaga itu mencatat, pada tahun 1900, jumlah pemeluk Kristen adalah 26,9% dari total penduduk dunia, sementara pemeluk Islam hanya 12,4%. 80 tahun kemudian (1980), angka itu berubah. Penganut Kristen bertambah 3,1% menjadi 30%, dan Muslim bertambah 4,1% menjadi 16,5% dari seluruh penduduk bumi. Pada pergantian milenium kedua, yaitu 20 tahun kemudian (2000), jumlah itu berubah lagi tapi terjadi perbedaan yang menarik. Kristen menurun 0,1% menjadi 29,9% dan Muslim naik lagi menjadi 19,2%. Pada tahun 2025, angka itu diproyeksikan akan berubah menjadi: penduduk Kristen 25% (turun 4,9%) dan Muslim akan menjadi 30% (naik pesat 10,8%) mengejar jumlah penganut Kristen. Bila diambil rata-rata, Islam bertambah pemeluknya 2,9% pertahun. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk bumi sendiri yang hanya 2,3% pertahun. 17 tahun lagi dari sekarang, bila pertumbuhan Islam itu konstan, dari angka kelahiran dan yang masuk Islam di berbagai negara, berarti prediksi itu benar, Islam akan menjadi agama nomor satu terbanyak pemeluknya di dunia, menggeser Kristen menjadi kedua. World Almanac and Book of Fact, #1 New York Times Bestseller, mencatat jumlah total umat Islam sedunia tahun 2004 adalah 1,2 milyar lebih (1.226.403.000), tahun 2007 sudah mencapai 1,5 milyar lebih (1.522.813.123 jiwa). Ini berarti, dalam 3 tahun, kaum Muslim mengalami penambahan jumlah sekitar 300 juta orang (sama dengan jumlah umat Islam yang ada di kawasan Asia Tenggara).[56]
Fenomena di Amerika sendiri sangat menarik. Sangat tidak masuk di akal pemerintah George Bush dan tokoh-tokoh Amerika, masyarakat Amerika berbondong-bondong masuk Islam justru setelah peristiwa pemboman World Trade Center pada 11 September 2001 yang dikenal dengan 9/11 yang sangat memburukkan citra Islam itu. Pasca 9/11 adalah era pertumbuhan Islam paling cepat yang tidak pernah ada presedennya dalam sejarah Amerika. 8 juta orang Muslim yang kini ada di Amerika dan 20.000 orang Amerika masuk Islam setiap tahun setelah pemboman itu. Pernyataan syahadat masuk Islam terus terjadi di kota-kota Amerika seperti New York, Los Angeles, California, Chicago, Dallas, Texas dan yang lainnya.
Atas fakta inilah, ditambah gelombang masuk Islam di luar Amerika, seperti di Eropa dan beberapa negara lain, beberapa tokoh Amerika menyatakan kesimpulannya.
The Population Reference Bureau USA Today sendiri menyimpulkan: “Moslems are the world fastest growing group.” Hillary Rodham Cinton, istri mantan Presiden Clinton seperti dikutip oleh Los Angeles Times mengatakan, “Islam is the fastest growing religion in America.” Kemudian, Geraldine Baum mengungkapkan: “Islam is the fastest growing religion in the country” (Newsday Religion Writer, Newsday). “Islam is the fastest growing religion in the United States,” kata Ari L. Goldman seperti dikutip New York Times. Atas daya magnit Islam inilah, pada 19 April 2007, digelar sebuah konferensi di Middlebury College, Middlebury Vt. Untuk mengantisipasi masa depan Islam di Amerika dengan tajuk “Is Islam a Trully American religion?” menampilkan Prof. Jane Smith yang banyak menulis bukubuku tentang Islam di Amerika. Konferensi itu sendiri merupakan seri kuliah tentang Immigrant and Religion in America. Dari konferensi itu, jelas tergambar bagaimana keterbukaan masyarakat Amerika menerima sebuah gelombang baru yang tak terelakkan yaitu Islam yang akan menjadi identitas dominan di negara super power itu.
Peristiwa 9 September 2001 menyimpan misteri yang tidak terduga. Pemboman itu dikutuk dunia, terlebih Amerika, sebagai biadab dan barbar buah tangan para “teroris Islam.” Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin di Amerika terutama imigran asal Timur Tengah merasakan getahnya mengalami kondisi psiokologis yang sangat berat: dicurigai, diteror, diserang dilecehkan dan diasosiasikan dengan teroris. Hal yang sama dialami oleh kaum Muslim di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Pemerintah George Walker Bush segera mengetatkan aturan imigrasi dan mengawasi kaum imigran Muslim secara berlebihan. Siaran televisi Fox News Channel, dalam acara mingguan “In Focus” menggelar diskusi dengan mengundang enam orang nara sumber, bertemakan ”Stop All Muslim Immigration to Protect America and Economy.” Acara ini menggambarkan kekhawatiran Amerika tidak hanya dalam masalah terorisme tetapi juga ekonomi dimana pengaruh para pengusaha Arab dan Timur Tengah mulai dominan dan mengendalikan ekonomi Amerika.
Tapi, rupanya Islam berkembang dengan caranya sendiri. Islam mematahkan “logika akal sehat” manusia modern. Bagaimana mungkin sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak orang tidak berdosa dengan mengatasnamakan agama, tetapi tidak lama setelah peristiwa itu, justru ribuan orang berbondong-bondong menyatakan diri masuk agama tersebut dan menemukan kedamaian didalamnya? 9 September 2001  telah berfungsi menjadi ikon yang memproduksi arus sejarah yang tidak logis dan mengherankan. Selain 20.000 orang Amerika masuk Islam setiap tahun setelah peristiwa itu, ribuan yang lain dari negara-negara non Amerika (Eropa, Cina, Korea, Jepang dst) juga mengambil keputusan yang sama masuk Islam. Bagaimana arus ini bisa dijelaskan? Sejauh saya ketahui, jawabannya “tidak ada” dalam teori-teori gerakan sosial karena fenomena ini sebuah anomali. Maka, gejala ini hanya bisa dijelaskan oleh “teori tangan Tuhan”.
Tangan Tuhan dalam bentuk blessing in disguise adalah nyata dibalik peristiwa 9 September 2001 dan ini diakui oleh masyarakat Islam Amerika. Karena peristiwa 9 September 2001 yang sangat mengerikan itu dituduhkan kepada Islam, berbagai lapisan masyarakat Amerika justru kemudian terundang kuriositasnya untuk mengetahui Islam lebih jauh. Sebagian karena murni semata-mata ingin mengetahui saja, sebagian lagi mempelajari dengan sebuah pertanyaan dibenaknya: “bagaimana mungkin dalam zaman modern dan beradab ini agama “mengajarkan” teror, kekerasan dan suicide bombing dengan ratusan korban tidak berdosa?” Tapi keduanya berbasis pada hal yang sama: ignorance of Islam (ketidaktahuan sama sekali tentang Islam). Sebelumnya, sumber pengetahuan masyarakat Barat (Amerika dan Eropa) tentang Islam hanya satu yaitu media yang menggambarkan Islam tidak lain kecuali stereotip-stereotip buruk seperti teroris, uncivilized, kejam terhadap perempuan dan sejenisnya. Seperti disaksikan Eric, seorang Muslim pemain cricket warga Texas, setelah peristiwa 9/11, masyarakat Amerika menjadi ingin tahu Islam, mereka kemudian ramai-ramai membeli dan membaca Al-Qur’an setiap hari, membaca biografi Muhammad dan buku-buku Islam untuk mengetahui isinya. Hasilnya, dari membaca sumbernya langsung, mereka menjadi tahu ajaran Islam yang sesungguhnya. Ketimbang bertambahnya kebencian, yang terjadi malah sebaliknya. Menemukan keagungan serta keindahan ajaran agama yang satu ini. Keagungan ajaran Islam ini bertemu pada saatnya yang tepat dengan kegersangan, kegelisahan dan kekeringan spritual masyarakat Amerika yang sekuler selama ini. Karena itu, Islam justru menjadi jawaban bagi proses pencarian spiritual mereka selama ini. Islam menjadi melting point atas kebekuan spiritual yang selama ini dialami masyarakat Amerika. Inilah pemicu terjadinya Islamisasi Amerika yang mengherankan para pengamat sosial dan politik. Inilah tangan Tuhan dibalik peristiwa 9 September 2001.
3.    Motivasi menjadi Muslim
Dari banyak wawancara yang dilakukan televisi Amerika, Eropa maupun Timur Tengah terhadap mereka yang masuk Islam atau video-video blog yang banyak menjelaskan motivasi para new converters ini masuk Islam, menggambarkan konfigurasi latar belakang yang beragam.
Pertama, karena kehidupan mereka yang sebelumnya sekuler, tidak terarah, tidak punya tujuan, hidup hanya money, music and fun. Pola hidup itu menciptakan kegersangan dan kegelisahan jiwa. Mereka merasakan kekacauan hidup, tidak seperti pada orang-orang Muslim yang mereka kenal. Dalam hingar bingar dunia modern dan fasilitas materi yang melimpah banyak dari mereka yang merasakan kehampaan dan ketidakbahagiaan. Ketika menemukan Islam dari membaca Al-Qur’an, dari buku atau kehidupan teman Muslimnya yang sehariharinya taat beragama, dengan mudah saja mereka masuk Islam.
Kedua, merasakan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan yang tidak pernah dirasakannya dalam agama sebelumnya yaitu Kristen. Dalam Islam mereka merasakan hubungan dengan Tuhan itu langsung dan dekat. Beberapa orang Kristen taat bahkan mereka sebagai church priest mengaku seperti itu ketika diwawancarai televisi. Allison dari North Caroline dan Barbara Cartabuka, seorang diantara 6,5 juta orang Amerika yang masuk Islam pasca 9/11, seperti diberitakan oleh Veronica De La Cruz dalam CNN Headline News, Allison mengaku “Islam is much more about peace.” Sedangkan Barbara tidak pernah merasakan kedamaian selama menganut Katolik Roma seperti kini dirasakannya setelah menjadi Muslim. Demikian juga yang dirasakan oleh Mr. Idris Taufik, mantan pendeta Katolik di London, ketika diwawancara televisi Al-Jazira. Mantan pendeta ini melihat dan merasakan ketenangan batin dalam Islam yang tidak pernah dirasakan sebelumnya ketika ia menjadi mendeta di London. Ia masuk Islam setelah melancong ke Mesir. Ia kaget melihat orang-orang Islam tidak seperti yang diberitakan di televisi-televisi Barat. Ia mengaku, sebelumnya hanya mengetahui Islam dari media. Ia sering meneteskan air mata ketika menyaksikan kaum Muslim shalat dan kini ia merasakan kebahagiaan setelah menjadi Muslim di London.
Ketiga, menemukan kebenaran yang dicarinya. Beberapa konverter mengakui konsep-konsep ajaran Islam lebih rasional atau lebih masuk akal seperti tentang keesaan Tuhan, kemurnian kitab suci, kebangkitan (resurrection) dan penghapusan dosa (salvation) ketimbang dalam Kristen. Banyak dari masyarakat Amerika memandang Kristen sebagai agama yang konservatif dalam doktrindoktrinnya. Eric seorang pemain Cricket di Texas, kota kelahiran George Bush, berkesimpulan seperti itu dan memilih Islam. Sebagai pemain cricket Muslim, ia sering shalat di pinggir lapang. Di Kristen, katanya, sembahyang harus selalu ke Gereja. Seorang konverter lain memberikan kesaksiannya yang bangga menjadi Muslim. Ia menjelaskan telah berpuluh tahun menganut Katolik Roma dan Kristen Evangelik. Dia mengaku menemukan kelemahan-kelemahan doktrin Kristen setelah menyaksikan debat terbuka tentang “apakah Yesus itu Tuhan?” antara Ahmad Deedat, seorang tokoh Islam dari Afrika Selatan dan seorang teolog Kristen. Argumen-argumen Dedaat dalam diskusi menurutnya jauh lebih jelas, kuat dan memuaskan ketimbang teolog Kristen itu. Menariknya, misi awalnya ia menonton debat agama itu justru untuk mengetahui Islam karena ia bertekad akan menyebarkan gospel ke masyarakat-masyarakat Muslim. Yang terjadi sebaliknya, ia malah menemukan keunggulan doktrin Islam dalam berbagai aspeknya dibandingkan Kristen. Angela Collin, seorang artis California yang terkenal karena filmnya Leguna Beach dan kini menjadi Director of Islamic School, ketika diwawancarai oleh televisi NBC News megapa ia masuk Islam, ia mengungkapkan: “I was seeking the truth and I’ve found it in Islam. Now I have this belief and I love this belief,” katanya bangga.

Keempat, banyak kaum perempuan Amerika Muslim berkesimpulan ternyata Islam sangat melindungi dan menghargai perempuan. Dengan kata lain, perempuan dalam Islam dimuliakan dan posisinya sangat dihormati. Walaupun mereka tidak setuju dengan poligami, mereka melihat posisi perempuan sangat dihormati dalam Islam daripada dalam peradaban Barat modern. Seorang convert perempuan Amerika bernama Tania, merasa hidupnya kacau dan tidak terarah jutsru dalam kebebasannya di Amerika. Ia bisa melakukan apa saja yang dia mau untuk kesenangan, tapi ia rasakan malah merugikan dan merendahkan perempuan. Setelah mempelajari Islam, awalnya merasa minder setelah tahu bagaimana Islam memperlakukan perempuan. “Women in Islam is so honored. This is a nice religion not for people like me!” katanya. Dia masuk Islam setelah mempelajarinya beberapa bulan dari teman Muslimnya. Perkembangan Islam di dunia Barat sesungguhnya lebih prospektif karena mereka terbiasa berfikir terbuka. Dalam keluarga Amerika, pemilihan agama dilakukan secara bebas dan independen. Banyak orang tua mendukung anaknya menjadi Muslim selama itu adalah pilihan bebasnya dan independen. Mereka mudah saja masuk Islam ketika menemukan kebenaran disitu. Angela Collin, seorang artis di California yang terkenal karena filmnya Leguna Beach menjadi Muslim dengan dukungan orang tua. Ketika diwawancarai televisi NBC, orangtuanya justru merasa bangga karena Angela adalah seorang “independent person.” Nancy seorang remaja 15 tahun, masuk Islam setelah bergaul dekat temannya keluarga Pakistan dan keluarganya tidak mempermasalahkan walaupun telah lama hidup dalam tradisi Kristen.[57]
4.    Islamophobia di Amerika Serikat
Sebelum merujuk kepada pembahasan mengenai kasus yang dibahas dalam tulisan ini, penulis ingin menyamakan persepsi terhadap pengertian dari islamophobia. Istilah islamophobia sendiri memiliki arti akan prasangka/diskriminasi/kesalahpahaman terhadap agama islam baik kepada pemeluknya maupun ideologi dari agama islam. Islamophobia menjadi istilah yang mulai diperkenalkan secara luas sebagai sebuah konsep pada tahun 1991 didalam Runnymede Trust Report sebagai “unfounded hostility towards Muslims, and therefore fear or dislike of all or most Muslims.[58]
Prasangka tersebut akhirnya berakibat pada ketakutan-ketakutan akan islam dan juga kebencian-kebencian terhadap agama islam. Kasus phobia terhadap islam itu kemudian banyak mengakibatkan kerugian bagi pemeluk agama islam dan bahkan negara-negara Islam. Diskriminasi ini turut menjadi penyebab terjadinya fragmentasi masyarakat antara pemeluk islam dengan non-islam, penduduk muslim akan dipisahkan secara sosial, budaya, ekonomi dan kedudukannya didalam konstruksi sosial. Islamophobia telah menjadi kontroversi diberbagai negara termasuk AS. Munculnya islamophobia sendiri telah lama terjadi akibat dari banyaknya aksi-aksi terorisme yang mayoritas dianggap disebabkan oleh organisasi-organisasi ekstrimis islam. Namun, istilah tersebut tidak banyak digunakan hingga pasca kejadian yang menimpa Amerika Serikat pada tanggal 9 September 2001, ketika gedung World Trade Center berhasil dijatuhkan oleh salah satu organisasi terorisme yaitu Al-Qaeda (dipimpin oleh Osama Bin Laden). Sebagai sebuah negara super power AS kemudian secara sepihak mengimplementasikan kebijakan “War on terrorism” dengan slogannya yang begitu terkenal, “Either you’re with us or with the terrorist” berakibat kepada munculnya banyak persepsi-persepsi terhadap agama Islam.
Islamophobia di AS tidak dapat dipisahkan dari kejadian 9/11, hal ini karena pasca kejadian runtuhnya bangunan yang sempat menjadi gedung tertinggi di dunia tersebut dapat dilihat implikasinya kepada perubahan kebijakan-kebijakan AS. Tidak hanya berimplikasi kepada kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh AS, namun persepsi masyarakat AS terhadap agama islam turut berubah menjadi negatif. Ini dapat dibuktikan dari berbagai bentuk penolakan oleh masyarakat AS mengenai isu pembangunan masjid di area dekat kejadian 9/11 tahun 2010 terjadi. Beberapa warga bahkan menyatakan secara eksplisit alasan yang melandasi penolakan pembangunan masjid adalah, islam ditempatkan sebagai penyebab/pelaku peristiwa 9/11 sehingga menjadi sebuah penghinaan dan bentuk degadrasi ketika tempat peribadatan islam dibangun dikawasan tersebut. Seorang warga New York Sally Regenhard yang anaknya meninggal akibat dari 9/11 mengatakan “extreme insensitivity to the feelings of 9/11 families. If you want to grow understanding between faiths you do not hurt people who were victimized on that site”.[59]
Meskipun mayoritas komponen masyarakat AS menyatakan bahwa negaranya merupakan negara bebas, namun kasus islamophobia masih kental terjadi. Secara konstitusi seharusnya setiap pemeluk agama dapat dengan bebas melakukan ritual agamanya ketika hal tersebut tidak mengganggu kepentingan banyak orang, termasuk dengan muslim di AS. Kontradiktif dengan apa yang telah tercantum didalam konstitusi dan juga The Fourth Freedoms faktanya di AS sendiri, islamophobia sudah terjadi sejak akhir abad ke-20. Islamophobia di AS ditandai dengan munculnya sentimen-sentimen negatif terhadap keberadaan warga muslim di AS baik pendatang maupun warga tetap. Beberapa kejadian kekerasan terhadap warga muslim terjadi sejak akhir abad ke-20, seperti kejadian yang dialami oleh Zohreh Assemi seorang warga keturunan Arab-Amerika sekaligus pemilik sebuah salon kecantikan suatu hari dirampok, dianiaya dan dipanggil sebagai seorang “teroris” pada Bulan September 2007 oleh oknum tidak bertanggung jawab. Sentimen kebecian terhadap islam semakin memanas di AS kembali lagi pasca kejadian 9/11, sentimen ini meningkat secara masif terlebih oleh karena pelaku dari 9/11 berasal dari salah satu organisasi radikal islam, Al-Qaeda. Semenjak itu menurut laporan FBI (Federal Bureau of Investigations) setelah 9/11 tingkat kriminal yang mencerminkan kebencian atas islam meningkat 5 kali lipat dibanding masa sebelum 9/11. Setelah tahun 2010 pasca isu pembangunan masjid (Park51) menyeruak, status kriminal akan warga muslim meningkat 3 kali daripada 3 tahun sebelumnya.[60]
Tidak hanya angka tingkat kriminal terhadap muslim yang meningkat pasca 9/11 akan tetapi juga diskriminasi yang dilakukan baik secara institusional maupun secara sosial, contohnya adalah penolakan pembangunan tempat peribadatan muslim hingga menimbulkan konflik (345% lebih tinggi dari masa sebelum runtuhnya gedung WTC), kemudian pada masa pemilihan presiden dimana Newt Gingrich dalam pernyataannya menyamakan muslim sebagai Nazi yang berusaha untuk mengambil alih AS,[61] belum lagi dengan pernyataan kontroversial dari Ben Carson mengenai presiden AS yang tidak boleh diangkat dari warga muslim. Dari beberapa contoh diatas dapat dilihat betapa isu islamophobia masih marak terjadi di AS hingga hari ini. Walaupun perlu diakui intensitas konflik yang terjadi sudah tidak separah pasca 9/11 atau setelah proposal pembangunan masjid di daerah pasca kejadian 9/11, bahkan sudah mulai diadakan beberapa kampanye-kampanye penolakan pemberian stereotip kepada warga muslim AS maupun dunia. Akan tetapi kejadian 11 September 2001 silam begitu membekas kepada warga masyarakat AS sehingga sulit untuk menghapuskan sentimen-sentimen negatif pada islam yang ada di AS, terlebih kepada lapisan masyarakat yang terkena dampak dari serangan tersebut (korban, anggota pemerintahan, dan polisi/ PMK/ Paramedis, dll). Secara singkat, sentimen islamophobia di AS telah dimulai sejak akhir abad ke-20, akan tetapi sentimen tersebut tidak menjadi fokus hingga kejadian 9/11 terjadi.




5.    Faktor-Faktor Terjadinya Islamophobia
Islamophobia tidak hanya menjadi masalah di AS akan tetapi juga menjadi masalah yang sering menimbulkan konflik di berbagai negara Eropa. Penyebab dari islamophobia sendiri tidak dapat dispesifikan kepada indikator-indikator tertentu, namun secara garis besarnya dapat dianalisis dari berbagai tindakan merugikan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi islam radikal walaupun tidak menyangkal bahwa organisasi radikal tidak berhenti pada agama islam saja. Untuk lebih fokus kepada tulisan ini, disini penulis memaparkan analisisnya terhadap variable apa yang menyebabkan islamophobia terjadi di AS. Secara umumnya, di bagian dunia Barat memang sudah terdapat sentimen negatif terhadap muslim, karena dianggap bahwa nilai-nilai islam tidak sesuai dan tidak dapat diaplikasikan kepada budaya-budaya barat yang sangat liberal.[62]Nilai-nilai yang dianut dalam agama islam dianggap membatasi hak-hak manusia dan terlalu konsevatif. Selain itu, tindak terorisme yang mayoritas dianggap dilakukan oleh penganut agama islam ekstrim tidak membantu menghilangkan berbagai sentimen negatif terhadap islam yang ada. Pengaruh islamophobia yang berasal dari kawasan Eropa juga turut menyumbang perspektif buruk kepada islam. Kembalil lagi pada sub-bab sebelumnya dimana dikatakan bahwa penyebab utama islamophobia semakin marak terjadi adalah kejadian 9/11, dimana warga AS sebagai dampak dari kemarahanya langsung menggeneralisasikan warga muslim sebagai teroris bahkan yang telah menjadi warga negara AS sendiri. Sayangnya, efek tersebut tidak luntur oleh waktu akan tetapi masih terus bertahan bahkan hingga hari ini dimana seorang warga muda AS bernama Ahmed dituduh sebagai teroris yang membawa bom oleh karena Ahmed adalah warga muslim.
Analisis Kasus Ben Carson
Terdapat satu fenomena lagi yang memperlihatkan adanya islamophobia di masyarakat Amerika Serikat, lebih tepatnya diantara kandidat presiden dari Partai Republik. Ben Carson, mantan spesialis bedah otak, mengatakan hal yang kontroversial di tengah-tengah wawancara dengan NBC pada tanggal 20 September 2015. Dalam wawancara tersebut, Carson diberi pertanyaan mengenai posisinya terhadap isu Suriah dan Iraq, dan bagaimana Amerika seharusnya bertindak. Terdapat satu kalimat yang mengejutkan keluar dari mulut Carson, kalimat tersebut adalah “I would not advocate that we put a Muslim in charge of this nation. I absolutely would not agree with that.[63] Perkataan Carson ini menjadi perbincangan beberapa pakar dan juga anggota kongres Amerika yang beragama Islam. Carson menjelaskan perkataannya bahwa agama seorang presiden di Amerika Serikat tidak begitu berpengaruh terhadap pemilihnya. Apapun agamanya, jika nilai dan ajarannya sejalan dan cocok dengan realita konstitusi Amerika, maka tidak akan ada masalah. Saat Carson ditanya apakah Islam sejalan dan cocok dengan konstitusi Amerika, dia menjawab tidak.
Apa yang dikatakan oleh Carson memunculkan adanya dugaan Islamophobia diantara kandidat presiden dari Partai Republik. Donald Trump, kandidat presiden dari Partai Republik lainnya, mengaku dirinya memiliki banyak teman muslim, namun salah satu pendukungnya mengatakan bahwa Amerika memiliki masalah, yang disebut dengan Muslim. Trump tidak benar-benar setuju, dia mengoreksi perkataan pendukungnya menjadi muslim radikal-lah yang menjadi masalah bagi Amerika. Kedua kandidat ini secara implisit memperlihatkan adanya Islamophobia, dimana kaum muslim harus dikucilkan. Keith Ellison, anggota kongres dari Partai Demokrat yang beragama islam, merasa tersinggung dengan perkataan Carson. Menurutnya, asumsi bahwa seseorang dari agama tertentu tidak cocok untuk bekerja kantoran telah mengabaikan mereka sebagai masyarakat negaranya.[64] Bernie Sanders merasa kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Carson. Dia mengatakan apabila Amerika Serikat membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghilangkan prasangka buruk dalam memilih presiden Katolik maupun presiden African-American. Masyarakat seharusnya memilih berdasarkan ide-idenya, bukan karena agamanya maupun warna kulitnya.[65]
Meskipun Carson merupakan kandidat yang selalu membangga-banggakan konstitusi Amerika Serikat, namun pada kenyataanya, perkataan kontroversialnya justru tidak sesuai dengan konstitusi Amerika. Artikel VI Konstitusi Amerika mengatakan: “No religious Test shall ever be required as a Qualification to any Office or public Trust under the United States”. Selain itu, amandemen pertama konstitusi dimulai dengan larangan kongres membuat hukum yang mencakup masalah keberadaan sebuah agama. Dengan dasar konstitusi ini, perkataan Carson tidak lagi dapat dikaitkan dengan cocok atau tidaknya sebuah agama dengan konstitusi Amerika. Carson jelas memiliki masalah tersendiri dalam melihat kaum muslim di negaranya. Apabila Carson terpilih menjadi presiden, sangat memungkinkan dia akan menyebarkan Islamophobia di Amerika Serikat dan membatasi semua pergerakan kaum Muslim di Amerika.
Pandangan masyarakat AS terhadap kedua kasus tersebut dan signifikasi kasus Islamophobia mempengaruhi pola pikir masyarakat AS
Berbagai respon muncul atas kasus Ahmed Mohamed, seorang siswa yang membawa jam buatannya sendiri untuk dikumpulkan sebagai tugas sekolah, yang kemudian  disangka bom oleh gurunya dan membuatnya ditahan beberapa jam di kepolisian Irving, Texas. Bukan hanya itu, Ahmed juga mendapat hukuman discourse selama tiga hari sejak kejadian itu. Gerakan #IstandWithAhmed langsung terbentuk di twitter sebagai tanggapan atas kejadian ini. Salah satu pengguna twitter yang menginisiasi #IstandWithAhmed adalah akun @anildash.[66] Setelah menulis dan mengunggah beberapa informasi tentang Ahmed dan jam buatannya, termasuk foto Ahmed memakai kaos NASA dengan kedua tangan diborgol, ribuan reply dari pengguna akun twitter lainya bermunculan. Sebagian komentar menunjukkan dukungan untuk Ahmed dan keluarganya, sementara sebagian lainnya merespon dengan negatif. Contohnya akun @jonygitar. Tweet yang lebih lengkap dapat dilihat di link yang tercantum di footnote.


Dukungan lain datang dari Keith Ellison, satu dari dua anggota Kongres yang beragama Islam. Ellison membawa jam buatan Ahmed seharian ketika bekerja dan termasuk ketika sedang berpidato mengenai perubahan iklim di konferensi Congressional Black Caucus. Seperti dikutip dari Huffington Post.[67]
Discriminatory profiling doesn’t have a place in our country. Ahmed is working hard and being creative. It’s a shame that a boy is faced with such injustice in America," Ellison said in a statement to The Huffington Post. "I’m proud to stand with him and carry a clock around with me today."
Ahmed menjadi terkenal setelah namanya muncul di media sosial atas tuduhan guru sekolah menengahnya bahwa jam yang dibawanya adalah bom dan melaporkan Ahmed ke kepolisian setempat. Kehidupan muslim di kota tempat tinggalnya, Irving, Texas memang seringkali terancam. Bulan Maret lalu, Mayor Beth Van Duyne menuduh masjid lokal sedang mencoba menerapkan hukum syariah. Sedangkan imam masjid tersebut, mengatakan bahwa ia dan komunitas muslim lokal hanya sedang berupaya mendamaikan perselisihan kecil di antara jemaahnya. Mayor Van Duyne juga bahkan menunjukkan dukungannya kepada guru sekolah Ahmed dan kepolisian Irving atas penangkapan Ahmed. Keluarga Ahmed yang merupakan imigran dari Sudan, ternyata berbeda sikap dalam menanggapi hal ini. Orangtuanya menyatakan bahwa perlakuan yang mereka terima selama ini di Irving baik-baik saja, sedangkan kakak perempuan Ahmed mengatakan bahwa sebagai seorang muslim, ia masih sering menghadapi kecurigaan dan penghinaan dari orang-orang non-Muslim di sekitarnya, misalnya ketika ia dipaksa oleh atasannya untuk melepas hijab dan diancam akan dipecat jika tidak mau melakukannya.[68]
Kasus yang menyangkut Islamophobia selanjutnya, baru saja terjadi, adalah pernyataan salah satu kandidat Presiden AS 2016, -yang juga seorang pensiunan dokter bedah saraf,- Ben Carson, Republican, yang mengatakan bahwa ia tidak akan mendukung atau membiarkan begitu saja jika ada seorang Muslim mencalonkan diri untuk menjadi Presiden AS. Tentu saja hal ini memicu bermacam-macam respon dari berbagai kalangan masyarakat AS. Respon pertama datang dari Hillary Clinton, lawan politiknya dari Partai Demokrat. Menanggapi statement Carson, Clinton membuat satu tweet, “Can a Muslim be President of the United States of America? In a word: Yes. Now let's move on.”. Begitu juga Senator Lindsey Graham yang mengatakan bahwa dengan mengatakan kalimat itu, Carson menunjukkan dirinya belum siap memimpin Amerika. Karena Amerika bukan sebuah negara yang diatur oleh penganut agama tertentu, melainkan sebuah ide.” Senator Bernie Sanders juga menambahkan bahwa tidak seharusnya siapapun menilai calon kandidat Presiden AS dari agama, warna kulit, ras, dan sebagainya, melainkan dari idenya, cara berpikirnya.[69]
Respon mengejutkan datang dari Yusuf, seorang anak berusia 12 tahun yang mengunggah video sebagai tanggapan atas pernyataan Ben Carson. Dalam video yang berdurasi 2 menit 20 detik itu, Yusuf menjelaskan berbagai isu, mulai dari Iran dan kebijakan politik AS yang berkaitan, hingga program Michelle Obama tentang makan siang di sekolah yang menunya dibuat lebih sehat. Yusuf juga mengatakan bahwa kalimat yang diucapkan oleh Ben Carson tidak pantas untuk keluar dari seorang politisi. Yusuf sudah bercita-cita menjadi Presiden AS sejak umurnya 3 tahun. Dan dengan adanya pernyataan Ben Carson, sebagai seorang Muslim, ia merasa cita-citanya dibunuh. Meski begitu, Yusuf tetap optimis akan cita-cita tersebut. Ia bahkan menutup speech-nya dengan kalimat “My name is Yusuf Dayur. And guess what? I don’t care what you say because I’ll become president.”[70]
Perdebatan juga terjadi di antara akademisi dan penulis serta politisi lainnya, karena pernyataan Ben Carson yang menganggap bahwa Islam tidak sesuai dengan Konstitusi AS, justru dianggap salah kaprah oleh sebagian orang lainnya. Dalam Konstitusi, jelas disebutkan bahwa negara tidak mengijinkan adanya “national beliefs” yang artinya setiap warga negara berhak memilih atau tidak memilih keyakinan, dan Amerika tidak akan menjadi negara dengan keyakinan tunggal. Kemudian, Konstitusi juga secara eksplisit telah menerangkan bahwa setiap orang yang mengajukan diri untuk masuk ke dalam pemerintahan AS, atau institusi apapun yang ada di AS, tidak boleh dinilai berdasarkan keyakinan maupun ras dan warna kulitnya. Dalam komentarnya terhadap kalimat pertamanya sendiri, Ben Carson menyatakan bahwa Muslim yang dia maksudkan adalah yang “fanatik atau radikal”. Sedangkan menurutnya, ia akan membuka jalan bagi Muslim yang bersedia menjunjung nilai-nilai Konstitusi AS di atas nilai-nilai Islam dan bersedia meninggalkan hukum syariah. Pernyataan tersebut sebenarnya cukup ganjil, coba kita pikirkan sejenak, penganut agama apapun, jika ia taat, maka ia tidak akan meletakkan apapun di atas keyakinannya sendiri. Apa yang diucapkan Ben Carson terdengar tidak masuk akal. Lagipula, berkebalikan dengan pendapatnya sendiri, Konstitusi justru tidak mempersoalkan keyakinan dalam pencalonan kandidat institusi apapun[71]
Dari banyaknya respon terhadap kasus Ahmed dan Carson, dapat dilihat bahwa masyarakat Amerika terbagi menjadi dua kelompok besar. Satu kelompok yang masih terbayang-bayang oleh kejadian 9/11 sehingga masih tetap menganggap bahwa apapun atau siapapun yang berkaitan dengan Islam adalah “musuh”,”berbahaya’, “ekstrem”, dan sebagainya. Kelompok ini adalah orang-orang yang mendukung penangkapan Ahmed, just in case he really is a terrorist and the clock he built is really a bomb. Selain itu, kelompok ini juga barangkali sependapat dengan Carson (meskipun hanya sedikit respon positif atas pernyataan Carson). Kelompok kedua, yang terdiri dari sebagian besar warga Muslim di negara-negara bagian di seluruh Amerika, pelajar dan mahasiswa, politisi, dan akademisi serta kalangan terpelajar, akan lebih mudah membuka mata atas kedua kejadian tersebut dan mempelajari sendiri pelajaran apa yang dapat diambil dari kedua kasus tersebut, serta bagaimana kemudian menyikapi warga Muslim di Amerika. Salah satu opini datanng dari Douglas Murray. Ia menulis di blognya, bahwa kasus-kasus Islamophobia semacam itu sebenarnya justru akan membantu orang-orang dalam memahami Islamophobia sendiri, tanpa harus “dibimbing” oleh politisi untuk berpikir. Dalam beberapa survey pemilih untuk pemilu 2016, terlihat bahwa angka pemilihan untuk Capres yang beragama Islam cukup tinggi. Jadi, kasus Islamophobia tersebut sebenarnya justru menguatkan dukungan atas kehidupan Muslim di Amerika Serikat, terlepas dari sikap sebagian politisi dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya.
6.    Islamophobia dan Politik AS
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kasus Park 51 menyeruak di lingkungan sosial, maka penting untuk mengajukan pertanyaan apakah sekarang ini Amerika Serikat masih mengalami islamophobia? Dan apakah pemerintah sudah melakukan usaha-usaha untuk setidaknya mengurangi sentimen terhadap kaum Muslim? Todd Green memberikan beberapa indikator untuk menganalisis seberapa tinggi angka sentimen tersebut[72]
Pertama, data FBI Reports menyebutkan bahwa angka kebencian terhadap umat Muslim lima kali lebih tinggi dibandingkan setelah kejadian 9/11. Kedua, organisasi Pew Center's Forum on Religion and Public Life menyebutkan bahwa konflik yang terjadi karena pembangunan masjid meningkat sejak peristiwa Park 51. Ketiga, prinsip pengawasan dan profiling FBI yang terlalu berlebihan menunjukkan ketidakselektifan dalam hal mengungkap jaringan terorisme. Kasus tertangkapnya tiga pria dari Brooklyn yang diduga terkait dalam jaringan ISIS akhirnya tidak ditemukan bukti kuat yang mendukung kecurigaan FBI. Keempat, mengenai politik yang dilancarkan beberapa calon presiden cenderung memojokkan kaum Muslim. Dalam salah satu debat Grand Old Party(GOP),Newt Gingrich bahkan membandingkan kaum Muslim dengan NAZI. Menurut Gingrich, kaum Muslim berusaha menginfiltrasi wilayah Amerika Serikat untuk menerapkan hukum syariah dan menganggapnya sebagai sebuah ancaman mematikan terhadap prinsip kebebasan Amerika Serikat. Pendapat ini juga didukung oleh Ted Cruz yang menyebutkan bahwa hukum syariah membawa Amerika Serikat ke persoalan yang lebih besar. Gerakan untuk menentang hukum syariah ini bahkan sudah meluas ke beberapa negara bagian. David Yerushalmi adalah orang yang menginisiasi gerakan ini pada tahun 2010 di Oklahoma. Setidaknya, telah ada delapan negara bagian yang mengumumkan larangan hukum syariah. Kekhawatiran anti-Muslim ini kami anggap sebagai sesuatu yang terlewat batas karena tidak ada bentuk nyata bahwa nantinya hukum syariah akan menggantikan Konstitusi Amerika Serikat. Terlebih lagi, populasi kaum Muslim yang hanya 1% dari jumlah penduduk tidak memiliki cukup kekuatan untuk menggeser hukum bahkan ideologi Amerika Serikat yang sekarang berlaku. Kelima, provokasi melalui beberapa event seperti "Draw Muhammad" untuk menarik perhatian media terus dilakukan. Melalui dalih kebebasan berekspresi, mereka justru memantik emosi kaum Muslim. Tindakan serupa juga terjadi di industri perfilman Hollywood. Film seperti Argo, Zero Dark Thirty, dan American Sniper diduga telah menyebarkan islamophobia secara viral.Berdasarkan lima indikator di atas, terbukti bahwa islamophobia masih ada di Amerika Serikat. Namun sayangnya, negara sebagai pemegang otoritas tertinggi belum mampu mengambil langkah efektif untuk mengurangi sentimen terhadap kaum Muslim.
Merujuk pada kasus Ahmed Muhammed dan pidato Ben Carson, terlihat begitu jelas sentimen terhadap umat Muslim yang ada di Amerika Serikat.Islamophobia atau ketakutan tak mendasar atas kaum Muslim memang diakui melanda Amerika Serikat. Hal ini dapat kita lihat dari data yang dirilis Council on American-Islamic Relations mengenai pihak-pihak mana saja yang menyebarkan kampanye islamophobia. Pihak tersebut antara lain Abstraction Fund yang pada tahun 2012 menghibahkan dana sebesar USD 1.982.930 kepada kelompok yang konsisten mempromosikan islamophobia di Amerika Serikat[73].American Public Policy Alliance (APPA) juga merupakan pihak yang secara agresif menuntut diberlakukannya undang-undang anti-Islam. Meskipun gerakan untuk menyerukan islamophobia terlihat begitu jelas, pemerintah Amerika Serikat tidak melakukan langkah konkrit untuk menghentikannya.
Ahmed Muhammed yang ayahnya berasal dari Sudan harus merasakan ketakutan masyarakat terhadap dirinya hanya karena namanya ada kata Mohammed-nya. Hal ini dipertegas dengan komentar dari Dewan Hubungan Amerika-Islam, Alia Salem, yang menganggap bahwa ketakutan ayah Ahmed mungkin tepat dan menganggap kasus Ahmed tidak akan dipertanyakan bila namanya tidak mengandung unsur Islam.[74]
Melihat kasus Ahmed ini, Gedung Putih menunjukkan perhatiannya khususnya terhadap kaum-kaum minoritas seperti Islam. Bahkan dalam satu kesempatan, Obama mengundang Ahmed untuk bertemu dengannya.
Sedangkan dalam kasus Ben Carson, Gedung Putih pada hari Senin (21/09/2015) menegur keras kandidat Partai Republik tersebut perihal komentar kontroversial tentang Muslim yang memicu reaksi luas di kalangan masyarakat. Kekecewaan pemerintah Amerika Serikat yang berada di bawah kekuasaan Partai Demokrat  juga diperparah oleh sikap Partai Republik yang tidak memberi sanksi nyata atas pernyataan Carson.Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, mengatakan bahwa pendapat yang disampaikan Carson tidak sesuai dengan nilai-nilai mayoritas warga Amerika Serikat dan tidak relevan dengan isi konstitusi yang menjamin kebebasan beragama. Padahal, Amandemen Pertama Konstitusi AS menjamin kebebasan beragama sementara Pasal VI menyatakan "tidak akan pernah diperlukan tes agama sebagai kualifikasi untuk setiap kantor atau wakil rakyat di Amerika Serikat"[75] Bagaimanapun, Gedung Putih menganggap isu tersebut sebagai isu yang sensitif dan apabila tersebar lebih jauh lagi akan merusak citra pemerintahan Obama.
Tindakan pemerintah Amerika Serikat untuk tidak mencampuri lebih jauh urusan kepercayaan atau setidaknya mengeluarkan undang-undang yang secara efektif mengurangi sentimen kaum Muslim bisa dipahami melalui Konstitusi itu sendiri. Amerika Serikat sebagai negara liberal memiliki prinsip bahwa kebebasan warga negaranya harus dijunjung tinggi.Namun, pada prakteknya kebebasan tersebut tidak dilakukan secara bertanggung jawab bahkan mengorbankan pihak lain. Hal inilah yang menyebabkan isu Islamophobia tidak terlalu membawa pengaruh ke level decision-makers. Amandemen Pertama Konstitusi menyebutkan, “congress shall make no law respecting an establishment of religion”, yang dipersepsikan Thomas Jefferson sebagai upaya pemisahan antara agama dengan negara. Negara tidak boleh berpihak atau mendukung kepada salah satu kaum pemeluk agama tertentu. Amerika Serikat menganggap hal ini sebagai langkah untuk memberi toleransi antar umat beragama. Selama praktik agama tidak mengganggu hak orang lain, hal itu masih bisa diterima. Tetapi akan lain halnya apabila sikap toleransi ini disalahpahami sebagai sikap yang tidak memberi akomodasi apapun demi kepentingan umat beragama. Posisi Amerika Serikat ini bisa dikatakan penuh resiko. Alienasi kaum Muslim pada akhirnya hanya akan merugikan usaha Amerika Serikat untuk memberantas gerakan-gerakan radikal. Jika Amerika Serikat tidak melakukan aksi nyatanya untuk mengurangi islamophobia, maka prinsip fundamental mengenai kebebasan beragama yang sejak awal berdirinya negara terus menerus digaungkan hanya akan menjadi sesuatu yang normatif.














BAB III
KESIMPULAN
A.  Penutup
Islam adalah salah satu agama Samawi yang diturunkan dari langit berkarakter monoistik, yakni menyembah satu Tuhan. Diantara kesamaan tersebut adalah Islam, Kristen, maupun Yahudi mempunyai satu nenek moyang yang sama yakni dari Ibrahim. Dari keturunan Ibrahim tersebutlah yang akan melahirkan beberapa ajaran-ajaran yang sampai sekarang konsistensi kepercayaannya masih dianut oleh hampir seluruh penganut agama di bumi. Yang pada perkembangannya sudah menyebar ke berbagai pelosok penjuru dunia salah satunya adalah benua Amerika yang ditemukan oleh Cristopher Colombus pada 1492.
Dengan penemuan benua baru tersebut, mengkibatkan orang-orang Eropa berbondong-bondong untuk mencari sumber kehidupan yang baru disamping tujuan awal mereka adalah untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Dengan penemuan tersebut disamping untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya mereka juga ingin menyebarkan ajaran yang dianut oleh masyarakat Eropa untuk membuat penduduk pribumi menganut agama Kristen. Dalam kasus tersebut dikatakan bahwa teori Gold, Glory, dan Gospel tentang motif utama orang Eropa mencari wilayah-wilayah kosong yang menurut mereka adalah pada intinya ingin menyebarkan agama Kristen, mencari kejayaan, dan kekayaan.
Inilah yang terjadi di benua Amerika khususnya di Amerika Utara yang sebagian besar wilayahnya adalah Amerika Serikat. Negara tersebut adalah negara dengan mayoritas penduduknya adalah para imigran dari berbagai negara baik dari Eropa, Afrika Utara, Asia Timur, Asia Barat dan daerah lain. Dengan masuknya berbagai imigran dari campuran budaya tersebut membuat Amerika adalah negara yang menganut prinsip liberal. Kebebasan yang dicetuskan oleh beberapa pemimpin Amerika tidak berbanding apa yang dialami oleh beberapa imigran yang menganut agama Islam. Dengan mayoritas penduduk Amerika adalah beragama Kristen, maka agama-agama lain adalah minoritas yang mengakibatkan kebijakan-kebijakan pemerintah pun tidak mendukung agama lain dalam berbagai hal.
Apalagi ketika peristiwa 11 September 2001, pihak pemerintah Amerika beranggapan bahwa aktor utama dalam peristiwa tersebut adalah umat Islam. Dengan anggapan negatif terhadap umat Islam tersebut mengakibatkan umat Islam merasa paling dirugikan. Yang menghasilkan beberapa peristiwa-peristiwa lainnya terutama efek negatif yang ditimbulkan oleh peristiwa 11 September 2001.
Salah satu hal yang paling menonjol adalah adanya Islamophobia yang terjadi oleh mayoritas penduduk Amerika Serikat yang beragama Kristen. Kekhawatiran tersebut sebenarnya adalah hanya sebuah trauma psikologis yang sudah berabad-abad terjadi khususnya semenjak perang Salib pertama kali terjadi antara umat Islam melawan Kristen Eropa. Dan sampai sekarang sentimen tersebut masih dirasakan oleh umat Kristen di Amerika Serikat yang mayoritas penduduknya adalah agama Kristen.
Islamophobia yang terjadi di Amerika hanyalah sebuah ilusi yang dirasakan oleh umat Kristen di Amerika. Kenyataannya apa yang dirasakan oleh umat Kristen hanyalah sebuah beban psikologis yang tidak bisa dilupakan dalam ingatan mereka sehingga apa yang terjadi dalam konteks peristiwa tersebut hanya dilakukan oleh orang-orang yang mengaku dirinya penganut Islam tetapi hanya sebatas penganut saja. Inilah salah satu klaim yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat bahwa agama Islam membawa pengaruh negatif di Amerika. Namun, dengan serangan yang bertubi-tubi yang dialamatkan kepada agama Islam rakyat Amerika mulai tertarik dengan Islam. Karena mereka mulai penasaran dengan apa yang dilakukan oleh penguasa baik melalui media elektronik, surat kabar, dan lain sebagainya.
Seharusnya dengan peristiwa tersebut menjadikan agama Islam menjadi agama yang terpojok dalam hal penganutnya namun sebaliknya, adanya peningkatan yang luar biasa dari penduduk yang ingin mengetahui, mempelajari Islam sehingga rakyat Amerika yang dahulunya menganut Kristen ada yang tertarik dan berbai’at menjadi pengikut Muhammad. Inilah salah satu keistimewaan Islam yang ada di Amerika Serikat yang sampai sekarang menjadi fenomena yang luar biasa yang terjadi di Amerika Serikat.












DAFTAR PUSTAKA

A.  Buku dan Jurnal
Abdullah, Aslam dan Hathout, Gasser. (2003). The American Muslim Identity, Speaking for Ourselves. Los Angeles: Multimedia Vera International.
Achmad Hidayat, Asep. (2017).  Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara. Bandung : Pustaka Rahmat.
Ali, Mukti. (1990). Muslim Bilali dan Muslim Muhajir di Amerika Serikat. Jakarta: Haji Masagung.
Ansary, Tamim. (2010). Destiny Distrupted: A History ot World through Islamic Eyes: (Terj) Yulianto Liputo dengan judul `Dari Puncak Bagdad Sejarah Dunia Versi Islam Cet. I.  Jakarta: Penerbit Zaman.
Barbara, Bardes. (2012).  Mack Shelley, dan Steffen Schmidt. American Government and Politics Today. Boston: Wadsworth Political Science.
Barboza, Steven. (2006). Jihad Gaya Amerika, (Bandung : Mizan, 2006).
Beverley, James A. (2003).  Islamic Faith In America. New York: Facts On File,Inc.
Birdsall, Stephen S. Dan Florin,  John. (1992). Garis Besar Geografi Amerika. Michigan: John Willey & Sons.
Elhady, Aminullah. (2015). Perkembangan Islam di Amerika. Jember : Jurnal Al-Hikmah.
Esposito, John L. (2008). The Oxford Encyclopedia of the modern Islamic world. (terj). Jakarta : Mizan.
Gerges, Fawaz A. (2002). American and Political Islam Cet I, (Ter) Kili Prionggodgigo dan Hamid basyaib. Jakarta: Alfavet.
Gordon, Milton M. (1964). Assimiliation in America Life, the role of race, religion, and national origin. New york : Oxford University Press.
Hasbullah, Moeflich. (2008).  Islam di Amerika : sebuah keajaiban bernama 9/11. Bandung : Pikiran Rakyat.
Hasyim, Fuad. (2018). Gerakan Filantropi Islam di Amerika. Depok : Jurnal Studi Al-Qur’an Vol. 14 No. 1.
Hefner, Robert W.  (Ed), (t.t). The politics of Multiculturalism : Pluralism and citizenship in Malaysia, Singapore and Indonesia”. USA : Hawai University Press.
Husaini, Adian. (2001). Jihad Osama versus Amerika Cet I . Jakarta : Gema Insani Press.
Juergensmeyer, Mark. (2009). Terror in the Mind of God: the Global Rise of Religious Violence. Los Angeles: University of California Press.
Khalik, Subehan. (2015). Sejarah Perkembangan Islam di Amerika. Makassar : Jurnal Al-Daulah. 
Kettani, Ali. (2005).  Minoritas Muslim. Jakarta: Rajawali Pers.
Kohut, Andrew. (2007). Muslim Americans Middle Class and Mostly Mainstream. America: Pew Research Center.
LDFE.UI,  (1981). Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: FE.UI.
Lapidus, Ira M. (Penj). (1997). Gufron A. Mas’adi, Gufron A. Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Milton M, Gordon. (1964). Assimiliation In America Life, the role of race, relogion, and national origin. Newyork : Oxford University Press.
Pearl, Mariane. dan Crichton, Sarah. (2008).  A Mighty Heart : the Inside History of the Al-Qaeda Kidnapping Danny Pearl, (Ter.)Hilmi Akmal, Hilmi. Bandung : PT. Mizan Publika
Rahman, Taufik dkk. (2008). Dalam Obama tentang Israel, Islam dan Amerika Cet III, Bandung : Mizan Media Utama.
Smith, Jane I.  (Terj) Zuraida, Siti. (2004). Islam di Amerika. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Smith, John. (1967). "Heaven and Earth Never Agreed Better to Frame a Place for Man'sn Habitation", dalam L. Stoddard, The New of Islam. London: Cambridge University.
Targonski, Rosalia. (t.t). (ed), Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat. Kantor Informasi Internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Thohir, Ajid. (2002).  Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam Cet I. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
                        (2009). Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Yinger, J. Milton. (1965). A Minority group in America Society. Newyork : Mc Graw, Inc.
Yousif, Ahmad. (2000). Minorities and religious freedom : A Challenge to Modern theory of pluralism. Jakarta : Jurnal of Muslim minority Affairs Vol. 20, No. 1.
Widada, R.H. (2007). Bush dan Hitler; Algojo paling mematikan di Abad Modern Cet I. Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka.




B.  Internet
http://wapedia.mobi/id/Amerika_Serikat?t=8, diunduh pada tanggal 20 Maret 2018 pukul 09:00.
https://www.google.co.id/search?q=peta+Amerika+utara&authuser=1&source. Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 09:00
http://wapedia.mobi/id/Amerika_Serikat?t=8, diunduh pada tanggal  20 Maret 2018 pukul 09:30
http://wapedia.mobi/id/Amerika_Serikat?t=8, diunduh pada tanggal  20 Maret 2018 pukul 09:30
Yousuf Mroueh, Muslim in the Americas Before Columbus, (E-book). diunduh pada 20 Maret 2018 pukul 21:35.
Http://Www.Globalmuslim.Web.Id/2013/12/Ummat-Islam-Lima-Abad-Di-Amerika.Html. Di akses pada 20 Maret 2018  pukul 19:11.
Elise Aymer, The American Muslim Political Renaissance, (dalam http://www.yale.edu.com). Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 14:00.
http://www.cair.com/AmericanMuslims/antiterrorism.aspx. diakses pada 21 Maret 2018 pukul 17:00
http://www.cair.com/ArticleDetails.aspx?. Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 17 :00
Religious Landscape Study, hasil survei pada 4 Juni s.d. 30 September 2014. Diunduh pada 21 Maret 2018 pukul 17:30.
The Global Muslim Population: Projections for 2010-2030” The Pew Research Center. January 27, 2011 . diunduh pada 21 Maret 2018 pukul 17:30.
www.theguardian.com/world/2010/aug/03/mosque-9-11-site. Diakses pada tanggal 21 Maret 2018 pukul 21:00.
http//.Islamophobia_amerika_sebuahkenyataan//teks.com. diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:00
http//www.Iiit.moslem_society.org/Portals/0/news%20text/Islamophobia-M.Nimer.diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:03
http//www.Iiit.org/Portals/0/news%20text/Islamophobia-M.Nimer.pdf. diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:05

CNN, Ben Carson: U.S. shouldn't elect a Muslim president (daring), 21 September 2015, <http://edition.cnn.com/2015/09/20/politics/ben-carson-muslim-president-2016/>,diakses pada 21 Maret 2018.
The Guardian, Ben Carson says no Muslim should ever become US president (daring), 20 September 2015, <http://www.theguardian.com/us-news/2015/sep/20/ben-carson-no-muslim-us-president-trump-obama>, diakses pada 21 Maret 2018.
New York Post, Ben Carson: American’s President Cannot Be A Muslim (daring), 21 September 2015 , <http://nypost.com/2015/09/20/ben-carson-a-us-president-cannot-be-muslim/>, diakses tanggal 21 Maret 2018.
https://twitter.com/anildash/status/644020453724585984/photo/1, diakses 21 Maret 2018.
M. McLaughlin,’Keith Ellison, First Muslim Congressman, Carries  Clock in Solidarity with Ahmed.’, HUFFPOST POLITICS (online), 16 September 2015, <http://www.huffingtonpost.com/entry/keith-ellison-carries-clock-ahmed-mohamed_55f9e9a4e4b00310edf5ae14>, diakses tanggal 18 Maret 2018.
M. Teague, ‘Ahmed Mohamed is tired, excited to meet Obama, -and wants his clock back.’, theguardian (online), 18 September 2015, <http://www.theguardian.com/us-news/2015/sep/17/ahmed-mohamed-is-tired-excited-to-meet-obama-and-wants-his-clock-back>, diakses tanggal 19 Maret 2018.
A. Alman,‘Hillary Clinton Shuts Down Ben Carson Comments On Muslim President Eligibility’, HUFFINGTON POLITICS (online), 21 September 2015, <http://www.huffingtonpost.com/entry/hillary-clinton-ben-carson-muslim-president_56002c4ae4b08820d9196626>, diakses 21 Maret 2018 pukul 21:45
M. Ibrahim, ‘Never a Muslim President? Minessota Boy, 12, tells Ben Carson He’s Wrong’, MPRnews(online),23September2015,<http://www.mprnews.org/story/2015/09/23/video-response-muslim-president>, diakses 19 Maret 2018.
C. Farias, ‘Ben Carson Is Dead Wrong About Muslim President And The Constitution: The Founders said no to a national faith and no to religious tests for public office.’, HUFFPOSTPOLITICS(online),27September2015,<http://www.huffingtonpost.com/entry/ben-carson-constitution muslims_560032c2e4b0fde8b0cf0ee0>, diakses 19 Maret 2018.
Green, Todd. Is America Becoming More Islamophobic?. 26 Juni 2015. http://www.huffingtonpost.com/todd-green-phd/is-america-becoming-more-_b_7658942.html. diakses  21 Maret 2018.
CAIR. Islamophobic Organizations. 16 Juli 2015 http://www.islamophobia.org/islamophobic-organizations.html. Diakses 19 Maret 2018.




[1] Asep Achmad Hidayat, Studi Kawasan Muslim Minoritas Asia Tenggara, (Bandung : Pustaka Rahmat, 2017), hlm. 2
[2] Aminullah Elhady, Perkembangan Islam di Amerika, (Jember : Jurnal Al-Hikmah, 2015), hlm. 74.
[3] Stephen S, Birdsall, Dan John Florin,  Garis Besar Geografi Amerika. (Michigan: John Willey & Sons, 1992).hlm.3.
                [4] Ibid,hlm.15.   
[5] Ibid., hlm. 16.
[6]Taufik Rahman dkk, Dalam Obama tentang Israel, Islam dan Amerika Cet III, (Bandung : Mizan Media Utama, 2008), hlm 33.
[7] John Smit, "Heaven and Earth Never Agreed Better to Frame a Place for Man'sn Habitation", dalam L. Stoddard, The New of Islam (London: Cambridge University, 1967), h. 21
[8] http://wapedia.mobi/id/Amerika_Serikat?t=8, diunduh pada tanggal 20 Maret 2018 pukul 11:00.
[9] Ibid., hlm. 22-23.
[10] Rosalia Targonski (ed), Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat (t.t.: Kantor Informasi Internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, t.th), hlm. 23
[11] Subehan Khalik, Sejarah Perkembangan Islam di Amerika, (Makassar : Jurnal Al-Daulah, 2015),  hlm. 427.
[12]Lihat: https://www.google.co.id/search?q=peta+Amerika+utara&authuser=1&source. Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 09:00
[13] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam Cet I, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 318-319
[14] http://wapedia.mobi/id/Amerika_Serikat?t=8, diunduh pada tanggal  20 Maret 2018 pukul 09:30.
[15] Tamim Ansary, Destiny Distrupted: A History ot World through Islamic Eyes: (Terj) Yulianto Liputo dengan judul `Dari Puncak Bagdad Sejarah Dunia Versi Islam Cet. I, (Jakarta: Penerbit Zaman, 2010), hlm. 505-523.
[16] Fawaz A. Gerges, American and Political Islam Cet I, (Ter) Kili Prionggodgigo dan Hamid basyaib, (Jakarta: Alfavet, 2002), hlm. 4
[17] Aslam Abdullah dan Gasser Hathout, The American Muslim Identity, Speaking for Ourselves, (Los Angeles: Multimedia Vera International, 2003), hlm. 19 
[18] Yousuf Mroueh, Muslim in the Americas Before Columbus, (E-book). diunduh pada 20 Maret 2018 pukul 21:35. 
[19] Ibid., hlm, 26.
[20] Abdullah dan Hathout., loc.Cit., hlm. 21
[21] John L. Esposito, The Oxford Ensiklopedia of the Modern Islamic World. (Terj), (Jakarta : Mizan, 2000), hlm. 333.
[22] Ibid., hlm. 334.
[24] John L. Esposito., Loc. Cit., hlm. 335.
[25] Mukti Ali, Muslim Bilali dan Muslim Muhajir di Amerika Serikat, (Jakarta: Haji Masagung, 1990), hlm. 2-3. 
[26] Gordon Milton M, Assimiliation In America Life, the role of race, relogion, and national origin, (Newyork : Oxford University Press, 1964), hlm. 98.
[27] LDFE.UI, Dasar-Dasar Demografi, (Jakarta: FE.UI, 1981).hlm.16.
[28] Ajid,Thohir. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam. (Jakarta: Rajawali Pers, 2009). hlm.320.
[29] Ibid., hlm. 321.
[30] Ira M. Lapidus, (Penj). Gufron A. Mas’adi, Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 174.
[31] James, A.Beverley, Islamic Faith In America, ( New York: Facts On File,Inc, 2003).hlm.78
[32] Ibid., hlm. 78
[33] Ali. Kettani,  Minoritas Muslim. (Jakarta: Rajawali Pers, 2005).hlm.285.
[34] Ibid., hlm. 286.
[35] Fuad Hasyim, Gerakan Filantropi Islam di Amerika, (Depok : Jurnal Studi Al-Qur’an Vol. 14 No. 1, 2018), hlm. 17.
[36]J. Milton Yinger, A Minority group in America Society, (Newyork : Mc Graw, Inc, 1965), hlm. 22-25
[37] John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of the modern Islamic world. (terj) (Jakarta : Mizan, 2008), hlm. 65.
[38] Ibid., hlm. 31.
[39] Ahmad Yousif, Minorities and religious freedom : A Challenge to Modern theory of pluralism, (Jakarta : Jurnal of Muslim minority Affairs Vol. 20, No. 1, 2000), hlm. 31.
[40] Milton M. Gordon, Assimiliation in America Life, the role of race, religion, and national origin, (New york : Oxford University Press, 1964), hlm. 85.
[41]Robert W. Hefner (Ed), The politics of Multiculturalism : Pluralism and citizenship in Malaysia, Singapore and Indonesia”, (USA : Hawai University Press, 2001), hlm. 2-3
[42] Fareed H. Numan, The Population in the United States, (A “Brief Statement”, December, 1992), hlm. 55
[43]Jumlah Imigran terbesar pada gelombang ketiga ialah orang-orang Palestina yang terusir dari negerinya akibat terbentuknya negara Israel, orang Mesir dimasa pemerintahan Gamal Abdul Nasser, orang Irak dan muslim dari Eropa Timur yang bermigrasi akibat tekanan penguasa komunis. Sedangkan Imigran pada gelombang keempat mayoritas adalah orang terdidik dan banyak dipengaruhi budaya Barat.
[44] Steven Barboza, Jihad Gaya Amerika, (Bandung : Mizan, 2006), hlm. 39.
[45]Elise Aymer, The American Muslim Political Renaissance, (dalam http://www.yale.edu.com). Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 14:00
[46] Jane I Smith, (Terj) Siti Zuraida, Islam di Amerika, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004), hlm, 118.
[47] RH. Widada, Bush dan Hitler; Algojo paling mematikan di Abad Modern Cet I, (Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka, 2007), hlm. 91
[48] Mariane Pearl dan Sarah Crichton, A Mighty Heart : the Inside History of the Al-Qaeda Kidnapping Danny Pearl, (Ter.)Hilmi Akmal, (Bandung : PT. Mizan Publika, 2008), hlm. 22
[49] Adian Husaini, Jihad Osama versus Amerika Cet I (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm. 150.
[50] Mark Juergensmeyer, Terror in the Mind of God: the Global Rise of Religious Violence, (Los Angeles: University of California Press, 2009), hlm. 148. 
[51] Andrew Kohut, Muslim Americans Middle Class and Mostly Mainstream, (America: Pew Research Center, 2007), hlm. 4 
[52] http://www.cair.com/AmericanMuslims/antiterrorism.aspx. diakses pada 21 Maret 2018 pukul 17:00
[53] http://www.cair.com/ArticleDetails.aspx?. Diakses pada 21 Maret 2018 pukul 17 :00
[54] Religious Landscape Study, hasil survei pada 4 Juni s.d. 30 September 2014. Diunduh pada 21 Maret 2018 pukul 17:30
[55] “The Global Muslim Population: Projections for 2010-2030” The Pew Research Center. January 27, 2011 . diunduh pada 21 Maret 2018 pukul 17:30.
[56] Moeflich Hasbullah, Islam di Amerika : sebuah keajaiban bernama 9/11, (Bandung : Pikiran Rakyat, 2008), hlm. 1
[57] Ibid., hlm. 2-6.
[58] Ibid., hlm. 7.
[59] www.theguardian.com/world/2010/aug/03/mosque-9-11-site. Diakses pada tanggal 21 Maret 2018 pukul 21:00
[60] http//.Islamophobia_amerika_sebuahkenyataan//teks.com. diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:00
[61] http//www.Iiit.moslem_society.org/Portals/0/news%20text/Islamophobia-M.Nimer.diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:03
[62] http//www.Iiit.org/Portals/0/news%20text/Islamophobia-M.Nimer.pdf. diakses pada 21 Maret 2018 pukul 21:05
[63]CNN, Ben Carson: U.S. shouldn't elect a Muslim president (daring), 21 September 2015, <http://edition.cnn.com/2015/09/20/politics/ben-carson-muslim-president-2016/>, diakses pada 21 Maret 2018.
[64] The Guardian, Ben Carson says no Muslim should ever become US president (daring), 20 September 2015, <http://www.theguardian.com/us-news/2015/sep/20/ben-carson-no-muslim-us-president-trump-obama>, diakses pada 21 Maret 2018.
[65] New York Post, Ben Carson: American’s President Cannot Be A Muslim (daring), 21 September 2015 , <http://nypost.com/2015/09/20/ben-carson-a-us-president-cannot-be-muslim/>, diakses tanggal 21 Maret 2018.

[67]M. McLaughlin,’Keith Ellison, First Muslim Congressman, Carries  Clock in Solidarity with Ahmed.’, HUFFPOST POLITICS (online), 16 September 2015, <http://www.huffingtonpost.com/entry/keith-ellison-carries-clock-ahmed-mohamed_55f9e9a4e4b00310edf5ae14>, diakses tanggal 18 Maret 2018.

[68] M. Teague, ‘Ahmed Mohamed is tired, excited to meet Obama, -and wants his clock back.’, theguardian (online), 18 September 2015, <http://www.theguardian.com/us-news/2015/sep/17/ahmed-mohamed-is-tired-excited-to-meet-obama-and-wants-his-clock-back>, diakses tanggal 19 Maret 2018.

[69]A. Alman,‘Hillary Clinton Shuts Down Ben Carson Comments On Muslim President Eligibility’, HUFFINGTON POLITICS (online), 21 September 2015, <http://www.huffingtonpost.com/entry/hillary-clinton-ben-carson-muslim-president_56002c4ae4b08820d9196626>, diakses 21 Maret 2018 pukul 21:45
[70] M. Ibrahim, ‘Never a Muslim President? Minessota Boy, 12, tells Ben Carson He’s Wrong’, MPRnews (online), 23 September 2015, <http://www.mprnews.org/story/2015/09/23/video-response-muslim-president>, diakses 19 Maret 2018.

[71] C. Farias, ‘Ben Carson Is Dead Wrong About Muslim President And The Constitution: The Founders said no to a national faith and no to religious tests for public office.’, HUFFPOST POLITICS (online), 27 September2015,<http://www.huffingtonpost.com/entry/ben-carson-constitution muslims_560032c2e4b0fde8b0cf0ee0>, diakses 19 Maret 2018.
[72]Green, Todd. Is America Becoming More Islamophobic?. 26 Juni 2015. http://www.huffingtonpost.com/todd-green-phd/is-america-becoming-more-_b_7658942.html. diakses  21 Maret 2018.

[73]CAIR. Islamophobic Organizations. 16 Juli 2015. http://www.islamophobia.org/islamophobic-organizations.html. Diakses 19 Maret 2018.
[74]Salem, Alia. Ahmed Mohamed dan Islamophobia di Amerika Serikat. 17 September 2015. http://www.aktualita.co/ahmed-mohamed-dan-islamophobia-di-amerika-serikat/5267/. diakses 21 Maret 2018
[75] Bardes, Barbara, Mack Shelley, dan Steffen Schmidt. American Government and Politics Today. (Boston: Wadsworth Political Science, 2012), hlm.115

Post a Comment

silahkan berkomentar bijak dan sesuai dengan topik pembahasan