BREAKING NEWS

Monday, July 9, 2018

Sejarah Islam di Afrika Utara


 SEJARAH ISLAM DI AFRIKA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SAW yang menganugerahkan kesehatan dan rahmat kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan  makalah ini dengan segala kekurangannya. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW yang telah memperjuangkan islam sehingga islam dapat di tegakan di muka bumi ini khususnya Agama islam di Afrika Utara. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Islam Modern, serta untuk menambah wawasan kita mengenai islam di Afrika Utara
 Ucapan terimakasih  yang sebesar-besarnya kepada Bapak  Prof. Dr. H. Sulasman, M.Hum. sebagai dosen pengampu pada mata kuliah Sejarah Islam Modern sekaligus Guru besar Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung, yang telah mempercayakan kami untuk menyelesaikan makalah yang berjudul Islam di Afrika Utara.
              Makalah ini merupakan disusun dengan banyak sekali kekurangan baik dari segi penulisan maupun dalam hal penyajian materi.oleh karena itu kritik dan saran dari Prof.Dr.H. Sulasman, M.Hum. dan  teman-teman Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurusan Sejarah Kebudayaan Islam sangat kami butuhkan guna perbaikan  kearah selanjutnya. Amiin.



Bandung, 23 Maret  2018

Penyusun







BAB I
PENDAHULUAN

            Perkembangan islam yang dikomandoi oleh Rasulullah sejak awal kemunculannya menuai banyak reaksi karena mendompleng adat istiadat yang telah dilakukan oleh bangsa arab khususnya kafir quraish di mekah yang notabene sebagai penyembah berhala.Namun perlahan tapi pasti islam mulai diterima oleh hati masyarakat apalagi ketika umar bin khattab terislamkan lewat senandung surat taha yang dibacakan oleh adiknya sendiri,sehingga semakin kuatlah islam.
Karena banyak terjadi penyiksaan yang( tidak sesuai dengan hak asasi manusia yang digembor-gemborkan dewasa ini) diterima kaum muslimin di mekah ,Rasulullah beserta para sahabat hijrah ke habsy disitulah pertama kali ada kontak Islam dengan Afrika dan mendapatkan perlakuan baik dari masyarakat maupun dari penguasa yaitu Raja Najjasyi atau Negus Kemudian kontak tersebut meluas dan tersebar hingga zaman modern ini.Secara umum dunia Islam Afrika mewakili salah satu keragaman budaya Islam yang mengagumkan sesuai dengan struktur kesukuan bangsa di benua tersebut.‌Para sufi telah membawa Islamisasi damai yang memberi citra pada pengukuhan akan kesan kedamaian ,yang menjadi sorotan adalah Benua Afrika memiliki karakteristik aneh yang membedakannya dari benua-benua lain di dunia, yaitu adanya negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim tapi dipimpin non muslim [1].Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan kami bahas sekelumit mengenai potensi geografis Afrika, Peradaban di Afrika, Afrika pra dan sesudah masuknya islam,metode dakwah, islamisasi di Afrika dari masa ke masa, kemajuan peradaban islam di Afrika utara dalam bidang politik, social, budaya, dan karakteristik manajemen pendidikan, perkembangan islam di Negara-negara bagian afrika, dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di Afrika Utara.                 A.  Latar Belakang Masalah
              Makalah ini membahas tentang sejarah islam di afrika Utara. Islam yang merupakan agama pembebas bagi kalangan tertindas dan hegemoni penguasa yang non Islam seperti Persia dan Romawi, acap kali dianggap agama yang identik dengan darah dan pedang. Anggapan tersebut sama sekali tidaklah terbukti karena Islam merupakan agama pembela bagi kalangan tertindas, tidak terkecuali di wilayah Afrika.[2] Afrika adalah tempat bermacam-macam bangsa dan kebudayaan yang banyak sekali. Afrika adalah negeri dengan pertentangan yang sangat mencolok dan keindahan yang liar. Di sana juga terdapat banyak masalah termasuk perang, kelaparan, kemiskinan, dan masalah penyakit. Di Afrika terdapat gurun Sahara yang merupakan gurun pasir terbesar di dunia. Gurun itu terbentang mulai dari samudra Atlantik di barat hingga laut merah di sebelah timur. Sahara meliputi seperempat dari seluruh benua itu.
Realitas wilayah Afrika merupakan daerah yang berada dibawah kekuasaan kekaisaran Romawi, yaitu sebuah kekaisaran yang super power pada masa itu. Dalam sejarah peradaban dunia, bahwa kaisar-kaisar Romawi dikenal sebagai penguasa yang kejam, lalim dan berdarah penjajah. Namun pada kenyataannya, justru Islam dapat berkembang di Afrika dan populasi penduduk muslimnya mencapai 75 juta dari 500 juta jumlah populasi umat muslim seluruh dunia.[3] Di Afrika juga terdapat dinasti-dinasti yang ikut terlibat dan mewarnai Islamisasi di wilayah tersebut.
Berkaitan dengan hal diatas, makalah ini membahas tentang bagaimana perjalanan penyebaran Islam di wilayah Afrika  (khususnya Afrika Utara)  sehingga Islam dapat diterima di wilayah yang telah dikuasai oleh penguasa-penguasa Romawi tersebut dan dinasti apasaja yang telah berkuasa dalam sejarah perjalanan islam di afrika.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dalam makalah ini dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
         1.      Bagaimana proses islamisasi di Afrika dari masa ke masa
         2.      Dinasti apa saja yang berkuasa dalam proses islamisasi di Afrika
         3.      Bagaimana perkembangan islam di Negara-negara Afrika utara
C.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan  makalah ini ialah
1.      Mengetahui proses islamisasi di Afrika dari masa ke masa
2.      Mengetahui  Dinasti-Dinasti yang berkuasa dalam proses islam di Afrika
3.      Mengetahui perkembangan Islam di Negara-negara Afrika Utara.

                                                                          BAB II
PEMBAHASAN

A.    POTENSI GEOGRAFI DAN PERADABAN DI AFRIKA UTARA
Secara demografis konsentrasi muslim bukan hanya di Timur Afrika namun juga menembus wilayah barat Afrika. Islam di wilayah ini telah ada ratusan tahun sejak Islam tersebar sekitar abad ke-9 M melalui para pedagang yang mengambil rute Selatan Sahara. Sebelum abad ke-11 M beberapa kerajaan Islam muncul. Kawasan Afrika, secara umum terbagi dalam dua kategori, yaitu wilayah Afrika Utara dan Afrika Hitam. Keduanya memiliki dua perbedaan yang cukup mencolok baik dalam bentuk-bentuk tipologi fisik, bahasa, makanan dan struktur sosialnya. Lingkungan geografis bagian Utara merupakan wilayah yang sangat terbuka sehingga berbagai tradisi luar mudah masuk, terutama pengaruh dari Arab maupun berbagai tradisi dan budaya sebelumnya. Oleh sebab itu secara etnolinguistik Afrika Utara termasuk pada kategori Dunia Arab, seperti: Aljazair, Maroko, Libya dan sebagainya.
Sementara secara umum wilayah Afrika Hitam yang lain, sangat tertutup karena letak wilayah yang terletak di pedalaman sehingga budaya luar jarang memberikan sentuhan dan pengaruh pada pembentukan sikap dan mentalitas secara khusus. Yang termasuk wilayah Afrika secara keseluruhan menunjukkan ciri sama sekali pola-pola non-Arabnya. Dengan melihat pemetaan secara global dalam perspektif regional meliputi: tipologi Afrika Utara, Afrika Selatan, Afrika Tengah, Afrika Barat, dan Timur.[4]
B.      Afrika pra dan sesudah adanya cahaya
     Pada awalnya wilayah Afrika telah dihuni oleh bangsa Barbar jauh-jauh abad sebelum datangnya
Islam di Afrika. Di dalam sejarah Barbar diartikan sebagai nama bangsa yag bertebaran di dataran
Eropa sejak abad ke-3 M. namun sebenarnya asal mula bangsa ini adalah berasal dari asia bagian
tengah khususnya Kaukasus. Pada masa itu juga kekuasaan Byzantium di Afrika yaitu
Kartago berhasil dikalahkan oleh orang-orang Vandal dengan pimpinan Geiserik.
Pada masa Nabi Muhammad S.A.W, kontak Islam dengan wilayah Afrika pertama kali adalah ketika para sahabat hijrah ke Abisinia. Di sana mereka mendapat perlakuan yang baik dan hangat dari penguasa Abisinia yaitu Raja Najasy (Negus). Pada masa khalifah Umar bin Khattab, panglima Amr bin ‘Ash berhasil menguasai Mesir dan mengalahkan tentara Byzantium dan kota Fustat pun menjadi ibu kota Islam pertama di Afrika. Pada masa khalifah Usman bin Affan,  ia mengirimkan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah yang kemudian bisa mengalahkan tentara Byzantium dalam peperangan di Laut Tengah.[5]
Akhirnya atas permintaan dari penguasa daerah Byzantium maka diadakanlah gencatan senjata. Hal ini dimaksudkan agar semua wilayah yang telah jatuh ke tangan kaum Muslim bisa direbut kembali. Kemudian pada masa Muawiyah bin Abu Sofyan pendiri dinasti Umayyah mengutus Uqbah bin Nafi’ untuk menjadi gubernur di Afrika pada tahun 666 M, dengan ibu kota di Fustat. Pasukan dari Uqbah ini telah memulihkan keadaan di daerah itu menjadi aman dan terkendali sepenuhnya[6]. Namun setelah semuanya berjalan lancar tanpa disangka Uqbah dipecat dan digantikan oleh Abdul Muhajir maka Uqbah pun menghadap kepada Muawiyah dan memprotes pemberhentian dirinya karena ia merasa bahwa ia telah memberikan kemajuan pada kaum Muslim saat itu.
     Saat Abdul Muhajir berkuasa di Ifriqiyah ia malah menghancurkan Kairawan yang dibentuk oleh Uqbah berikut dengan masjid yang tersohornya pula seolah itu kemudian Ia membangunnya kembali. Dia melakukan hal ini adalah bertujuan agar sejarah mencatat namanya sebagai pendiri kota dan masjid Kairawan. Di Afrika sendiri ada beberapa dinasti kecil yang memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan Islam kala itu.
        Awal perkembangan Islam di Afrika dapat dilacak sejak abad ke-7 M ketika Nabi Muhammad SAW menyarankan sejumlah sahabat untuk menghindari penindasan kaum kafir Mekkah dengan hijrah menyebrangi Laut Merah ke Kerajaan Kristen Abisinia (saat ini Ethiopia) yang diperintah oleh al-Najashi. Dalam tradisi Islam, peristiwa ini disebut hijrah pertama. Wilayah Afrika merupakan wilayah pertama yang digunakan oleh kaum Muslimin sebagai tempat berlindung dan wilayah Afrika juga merupakan wilayah pertama penyebaran Islam di luar semenanjung Arab.
                                                                       
C.    METODE DAKWAH
Proses masuknya Islam ke Afrika melalui lima cara, antara lain:
1.      Expansi atau penakhlukan seperti penyerbuan Dinasti Al-Murabitin ke Afrika Barat tahun      1052- 1076
2.    Migrasi dan pemukiman muslim di wilayah non muslim, seperti orang Yaman dan Oman menetap di daerah peradapan Swahili, Afrika  Timur, yang sekarang merupakan wilayah Kenya dan Tanzania, dan juga budak-budak melayu yang didatangkan ke Afrika Selatan.
3.      Perdagangan, melalui perdagangan lintas sahara. Perdagangan tersebut terjadi di negara-negara  Guinea, Mali, Sinegal, Niger, Uganda, Zaire, Malaw, dan Mozambik. 
4.      Dakwah, misi ini diemban oleh Mubalig, Guru dan Imam pengembara. Buku dan brosur yang   menerangkan agama Islam dicetak dalam bahasa Afrika dan ditujukan kepada golongan non muslim.
5.      Gerakan pembersihan moral, gerakan ini yang paling terkenal adalah gerakan yang dipimpin Utsman    dan Fodio di Nigeria.
Menurut data tahun 2001 jumlah penduduk Afrika kurang lebih 750 juta dan 50% nya beragama Islam. Negara-negara yang terdapat di benua Afrika meliputi antaralain: Mesir, Libya, Chad, Somalia, Kenya, Tanzania, Zaire, Angola, Zambia, Uni Afrika Selatan dan ada beberapa lagi yang lain.[7]
D.KelebihdanKekurangan metode berdakwah                                                                                  1. Kelebihan Dakwah di Afrika
        a) Politik
      Dalam bidang politik tersebut di Afrika banyak juga tokoh muslim yang menduduki jabatan tetinggi di negaranya. Sebut saja seperti Muammar Khadafi, yakni beliau sebagai pemimpin muslim konteporer Libya banyak berubah setelah Muammar Khadafi menguasai politik libya.
Revolusi Khadafi dianggap sebagai salah satu contoh paling awal dalam pembaharuan politik Islam, sejak Libya merdeka pada tahun 1960 selain dari Khadafi juga ada. Pemimpin negara Ghabon serta negara lainnya di Afrika, sehingga hal tersebut semakin memudahkan penyebaran ajaran Islam di benua Afrika.
       Keputusan paling awal rezim ini menyangkut masalah referensi nasionalis dan islam, serta aturan-aturan subtansi. Diantaranya diberlakukan kembali hukum pidana atas Al qur’an serta pelanggaran alkohol dan klub malam mengindikasikan pengakuan terbuka terhadap islam sebagai kekuatan pembimbing dalam kekuatan politik negara.
b) Ekonomi
Afrika  adalah sebuah negara maju dengan penduduk yang berpendapatan sederhana. Negara ini kaya dengan bahan bahan tambang, terutama yang bernilai tinggi sperti, emas, platinum dan berlian. Negara Afrika juga mempunyai sistem keuangan, perundangan, energi infrastruktur yang maju dan moderen. Dengan kekayaan yang di miliki Afrika semakin membuat hubungan antara Afrika dengan negara-negara islam di luar benua Afrika lebih dekat untuk mejalankan dakwah di Afrika tersebut.
2.    Kekurangan Dakwah di Afrika
Secara global, Muslim Afrika dari sisi budaya dan sosial hidup dalam kondisi yang tidak bisa diterima. Mayoritas mereka adalah Ahli Sunnah, akan tetapi pada hakikatnya, mereka mengenal agama secara turun temurun, dan tidak melakukan penelitian tentang mazhabnya sendiri. Para ulama Muslim Afrika juga hidup dalam kondisi yang tidak sesuai, baik dari sisi ilmu maupun pengetahuannya tentang Islam.
Agama merupakan majemuk keyakinan dan hukum-hukum, dimana mengenai Muslim Afrika harus dikatakan bahwa pengetahuan dan keyakinan mereka berada dalam tingkat yang sangat rendah, bahkan mereka juga tidak mampu membuktikan wujud Tuhan secara ilmiah. Yang dipikirkan oleh para ulama mereka adalah bagaimana memenuhi kebutuhan hidup pribadi, mereka sangat lemah dalam masalah pemahaman Al-Quran dan hukum-hukum Islam. Tingkat perekonomian di berbagai negara Afrika memiliki perbedaan. Akan tetapi secara umum, dikarenakan adanya faktor-faktor yang berbeda, keseluruhan negara berada di tingkat bawah. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, seperti: banyaknya anggota keluarga, gaji yang rendah, pertanian yang dikelola secara manual dan tradisional, serta ketiadaan bantuan dan kepedulian pemerintah dan bangsa terutama kepada para Muslim di negara ini. Institusi-institusi di negara-negara ini lebih memperhatikan kaum Kristen dibanding kaum Muslim.
Dari aspek sosial dan politik Kelemahan mereka muncul dari berbagai aspek, selain itu slogan-slogan demokrasi Kristen juga berada di papan atas dalam pemerintahan. Masalah pemisahan agama dari politik di sana sangat kuat. Pemisahan agama dari politik telah menyebabkan rakyat menjauh dari masalah-masalah sosial dan politik. Sementara itu, bantuan bangsa-bangsa lain kepada umat Kristen, juga menjadi faktor lain yang telah melemahkan Islam.
Kondisi sumber-sumber alam di kawasan Afrika barat termasuk negara-negara yang sangat kaya dari sisi sumber-sumber alam. Banyak tanah-tanah produktif yang tidak membutuhkan penanganan, bisa disaksikan begitu banyak hutan dan pepohonan alami, akan tetapi produksi pertanian di kawasan ini sangat mahal, hal ini dikarenakan pertanian di kawasan ini dikelola secara tradisional. Operasi-operasi yang dilakukan oleh pabrik-pabrik di negara ini masih sangat dasar, dimana bahkan rakyat Afrika yang tidak mengenal produk-produk dari susu, seperti mentega, yoghurt dan lain sebagainya. Dalam perbandingan antara agama Kristen dan Islam, harus dikatakan bahwa propaganda Kristen dan ketiadaan kewajiban dalam agama ini telah menyebabkan masyarakat Afrika lebih cenderung dan percaya pada Kristen[8]
D.    ISLAMISASI DI AFRIKA DARI MASA KE MASA
Nama Afrika berasal dari bahasa latin, yaitu Africa terra yang berarti tanah Afri. Afrika merupakan benua terluas nomor dua setelah Asia, yaitu 20 % dari seluruh total daratan bumi dan penduduknya mencapai sepertujuh dari seluruh populasi dunia.[9]  Sebutan bagi penduduk Afrika biasa dikenal dengan nama Berber dan Negro. Bangsa Negro sangat majemuk, bahkan  mendominsi dari jumlah penduduk di benua Afrika, aktifitas keagamaannya sangat beragam yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Afrika utara  adalah bagian dari daerah di benua Afrika di mana budaya dan penduduknya berbeda dengan daerah-daerah di Afrika lainnya. Afrika‎ Utara adalah sebuah kehidupan masyarakat Berber yang bersifat kesukuan, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dan patriarkhi. [10]Penduduk Afrika Utara sebagian besar termasuk ras kulit putih dan merupakan penutur bahasa Afro-Asia.[11] Sebelum Islam masuk ke daerah Afrika Utara, daerah ini merupakan daerah dibawah kekuasaan Romawi.
Secara geografis, Afrika Utara merupakan wilayah bergurun. Dalam terminologi Arab, daerah ifriqiyah merupakan bagian dari Afrika Utara yaitu wilayah Libya, Tunisia, Al-Jazair, dan Maroko. Seluruh wilayah tersebut oleh orang-orang Arab dikenal dengan sebutan Al-Maghribi.[12]
Penyebaran Islam di Afrika bermula pada masa Nabi Muhammad ketika ada kontak pertama kali antara Islam dengan Afrika, yaitu setelah para sahabat hijrah ke Habsyi dan mendapatkan sambutan baik dari raja Najjasyi maupun penduduk setempat. Penyebaran Islam kemudian dilanjutkan pada masa Khalifah Umar Ibn Khattab dengan mengutus Amr ibn 'Ash. Pasukan muslim dibawah panglima Amr ibn 'Ash berhasil memasuki Mesir dengan mengelahkan tentara Bizantium yaitu pada tahun 639-644 M, dan mendirikan kota Fusthat sebagai ibu kota pertama di wilayah Afrika.[13]
Penyebaran Islam ke wilayah Afrika kemudian dilanjutkan oleh khalifah ke tiga yaitu Khalifah Utsman ibn Affan dengan mengirim Abdullah ibn Sa’ad ibn Abi Sarah yang berhasil mengalahkan tentara Romawi di Laut Tengah dan mengalahkan tentara Bizantium dan terus maju sampai ke Barqah dan Tripoli dan terus merangsek sampai ke daerah Carthage, yaitu ibu kota Romawi di Afrika Utara.[14] Perluasan wilayah Afrika sedikit terganggu dengan adanya suhu politik di Madinah yang kurang mendukung sehingga perluasan wilayah tidak memungkinkan untuk dilanjutkan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Raja Konstantine III untuk merebut kembali kekuasaannya atas wilayah Afrika.
Penyebaran Islam mengalami kemajuan pesat ketika pada masa Muawiyah ibn Abi Sofyan dengan mengutus seorang yang bernama Uqbah ibn Nafi' menjadi gubernur di Afrika pada 666 M dan menjadikan kota Qayrawan sebagai ibu kota. Dengan keberaniannya, ia membersihkan pengacau dan sekaligus memulihkan keadaan, ia merupakan orang pertama yang menembus padang pasir Sahara.[15]
Masuknya Islam ke Afrika Utara merupakan moment penting bagi masa depan Islam secara keseluruhan di benua Afrika dan daratan eropa yang selama berabad-abad berada dibawah kekuasaan Kristen. Dalam peradaban Islam, Afrika Utara tidak dapat dilupakan begitu saja. Hal ini dikarenakan Afrika Utara merupakan pintu masuk dari sentral penyebaran Islam, yakni Timur Tengah. Bukti kemajuan di Afrika Utara dalam peradaban Islam adalah dalam bidang arsitektur, seni, dekorasi dan intelektual. Diantara tokoh yang terkenal dalam bidang intelektual adalah Ibn Batuta (Biologi), Ibnu Khaldun (sosiologi) dan Ibn Zuhr.[16]
Perjalanan panjang penyebaran Islam tidak serta merta berjalan dengan mudah, akan tetapi melalui beberapa rintangan baik rintangan dari dalam maupun dari luar. Pergolakan politik yang terjadi dalam pemerintahan pada saat itu, dimanfaatkan oleh bangsa Berber untuk melakukan pemberontakan. Pemberontakan silih berganti baik yang dilakukan orang-orang Berber sendiri dengan maksud melepaskan diri dari kekuasaan orang Islam. Misalnya, pemboikotan yang dilakukan oleh Kusailah pada masa Muawiyah. Pada tahun 683 M orang-orang Islam di Afrika Utara mengalami kemunduran karena orang-orang Berber di bawah pimpinan Kusailah bangkit memberontak dan mengalahkan 'Uqbah di Tahuza pada saat pulang ke ibu kota Qayrawan. Dia dan pasukannya tewas dalam pertempuran tersebut.[17]
Rintangan dari pihak luar, misalnya, keinginan bangsa Romawiatas wilayah Afrika maupun penjajahan bangsa Eropa [18] Pada saat pemerintahan dipegang oleh Abdul Malik ibn Marwan pada masa Daulah Umayyah, Afrika Utara dapat direbut kembali dari kekuasaan Romawi dan berhasil mengalahkan perlawanan bangsa Berber.

E.     KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI AFRIKA UTARA DALAM BIDANG POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, DAN KARAKTERISTIK MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

            Sejak kedatangan Islam di Afrika Utara, kebudayaan dan peradaban Islam sudah mulai menampakkan perkembangannya. Hal ini ditandai dengan berkembangnya Qairawan yang bangun oleh ‘Uqbah bin Nafi’. Pada tahun 50 H/670 M yang tidak menjadi kota militer semata, tetapi menjadi satu pusat ilmu dan peradaban yang cemerlang dalam sejarah Islam [19]
Maka kemajuan peradaban Islam di Afrika Utara bisa dilihat dari:
  1. Aspek Ilmu Pengetahua Kebijakan Islamisasi yang diterapkan di daerah Afrika Utara secara keseluruhan oleh Musa bin Nushair, walaupun tidak menjadikan seluruh penduduknya menganut agama Islam, dapat dikatakan sebagai langkah rintisan bagi proses perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Paling tidak, dengan kebijakan itu bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa resmi negara dan pergaulan di Afrika Utara.
Langkah ini sangat efektif, sehingga bahasa Arab dapat menggeser bahasa latin, meskipun ia sangat sedikit mempengaruhi dialek-dialek asli bangsa Barbar [20] Pada gilirannya, kemajuan Islam berbagai disiplin ilmu pengetahuan (yang berkaitan dengan masalah teologi, hukum, sejarah, sastra, puisi, filsafat, dan biografi) di kemudian hari semua ditulis dalam bahasa Arab.[21] Sehingga muncullah tokoh-tokoh ilmuwan yang sangat terkenal dalam bidangnya seperti Ibnu Sida’, Abu Bakar Al-Turtusi yang terkenal dengan Ibnu Abi Randaq dengan karyanya “Siraj Al-Mulk [22] Sementara dalam ilmu kesehatan dapat dilihat dengan berdirinya sebuah rumah sakit yang besar di Marrakesh [23]
Di bidang kedokteran ada tokoh terkenal yaitu Marwan bin Abdul Malik bin Zuhri yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Zuhri. Ia adalah seorang dokter dan ahli bedah terkenal yang hidup pada zaman Ibnu Rusydi. Kemudian, dengan keahlian yang Ia miliki, Ia mengabdikan dirinya kepada Yusuf bin Tasyfin, Khalifah Ibnu Al-Murabithun, untuk membantu dalam bidang kedokteran. Ia yang pertama kali memikirkan Bronchotomi, dengan menunjukkan secara jelas cerai sendi dan patah tulang. Putranya, Marwan, juga mengikuti jejak ayahnya menjadi ahli bedah dan dokter tentara Yusuf bin Tasyfin.[24]
Di bidang sejarah dan sosiologi, tokoh Ibnu Khaldun menjadi maestro terbesar dalam sejarah Islam, sehingga ia terkenal sebagai Bapak Filsafat Sejarah dan juga sebagai Bapak Sosiologi. Kitab sejarah yang terkenal dan ditulis oleh Ibnu Khaldun adalah Kitab Al-Ibar, yang di tulis selama 4 tahun di daerah Oran. ada masih ada karya-karya beliau yang lainnya seperti Kitab Muqoddimah (karya Masterpiecenya).[25]
Di bidang Geografi Islam muncul tokoh terkenal di Afrika Utara yaitu Ibnu Batuta, seorang pengembara muslim terkenal yang bernama asli Muhammad bin Abdullah. Kumpulan catatan-catatan selama berkeliling merupakan informasi yang bernilai tinggi dalam dunia Islam, kondisi-kondisi sosial, adat istiadat, dan hal-hal tentang kehidupan penduduk diberbagai bagian dunia Islam [26]
Pada sisi lain, para penguasa Dinasti Aghlabiyah sangat peduli terhadap masalah kehidupan intelektual dan mereka memiliki jasa yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan, seperti teologi, hukum dan puisi Maghribi. Dalam hal ilmu hukum, ada seorang lulusan sekolah Qairawan yaitu Sahnun, Ia adalah ahli hukum bermazhab Maliki yang berpengaruh masih terasa sampai sekarang [27]
  1. Aspek Sosial dan Politik
Islam sebagai kekuatan politik memasuki daratan Afrika Utara, berawal semenjak pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab yang dapat menguasai mesir. Kemudian pada masa pemarintahan Usman bin Affan, tepatnya tahun 35 H, kekuasaan Islam sampai Tripoli, Tania, bahkan mencapai kawasan Tunisia. Proses persaingan kekuasaan Islam sempat terhenti berkenaan dengan terbunuhnya Usman bin Affan pada 36 H. Ketika Mu’awiyah berkuasa penuh di Damaskus, perluasan daerah kekuasaan terus diusahakan, termasuk kelanjutan perluasan kekuasaan islam di Afrika Utara. Dengan diangkatnya ‘Amru bin ‘Ash sebagai Gubernur Mesir, maka kebijaksanaan memperluas wilayah kekuasaan Islam dihidupkan kembali. Pada 50 H, sebuah kawasan (yang akhirnya dikenal dengan nama Qayrawan) yang terletak di wilayah Afrika Utara dapat dikuasai oleh kaum muslimin di bawah pimpinan Uqbah ibn Nafi.
Pada masa Dinasti-dinasti yang berdiri di daerah Afrika Utara banyak kemajuan dalam hal sosial dan politik, seperti:
  1. Dinasti Idrisiyah, dalam hal sosial dan politik, Nampak pada waktu suku Barbar bersedia menerima Idris bin Abdullah, dimana Idris bin Abdullah banyak mempengaruhi suku Barbar dengan aspek sosial dan politik dibanding aspek keagamaan, karena aspek sosial dan politik sangat menentukan Idris bin Abdullah dalam meyakinkan orang-orang Barbar bahwa dirinya merupakan keturunan Ali bin Abu Thalib.
  2. Dinasti Murabithun, dalam hal sosial dan politik yang berjalan dalam Dinasti ini adalah dalam aspek politik, mereka memakai masjid sebagai benteng pertahanan Islam yang berada di sekitar masjid. Masjid mempunyai multifungsi sebagai tempat ibadah, penyebaran dakwah sekaligus sebagai benteng pertahanan. Anggota pertamanya berasal dari Lamtuna bagian dari suku Sanhaja yang suka mengembara di padang Sahara. Sedangkan dalam hal aspek sosial, para wanita dari kalangan Dinasti ini adalah menggunakan cadar yang menutupi wajah di bawah mata, kebiasaan ini dinamakan Mulatstsamun (para pemakai cadar) yang kadang-kadang menjadi sebutan lain bagi kaum Murabithun [28]
  3. Dinasti Muwahhidun, dalam hal sosial dan politik, pada masa Ibnu Tumart menyebarkan dan mengajak masyarakat Afrika Utara dalam mengikuti dakwahnya, ia menggalang dan membentengi diri dengan membentuk dewan, yang terdiri dari Dewan Menteri, Dewan Majelis Pemuka Suku, dan Majelis Rakyat. Tujuan dibentuk dewan tersebut adalah untuk mengkoordinir anggota dalam pengembangan agama dan juga untuk memudahkan mengkoordinir pemerintahan dari segi politik. [29]
  4. Dinasti Fathimiyah, didalam sistem politik dan sosial yang berjalan di pemerintahannya menganut paham keagamaan. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh dukungan rakyat, maka khalifah sering menggunakan paham keagamaan. Hal yang ini jugalah yang membawa pengaruh kepada corak sosial yang religius. Sehingga sosial dan politik pada waktu Dinasti Fathimiyah menggunakan aliran agama yang sangat kental.
  1. Aspek Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam
Menilik seluk beluk pendidikan, akan membuka wacana kepada sistem dan institusi pendidikan itu sendiri. Islam, sebagai sebuah peradaban, memiliki kualitas peradaban yang jauh lebih dahulu maju dibandingkan dengan peradaban Barat (Eropa). Dalam sejarahnya, peradaban Islam memiliki sistem pendidikan yang akomodatif serta mampu menjadi inspirasi kemajuan berbagai peradaban lain.[30]
Perjalanan pendidikan Islam di Afrika Utara, dimulai pada masa Dinasti Idrisiyah, pada tahun 859 M, Fatimah Al-Fihri, puteri dari seorang saudagar bernama Muhammad Al-Fihri, di Fez, Maroko,  mendirikan sebuah wadah lembaga pendidikan yang berbentuk madrasah dan diberi nama Jami’ah Al-Qarawiyyin. Sebagaimana, tradisi pendidikan Islam saat itu, Jami’ah Al-Qarawiyyin juga berada di dalam komplek Masjid Al-Qarawiyun.
Awalnya berdirinya Jami’ah Al-Qarawiyyin adalah sebuah komunitas Qairawaniyyin di Kota Fez (Maroko). Komunitas membuat diskusi-diskusi kecil di sebuah masjid. Masjid yang berfungsi sebagai tempat ibadah di halakah, banyak diikuti para penduduk sekitar. Umat Islam di Kota Fez pada abad ke-9 M juga menjadikannya sebagai tempat untuk membahas perkembangan politik. Sehingga akhirnya, materi yang diajarkan dan dibahas dalam ajang diskusi itu berkembang mencakup berbagai bidang, tak cuma mengkaji Alquran dan Fiqih saja.
Wacana yang dibahas dalam diskusi di emper Masjid Al-Qarawiyyin itu pun meluas hingga mengkaji tata bahasa, logika, kedokteran, matematika, astronomi, kimia, sejarah, geografi, hingga musik. Beragam topik yang disajikan dengan berkualitas oleh para ilmuwan terkemuka akhirnya mampu membetot perhatian para pelajar dari berbagai belahan dunia.
Seiring dengan waktu, pada akhirnya Al-Qawariyyin melahirkan sejumlah tokoh ilmuwan Muslim kenamaan , di antaranya, Abu Abullah Al-Sati, Abu Al-Abbas al-Zwawi, Ibnu Rashid Al-Sabti, Ibnu Al-Haj Al-Fasi, serta Abu Mazhab Al-Fasi, yang memimpin generasinya dalam mempelajari mazhab Maliki. Tak heran bila kemudian, Jami’ah al-Qarawiyyin ini menjadi perguruan tinggi paling prestisius di abad pertengahan.
Kemudian pada masa Dinasti Fathimiyah, para Khalifahnya memiliki kecenderungan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, terlihat sejak Khalifah Al-Muiz, yang memerintahkan Panglima Jauhar Al-Shhiqily membangun Al-Azhar, awal merupakan sebuah bangunan masjid yang tidak berbeda dengan masjid-masjid lain pada umumnya yang sudah ada pada saat itu. Masjid ini awalnya digunakan sebagai pusat latihan kader penyebar ideologi Syi’ah mengancam otoritas Abbasiyah Sunni.
Pada mulanya pengajaran di Universitas al-Azhar sama dengan institusi pendidikan lain, yaitu sistem ber-halaqah (melingkar) seorang pelajar bebas memilih guru dan pindah sesuai dengan kemauan. Metode yang digunakan adalah berdiskusi, sebagai metode dalam proses pembelajaran antar pelajar, seorang guru hanya berperan sebagai fasilitas memberikan penajaman dari materi yang didiskusikan. Kurikulum yang dipakai di al-Azhar pada mulanya fiqih dan al-Qur’an, dan ilmu agama lainnya. Namun setelah menjadi universitas, mulai memasukan ilmu-ilmu umum, seperti kedokteran, ilmu, sejarah, ilmu hitung, logika dan lain-lain.[31]
Akhirnya sistem pengajaran di Al-Azhar berkembang, dan terbagi menjadi empat kelas yaitu:[32]
  1. Kelas umum diperuntukan bagi orang yang datang ke al-Azhar untuk mempelajari Al-Qur’an dan penafsirannya
  2. Kelas para mahasiswa Universitas al-Azhar kuliah dengan para dosen yang di tandai dengan mengajukan pertanyaan dan mengkaji jawabannya.
  3. Kelas Darul Hikam, kuliah formal ini diberikan oleh para mubaligh seminggu sekali pada hari senin yang dibuka untuk umum dan pada hari kamis dibuka khusus untuk mahasiswa pilihan.
  4. Kelas non-formal, yaitu kelas untuk pelajar wanita.
Kemudian, pengembangan Al-Azhar dilakukan pada masa Khalifah Al-Aziz Billah, tahun 988 M, dengan usaha Yakub bin Kills, Al-Azhar dijadikan sebagai Universitas Islam yang mengajarkan ilmu-ilmu agama, ilmu akal (logika) dan ilmu umum lainnya. Untuk menunjang kegiatan pendidikan dan pengajaran, Al-Azhar dilengkapi dengan asrama untuk para fuqaha (dosen, tenaga pendidik), serta semua urusan yang kebutuhannya ditanggung oleh Khalifah. Adapun ilmu agama yang di ajarkan meliputi: Ilmu Tafsir, Qiraat, Hadis, Fiqih, Nahwu, Shorof dan Sastra. Sedangkan ilmu-ilmu umum yang diajarkan meliputi: Filsafat, Ilmu Falak, Ilmu Ukur, Musik, Kedokteran, Kimia dan Sejarah, serta Ilmu Bumi.[33]
Al-Hakim (996-1021) mendirikan Darul Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Sistem pembelajaran Darul Hikmah yaitu mengajarkan membaca, menulis dan melakukan penelitian. Sehingga muncullah ilmuwan muslim seperti Ibnu Yunus (348-399 H./958-1009 M.) seorang astronom besar dan Ibnu Haitam (354-430 H./965-1039 M.) seorang tokoh fisika dan optik. Selain itu ia mendirikan Darul Ilmi, suatu perpustakaan yang menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.[34]
Pada tahun 1013 Al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke seluruh dunia Islam.
F.     PERKEMBANGAN ISLAM DI NEGARA-NEGARA AFRIKA UTARA
Agama Islam masuk ke daratan Afrika pada masa Khalifah Umar bin Khattab, waktu Amru bin Ash memohon kepada Khalifah untuk memperluas penyebaran Islam ke Mesir lantaran dia melihat bahwa rakyat Mesir telah lama menderita akibat ditindas oleh penguasa Romawi dibawah Raja Muqauqis. Sehingga mereka sangat memerlukan uluran tangan untuk membebaskannya dari ketertindasan itu.
Selain alasan diatas Amru bin Ash memandang bahwa Mesir dilihat dari kacamata militer maupun perdagangan letaknya sangat strategis, tanahnya subur karena terdapat sungai Nil sebagai sumber makanan. Maka dengan restu Khalifah Umar bin Khattab dia membebaskan Mesir dari kekuasaan Romawi pada tahun 19 H (640 M) hingga sekarang. Dia hanya membawa 400 orang pasukan karena sebagian besar diantaranya tersebar di Persia dan Syria. Berkat siasat yang baik serta dukungan masyarakat yang dibebaskannya maka ia berhasil memenangkan berbagai peperangan. Mula-mula memasuki kota Al-Arisy dan dikota ini tidak ada perlawanan, baru setelah memasuki Al-Farma yang merupakan pintu gerbang memasuki Mesir mendapat perlawanan, oleh Amru bin Ash kota itu dikepung selama 1 bulan.
Setelah Al-Farma jatuh, menyusul pula kota Bilbis, Tendonius, Ainu Syam hingga benteng Babil (istana lilin) yang merupakan pusat pemerintahan Muqauqis. Pada saat hendak menyerbu Babil yang dipertahankan mati-matian oleh pasukan Muqauqis itu, datang bala bantuan 4.000 orang pasukan lagi dipimpin empat panglima kenamaan, yaitu Zubair bin Awwam, Mekdad bin Aswad, Ubadah bin Samit dan Mukhollad sehingga menambah kekuatan pasukan muslim yang merasa cukup kesulitan untuk menyerbu karena benteng itu dikelilingi sungai. Akhirnya, pada tahun 22 H (642 M) pasukan Muqauqis bersedia mengadakan perdamaian dengan Amru bi Ash yang menandai berakhirnya kekuasaan Romawi di Mesir.
     1.1 Aljazair
Nama resmi negaranya adalah Republik Demokratik Rakyat Aljazair atau dalam bahasa arab disebut Al Jumhuriyyah al Jazairiyah ad Dimuqratiyah ash Sa’biyah. Merupakan sebuah negara pesisir Laut Tengah, Afrika Utara. Dalam bahasa arab disebut Aljazair, karena negara ini merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 4 pulau yang terletak berdekatan dengan ibu kota negara sekaligus pusat pemerintahan yaitu Aljir. Luas negara ini adalah 2.381.741 kilometer persegi dengan menempati posisi terluas ke 10 didunia dan terluas di Afrika dan Mediterania. Bentuk negara ini adalah republik semi-presidensial yang terdiri dari 48 propinsi. Jumlah penduduk di negara ini lebih dari 37 juta jiwa dan menempati posisi ke-34 terbanyak di dunia. Perekonomian negara ini mengandalkan sumber-sumber minyak, perusahaan minyak bernama Sonatrach merupakan perusahaan minyak terbesar di Afrika. Sedangkan dari sektor industri pertanian seperti perusahaan gandum, minyak zaitun, buah-buahan dan hewan ternak.

2.2 Aljazair Sebelum Datangnya Islam
Tujuh tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat (639 M), bangsa Arab bergerak menuju Afrika. Dalam dua generasi, Islam telah menyebar di Afrika Utara dan seluruh wilayah Maghribi Tengah. Pada abad berikutnya, konsolidasi jaringan perdagangan muslim yang berkaitan dengan garis keturunan, perniagaan, dan persaudaraan sufi, telah sedemikian kuat di Afrika Barat. Sehingga, pengaruh politik dan kekuasaan kaum muslimin begitu besar.

Afrika Utara merupakan pintu gerbang penyebaran Islam ke Eropa. Dari Afrika Utara lalu ke Spanyol yang termasuk benua Eropa. Penyebaran Islam ke Afrika Utara sudah dimulai sejak Khulafaur Rasyidin, yaitu pada masa Umar bin Khattab. Pada tahun 640 M, panglima Amr bin Ash berhasil memasuki Mesir. Kemudian pada khalifah Utsman bin Affan penyebaran Islam meluas ke Barqah dan Tripoli. Tapi penaklukan atas kedua kota tersebut tidak berlangsung lama, karena Gubernur Romawi berhasil merebut kedua kota itu kembali. Karena Gubernur Romawi ini kejam dan memeras rakyat sehingga rakyat (penduduk) meminta bantuan kepada orang-orang islam. Permintaan itu disanggupi oleh Khalifah Utsman bin Affan.

Namun bantuan itu baru terealisasikan pada pemerintahan Bani Umayyah yaitu pada masa Muawiyah bin Abi Sufyan mempercayakan tugas itu pada panglimanya yang bernama Uqbah ibnu Nafi al Fihri. Dan Uqbah ibn Nafi al Fihri berhasil menekan suku Barbar dan menghalau pasukan Romawi dari daerah tersebut. Mulai sejak itu Afrika Utara dikuasai oleh Bani Umayyah lalu Bani Abbas, Rustamiyah, Idrisiyah, Aglabiyah, Ziridiyah, Hammadiyah, kemudian Murabithun dan Muwahhidun.

Dalam situs resmi kepresidenan negara Aljazair disebutkan, bahwa manusia sudah ada di Aljazair sejak 5000 tahun sebelum masehi. Penduduk itu lebih dikenal dengan sebutan Nomadiy.

Secara historis, Aljazair memiliki sejarah yang cukup panjang. Mengalami pasang surut peradaban. Sejak 40 SM, daerah ini telah diperintah oleh Bangsa Romawi, tahun 429-534 dikuasai oleh Vandals, dan tahun 534-690 di bawak kekuasaan Bizantium (Romawi Timur) yang beragama Nasrani.

Penduduk asli Aljazair adalah dari Amazigh atau Barbar yang sekarang tinggal 17% dari penduduk Aljazair. Nama ini telah digunakan sejak pendudukan Romawi, yaitu sebutan untuk Qabail, Syawiyah, Thawariq, Bani Yaqzan. Mereka semua adalah penduduk asli Aljazair.

2.3  Masuknya Islam Di Aljazair serata perkembangan islam di Aljazair
Islam mayoritas agama negara Aljazair. Melingkupi sebagian besar aspek kehidupan. Islam menyediakan masyarakat dengan identitas pusat sosial dan budaya, serta memberikan sebagian besar individu orientasi etis & sikap dasar
Islam masuk ke negeri ini pada akhir abad ke-7 M, pada masa Khalifah Bani Umayyah sekitar abad 682 M. Diawali dari Tunisia, tentara Islam terus berdakwah & berjihad bergerak ke arah barat. Mereka membebaskan sejumlah bangsa Barbar seperti Aljazair, Maroko, Libya, dan wilayah Magribi dari penjajahan bangsa Romawi, untuk hidup dalam naungan Islam yang damai.
Penduduk Aljaair saat ini mayoritas merupakan keturuna Arab-Barbar. Secara kultural masing-masing mengembangkan tradisi yang berbeda. Selain itu juga terdapat suku Tuareg yang tinggal di Nomaden.
Dalam segi perekonomiannya, Aljazair mempunyai bisnis utama yaitu minyak dan bahan tambang yang memberi kontribusi 30% terhadap pendapatan negara. Walaupun minyak dan bahan tambang menjadi kontribusi utama, tetapi tingkat penyerapan tenaga kerjanya hanya 2%. Sedangkan dalam sektor industri, seperti gandum, minyak zaitun, buah-buahan dan hewan ternak memberi kontribusi pada Negara sekitar 25% dengan penyerapan tenaga kerja 30%.
Bentuk pemerintahnnya adalah Republik, dan ibu kotanya adalah Aljir, bahasa resminya adalah bahasa Arab dan bahasa Perancis. Penduduknya yang beragama Islam berjumlah 99,1% dari seluruh penduduk.
Adapun perkembangan Islam di Aljazair. Dalam sejarahnya, Aljazair beberapa kali mengalami peralihan kekuasaan. Pertama kali Aljazair berada dalam kekuasaan Dinasti Ziyanid dari tahun 1236, selanjutnya di bawah tampuk dinasti Islam Utsmaniyah dari tahun 1516. Setelah itu masuk penjajahan Prancis dari tahun 1830. Setelah dijajah selama 150 tahun lebih. Pada tahun 1954, Front Pembebasan Nasional (FLN) yang didukung penuh rakyat Aljazair melancarkan perang gerilya.
Setelah hampir 1 dekade bergerilya di kota dan desa, dengan berkorban nyawa dan harta benda, akhirnya mereka berhasil memaksa Perancis keluar pada 1962. Oleh karena itu kemudian Aljazair dikenal dengan Negara Milyun Syahid (Sejuta Pahlawan). Aljazair memproklamirkan merdeka sebagai Negara Republik Kesatuan tepatnya pada 5 Juli 1962.
Dalam kurun waktu 1830-1848, Aljazair beralih dari kekuasaan Turki ke kekuasaan penjajah Perancis yang berlangsung secara bertahap. Tahapan tersebut dimulai pada 5 Juli 1830 ketika Perancis datang menaklukkan Bey Husein, Gubernur di propinsi Oran. Meskipun kedatangan Perancis pada awalnya untuk membebaskan para Misinaris Kristen yang ditangkap oleh penguasa Turki. Legitimasi terhadap kolonialisme Perancis ditandai dengan penandatanganan suatu kapit        ulasi yang isi pokonya adalah jaminan terhadap rakyat Aljazair untuk menjalankan agamanya dan penghargaan atas tradisi rakyat Aljazair, terutama untuk tetap mempergunakan bahasa Arab dan Barbar. Sejak awal penentangan terhadap kolonialisme ini, Islam memainkan peranan yang menonjol. Hal ini dapat dilihat dari perjuangan para tokoh Muslim lewat organisasi-organisasi sosial menentang Perancis.
Perjuangan umat Islam yang terpatri pada sejarah dan merupakan komponen utama permulaan gerakan Nasionalisme Aljazair adalah gerakan kaum al-Ulama al-Muslimin. Asosiasi ini didirikan pada bulan Mei 1931 atas inisiatif sejumlah ulama Aljazair yang banyak dipengaruhi oleh gerkan Muhammad Abduh dan Rasyid Rida di Mesir. Mereka menyebarkan keyakinan bahwa depotisme dari dalam dan penjajahan asing dari luar adalah dua penyakit utama yang diderita umat Islam. Syarat utama kebangkitan Islam adalah melenyapkan praktik bid’ah dan menggalang persatuan dikalangan umat Islam. Sebagai hasil usaha yang mengantarkan Aljazair mencapai kemerdekaannya, Ben Kedis selalu melontarkan slogannya yang amat populer, yaitu: “Aljazair negara kita, Arab bahasa kita, dan Islam agama kita”.
Bersamaan dengan kemunduran dunia Islam, penjajah Prancis masuk ke wilayah ini. Genderang jihad pun diserukan untuk mengusir penjajah. Perlawanan demi perlawanan terus berlanjut sampai kemudian Perancis harus mengakui kemerdekaan Aljazair pada tahun 1962. Namun, seperti pada negari-negeri Islam lain, kemerdekaan ini menjadi semu, karena kemudian yang berkuasa di Aljazair adalah agen-agen Perancis sendiri. Aljazair kemudian menjadi negara sekuler dengan sistem republik yang dipimpin oleh boneka dan kader-kader binaan Perancis.
Dengan menjadi negara sekuler, Aljazair menjadi negara yang sangat bergantumg pada Prancis. Terjerat dalam sistem sekuler yang hanya menguntungkan negara asing dan para penguasa sekuler. Kondisi menyedihkan akibat sistem sekuler ini mendorong munculnya gerakan-gerakan Islam yang menyerukan kembali ke jalan Islam. Sistem sekuler dianggap telah gagal dan jalan yang menyelamatkan hanyalah Islam “Islam adalah solusi”. Demikian opini ini dibangun oleh gerakan-gerakan Islam Aljazair.
Semenjak tahun 1980, Aljazair memasuki masa kebangkitan Islam. Hal itu ditandai dengan adanya :
1.      Semangat kehiduan beragamanya meningkat
2.      Perencanaan ekonomi yang lebih sistematis, bahkan menjadikan penduduk menganut minoritas mitos industrialisasi sebagai satu-satunya kekuatan
Berdasarkan kongres partai tunggal di Aljazair, yakni The National Liberation Front (Front Pembebasan Nasional) pada tanggal 27-31 Januari 1979, maka diadakan kegiatan sebagai berikut :
1.      Mendirikan “Pusat Latihan Imam” di Meftah, sebelah utara Al-Jir
2.      Membangun Universitas Teknik Ultra Modern di Oran
3.      Mendirikan pusat perdagangan Ultra Modern di Oran
4.      Membangun pusat perdagangan serta kebudayaan Riyad Al-Feth yang bergaya Barat dan kontroversial di Al-Jir
5.      Pembangunan Masjid-masjid
Di Aljazair terdapat Kementerian Agama (Wizarah As-Syu’un Al-Diniyah), yang tugas utamanya mengembangkan studi Islam dan mengenalkan tradisi Islam serta ideologi Islam. Salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan seminar tentang pemikiran Islam yang pertama di Batna (1969), kedua di Aures (1978), dan ketiga di Al-Jir (1980).
2.4   Tokoh pemikir dalam gerakan moderen di Aljazair serta bentuk pemikirannya
Dapat kita ketahui bahwasanya Aljazair jatuh di bawah kekuasaan Perancis pada tahun 1830. Langkah yang diambil dalam rangka penjajahannya adalah merubah negeri arab muslim ini menjadi bagian wilayah Perancis. Strategi yang diterapkan berupa memecah belah dan mengadu domba rakyat Aljazair yang secara garis besar terbagi menjadi dua yakni ; bangsa Arab dan Barbar. Penduduk Barbar memang yang mula-mula dikenal sebagai penduduk Aljazair. Suku ini telah memiliki bahasa dan adat istiadat tersendiri. Adapun para muslim Arab  pada akhir abad ke-7 datang belakangan secara damai, dan banyak warga yang dengan sukarela memeluk agama islam. Kedua komunitas ini hidup berdampingan tanpa ada masalah yang menyebabkan perseteruan diantara keduanya. Namun setelah pendudukan Perancis mereka dipecah belah, dengan mengembangkan wacana bahwa Barbar adalah etnis Perancis yang menjadi bagiannya pada masa purbakala, sedangkan golongan Arab adalah penganut ajaran islam dalam ahwalus syakhsyiah. Meskipun demikian, tidak ada yang tahu secara pasti dari kalangan para ahli, dari manakah sebenarnya suku Barbar berasal.
Akibat dari pendudukan Perancis muncul berbagai macam perlawanan rakyat Aljazair terutama dari kalangan muslim. Kekuatan dan kegigihan perjuangan bangsa Aljazair ini berasal dari konsep nasionalisme keagamaan. Usaha Perancis berupa aneksasi secara esensial menyingkirkan sistem pemerintahan dan administrasi tradisional Aljazair dan merusak integritas bahasa, budaya dan agama masyarakat. Perlawanan secara militer dilakukan oleh Amin Abdul Qadir meskipun kandas ditengah jalan. Setelah itu muncullah para pemimpin tarekat dan ulama seperti Bu Zian (1849), Sidhi Saduq (1858), Bu Khitasyi (1860), Syekh Musthafa Azzuz (1866), Al-Muqrani (1870) dan Amzian (1879).
Dalam rangka meredam pemberontakan ini maka Perancis berusaha mengisolasi penduduk muslim serta menyingkirkan elite agama dan suku. Namun usaha ini tetap saja tidak dapat menghentikan semangat perlawanan terhadap Rezim kolonial. Usaha Perancis memanfaatkan para marabout menimbulkan efek samping yang begitu berat. Timbul pendiskreditan terhadap para marabout dan menimbulkan peluang bagi kelompok salafiyah untuk muncul sebagai wakil islam. Disamping itu pendidikan modern berpengaruh positif pada regenerasi kepemimpinan muslim.
Para generasi muslim baru tersebut banyak yang menduduki jabatan birokrasi, fraksi dan tentara. Sejak tahun 1920-an mereka menuntut persamaan hak dan perbaikan nasib rakyat. Dalam kondisi inilah muncul gerakan pembaharuan islam salafiyah di bawah payung jam’iyyah al-‘ulama al-muslimin al-jazariyyah yang dipimpin oleh Abdul Hamid bin Badis (1889-1940) yang secara resmi didirikan pada tahun 1931.
Organisasi ini dalam menggalang pendukungnya dengan memanfaatkan perubahan sosial-keagamaan sebagai akibat semakin tingginya urbanisasi, meningkatnya jumlah kaum terpelajar dan sekaligus menurunnya wibawa para marabaout. Organisasi ini mencurigai usaha Perancis yang berinisiatif perbaikan sebagai taktis asimilasi. Untuk menepis dampak asimilasi ini maka mereka berusaha menerbitkan berbagai majalah untuk menyebarkan gerakan pembaharuannya. Salafiyah di Aljazair berjasa membina sarana pendidikan, penggunaan bahasa Arab, perbaikan sosial-ekonomi, dan identitas nasional hingga akhirnya tercapai kemerdekaan Aljazair pada tahun 1962.
Suatu  hal yang menarik dari berbagai usaha kemerdekaan Aljazair adalah tentang gerakan salafiyyah Ibnu Badis yang mengembangkan ide-idenya melalui media tafsir Al-Qur’an, sehingga muncullah identitas negara sebagai salah satu unsur nasionalisme. Ibnu Badis dengan asosiasinya telah berhasil menggabungkan reformasi islam dan nasionalisme. Nasionalisme Aljazair ini dapat bertahan kuat berkat jasa para ulama dan tokoh-tokoh yang memberi legitimasi dan menggerakkan dukungan dengan bergabung bersama pemimpin islam tradisional dalam rangka penyebaran nasionalisme tersebut. Nasionalisme ini bercorak Arab Islami. Hal ini sangat mudah diterima oleh masyarakat karena Arab dan Islam telah mengakar pada diri mereka.
Dalam rangka penyebaran ide-idenya, yang muaranya adalah pergerakan islam menuju  kemerdekaan Aljazair, Ibnu Badis menggunakan berbagai macam usaha, terutama dengan menggunakan metodologi tafsirnya. Peneliti bermaksud mengungkap metodologi yang diaplikasikannya. Hal ini menjadi menarik ketika dikaitkan dengan keberhasilannya menggiring pemikiran muslim di Aljazair menuju perubahan yang lebih baik. Sampai-sampai Mushalli Hajji yang dianggap sebagai Bapak Nasionalisme, mula-mula ia berorientasi sosialisme-populis, bergabung dengan gerakan islami Ibnu Badis. Dengan hal ini maka terjadilah pergumulan pemikiran antara nasionalisme yang berorientasi pada sosialisme-populis dengan gerakan salafiyyah reformis. Tentunya ini akan muncul dialektika yang saling take and give dari kedua belah pihak.
Secara garis besar berkenaan dengan arah gerakan islam, tampaknya perlu dilingat bahwa sumber ajaran muslim adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam pengertian lain, islam adalah satu. Akan tetapi masing-masing gerakan di berbagai belahan dunia islam terdapat berbagai kecenderungan, sehingga muncul banyak aliran pemikiran. Meskipun Ibnu Badis berlatar belakang  penganut madzhab Maliki, namun ia berusaha keluar dari batas-batas madzhab guna memurnikan ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits tanpa perantara, meskipun tidak menafikan pendapat-pendapat dari para ulama sebelumnya. Ia berusaha menggabungkan diri dengan kaum salaf yakni generasi muslim awal.
Aliran gerakan Ibnu Badis ini dapat dikategorikan sebagai Reformisme salafi. Pemikiran ini muncul sebagai pengaruh para pemikir reformis di akhir abad ke-19 dan pada pertama abad ke-20. Para tokoh aliran ini memiliki karakter yang dinamis ketika berhubungan dengan sumber-sumber agama, kehendak yang konsisten untuk menggunakan naluri dalam mengkaji teks, demi memperhitungkan tantangan-tantangan zaman dan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat. Pemikiran ini bertekad melindungi identitas muslim dan mengamalkan ibadah, mengakui kerangka konstitusi luar, serta selalu terlibat pada tingkat sosial sebagai warga negara tempat tinggal.
Jika kita berbicara tentang identitas, maka dalam kaitannya dengan sebuah negara, perlu dikaitkan dengan nasionalisme. Pada pertengahan abad ke-19, ketika islam mulai mengadakan hubungan dengan bangsa barat, ketegangan antara nasionalisme dengan islam telah ada seperti digambarkan oleh ketegangan antara Pan-Arabisme dan Pan-Islamisme di dunia Arab. Bagaimanapun juga banyak orang Arab yang berusaha menyelesaikan problem ini dengan menyamakan Arabisme dengan Islam, dan dengan membuat kebangkitan islam bergantung pada kebangkitan kembali apa yang disebut sebagai bangsa Arab.
Secara umum dipandang bahwa nasionalisme dan islam pada dasarnya tidak sejalan. Akan tetapi sebelum menerima atau menolak penegasan ini, perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan nasionalisme. Apabila yang dimaksud nasionalisme adalah rasa cinta tanah air (patriotisme) maka islam tidak menolak pandangan ini (ada sebuah hadits Nabi yang menyatakan bahwa “Cinta tanah air adalah bagian dari kesempurnaan iman”). Imam Khomeini menyebutkan pula bahwa nasionalisme adalah rasa cinta tanah air dan rakyatnya serta melindungi batasan-batasannya. Akan tetapi jika nasionalisme didefinisikan sebagai sebuah ideologi yang didasarkan pada penegasan atas keterpisahan suatu bangsa atau bahkan superioritas atas bangsa lain dan menjadikan bangsa itu sebagai satu-satunya sumber legitimasi atau fokus kesetiaan, maka pengertian ini ditolak oleh kalangan revivalis. Kalangan militan, yang diwakili oleh Khomeini, meyakini bahwa nasionalisme ini merupakan tipu muslihat yang dibuat oleh pihak asing untuk memecah-belah islam.
Suatu hal yang menarik pada pemikiran Ibnu Badis dalam tafsirnya adalah pemikiran tafsir corak yang memadukan antara konsep Islam dengan kenyataan yang ada ketika itu, guna merespon penjajahan Perancis. Tema pemikiran ini tentunya tidak terlepas dari pemikirannya tentang Nasionalisme, entah Arab ataukah Islam, karena keduanya tampak mewarnai dalam arah pemikiran dan pergerakannya. Dialektika antara Arab-Islam sangat efektif ketika itu, sehingga diakui banyak kalangan nasionalisme, Ibnu Badislah yang telah berhasil membebaskan bumi Aljazair dari Perancis.

22. TUNISIA
Pada abad ke-19 pembentukan organisasi muslim di Tunisia mempunyai problem yang sama seperti yang di alami oleh imerpremium Usmani dan Mesir. Menghadapi ekonomi eropa yang sedang berkembang pesat dan kemunduran internal dari Negara Tunisia. Program reformasi keseluruhan didasarkan pada prinsip bahwasanya pemerintahan yang baik merupakan landasan bagi vitalitas social dan ekonomi dan secara politk upaya reformasi ini  bergantung kepada dukungan pihak ulama yang mana khyar al-Din berusaha mempengaruhi mereka agar menerima teknik-teknik pemerintahan Eropa.
Pada sisi lain Tunisia tidak mampu bertahan dari tekanan politik dan ekonomi internasional. Secara progresif Perancis membimbing seluruh biro pemerintahan Tunisia, yang terpenting adalah pembukaan Tunisia bagi kolonisasi Perancis dan pemberlakuan sistem pertanian dan pendidikan modern. Perubahan perundang-undangan pertanahan telah melahirkan meningkatnya penghasilan negara dengan membuka sejumlah tanah pertanian baru dan dengan menjamin hak milik para pembeli Eropa, secara politik relatif tenang, para pejabat dan para ulama Tunisia bangkit untuk menentang pemerintah perancis, dan muncullah generasi-generasi baru dari para pemuka nasional dari kalangan birokratik yang terdidik secara modern, sebagaimana yang terjadi di dalam masyarakat Utsmani. Sejak tahun 1930 sampai 1905 kalangan elite serta-merta menerima pemerintah Perancis dan menaruh perhatian besar terhadap masalah pendidikan dan kultural. Elite ini juga memprakarsai pendirian sekolah Khalduniah pada tahun 1896 untuk melengkapi pendidikan Zaytuna dengan beberapa pelajaran modern.
Pada tahun 1930-an generasi nasionalis baru tampil ke barisan terdepan yang dipimpin oleh beberapa konservatif, umumnya mereka berpendidikan Zaytuna, dengan naluri identitas Arab dan muslim mereka sangat kuat. Pada kongres Destour tahun 1932 Bourguiba menuntut  kemerdekaan bagi Tunisia dan mengusulkan sebuah perjanjian persahabatan untuk melindungi beberapa kepentingan Perancis. Pada tahun 1934 kelompok radikal mengambil alih Destour dan menciptakan partai neo-Destour serta memboikot produk-produk Perancis dan pembentukan rezim demokrasi parlementer. Gerakan neo-Destour melancarkan pertempuran selama 12 tahun yang berakhir dengan kemerdekaan Tunisia. Pembentukan sebuah pemerintahan Tunisia yang merdeka segera dilanjutkan dengan konsolidasi kekuasaan Bourguiba. Pemerintahan baru ini secara progresif menghentikan pejabat-pejabat Perancis dan mengganti mereka dengan kalangan militan, meskipun sekitar 2500 warga Perancis masih bertahan dalam kedinasan Tunisia.
Perjalanan sejarah Tunisia sebagai masyarakat muslim yang sangat statis, jatuh dibawah pemerintahan asing pada akhir abad ke-19generasi baru Tunisia yang berpendidikan memberikan atas hilangnya kemerdekaan dengan berpaling kepada reformisme islam dan kepada nasionalisme sekuler untuk menyelamatkan masyarakat mereka. Di bawah pengayoman kalangan elite nasionalis sekuler, kemerdekaan Tunisia tercapai pada tahun 1956. Tunisia berusaha mengembangkan sebuah perekonomian campuran dan sebuah masyarakat yang sekuler. Keterbatasan dan kegagalan rezim baru ini melahirkan gerakan oposisi yang di masukan dalam nilai-nilai islam dan dalam kesetiaan muslim.

33. MAROKO
Maroko adalah sebuah negara yang merdeka yang mempunyai kemampuan bertahan sebagai sebuah rezim otoritasnya didasarkan kombinasi antara symbol khilafah dan sufi, meskipun negara ini sangat kesulitan dalam mempertokoh otoritasnya di wilyah pedesaan atau pedalaman. Adapun kelas politik menengah, Maroko seperti kebanggaan  tuan tanah bangsawan, yang mana pada masyarakat timur tengah lainnya mereka menghendaki kekuasan negara yang memusat. Penetrasi ekonomi bangsa Eropa terhadap Maroko pada akhir abad ke-19menggoyang negaraMaroko dan menyebabkan terbentuknya protektorasi Perancis dan Spanyol pada tahun 1912. Beberapa wilayah selatan Atlas tetap berada di luar penguasaan langsung Perancis dan berada di bawah kewenangan kepala-kepala suku bawahan. Beberapa tokoh suku besar, seperti Mtouggi, Gundafa, dan Glawis, menguasai surplus pertanian, menguasai lintas batas pegunungan Atlas, dan menguasai keuntungan lalu lintas karavan.
Prancis membawa para elite muslim di bawah kontrol mereka, sebagian besar zawiyah sufi menerima otoritas Perancis, membantu dalam menundukkan wilayah kesukuan kepada pemerintahan pusat, dan menjaga perdamaian antara penduduk pastoral yang berpindah-pindah di pegunungan Atlas, sebaliknya prestise sufi merosot sebagaimana merosotnya peran politik mereka, dan mereka digantikan oleh administrator pemerintah. Kebijakan sosial dan pendidikan Lyautey juga dimaksudkan untuk mendukung Perancis terhadap Berber untuk mendapatkan dukungan terhadap pemerintah Perancis, dan menganggap Berber sebagai non-arab yang dapat dipisahkan dari masyarakat umum Maroko dan diharapkan mereka bersekutu kepada Perancis dan membatasi pengaruh arab dan islam.
Kebijakan ekonomi Perancis sangat memihak kepada kepentingan koloni-koloni Perancis. Properti yang sangat luas yang dikuasai oleh sultan dan suku-suku disediakan untuk dibagi-bagi. Dominasi Perancis secara ekonomi dan politik pada negara Tunisia dan Aljazair tampaknya berjalan lancar meskipun hal ini tidak menumbuhkan kondisi kultural dan sosial yang mendukung bagi terbentuknya sebuah gerakan oposisi. Pemerintah Perancis turut menyokong hancurnya struktur tradisional masyarakat Maroko. Adapun posisi bangsa Maroko pertama berlangsung dalam bentuk pemberontakan Abdullah Karim di wilayah penduduk Spanyol. Abdullah Karim adalah seorang intelektual, smua memiii karir sebagai Qodi, guru besar dan sebagai editor surat kabar telegram, ia mengetahui benar kultur bangsa Spanyol dan memiliki banyak koneksi  dengan pihak Eropa. Perlawanan bangsa Maroko terhadap pemerintahan Perancis yang paling akhir datang dari reformasi agama. Reformasisme menegaskan bahwa apapun perubahan yang ditimbulkan oleh pemerintah Perancis adalah merugikan kemapanan kelompok borjuis dan menyadarkan mereka akan kesadaran nasional.
Di Maroko, dibeberapa tempat lain, perang Dunia II benar-benar memperlemah kekuatan Perancis dan mengantarkan pada terbentuknya partai Istiqlal (kemerdekaan) tahun 1943, untuk sampai di barisan terdepan dan berusaha menggalang dukungan massa bagi kemerdekaan Maroko. Dengan meraih kembali kemerdekaan, Sultan kembali menjadi figur politik yang dominan. Sistem protektorasi juga telah menempatkan sultan pada kedudukan politik dan administrasi yang tinggi. Maroko tetap bertahan sebagai negara paling konservatif dan menyatu di antara negara-negara Timur Tengah dan Arab Afrika Utara. Islam di Maroko begitu kuatnya didentifikasikan dengan kerajaan dan negara sehingga ia membetuk identitas nasional bangsa Maroko. Bukanlah berarti bahwa nilai-nilai islam tidak dapat dimanfaatkan untuk menentang rezim ini.

4    4. LIBYA
          Libya adalah Negara republik rakyat yang terletak di tepi laut tengah Afrika utara. Rebublik ini termasuk Negara nomor empat terluas di benua afrika. Sebelah selatan berbatasan dengan Chad, sebelah barat dengan Aljazair , barat laut dengan Tunisia, barat daya dengan Niger, timur dengan  Mesir dan tenggara dengan sudan. Luas: 1.757.000 km,2. Jumlah penduduk: 4.206.000 (1990). Kepadatan penduduk: 2,4/km2. ibukota: Tripoli. Bahasa resmi adalah bahasa Arab. Agama: Islam (97 persen, merupakan agama resmi): lain-lain (3 persen). Satuan mata uang adalah Dinar Libya (LD).
        Serangkaian invasi pada abad ke-7 menimbulkan proses Arabisasi dan Islamisasi penduduk negeri di sekitar dataran benua Afrika utara, tetapi    tetapi hal ini  tidak diiringi pembentukan rejim yang memusat. Otoritas Almohad bersifat nominal (sekedar nama; Mamluk Mesir bersekutu dengan suku-suku di Cyrenaica sehingga mengantarkan klaim mereka sebagai menguasa nereni di dataran Afrika Utara tersebut.. Klaim ini diwarisi oleh Usmani yang menaklukkan Mesir pada tahun 1517 dan Tripoli pada tahun 1551. sejak tahun 1551-1711 tripoli diperintah oleh pasha usmani dan tentara Jenisari
       Pemerintahan Usmani juga mendirikan rejim pertama di wilayah Tripolitania, cyrenaica, dan fezzan yang mana pada masa modrn ini Negara-negara tersebut membentuk sebuah Negara yang dikenal sebagai Negara libya.
        Wilayah libiya, sepanjang sejarahnya banyak mengalami masa pendudukan dari luar; Phoenician, Carthagin Romawi, yunani, Fandals, Byzantines. sementara itu Islam masuk ke Libya lewat penaklukan tentara Islam dari Arab pada abad ke-7 masehi. Islam kemudian diterima dengan sukarela oleh masyarakat libiya, bahkan mayoritas rakyat  Libiya beragama Islam dan mengadopsi bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari rakyat Libiya. Sampai abad ke-16 Libiya masih merupakan bagian dari khalifah Ustmaniyah. Tahun 1911 Tentara Itali masuk ke Libiya dan menjadikannya sebagai salah satu daerah koloninya. Pada tahun 1943 Itali maengadopsi nama Libya (nama yang digunakan oleh orang Yunani untuk maenyebut daerah Afrika Utara, kecuali Inggris) sebagai nama resmi daerah koloninya. Wilayah libiya meliputi propinsi Cyrenaica, Tripoltania, dan Fezzan. Raja Idris, pemimpin daerah Cyrenaica, memimpin perlawanan rakyat Libiya terhadap penjajah Itali sepanjang perang dunia I dan II. [35]
       Dari tahun 1943 sampai 1951 Tripolitania dan Cyrenaica berada di bawah jajahan Inggris sementara Fezzan berada di bawah pengontrolan penjajah Prancis,. Tahun 1944, raja Idris kembali dari pengasingannya di kairo, mesir, dan kembali di Cyrenaica. Di bawah perjanjian damai dengan sekutu Itali menarik diri dari Libiya. Pada tanggal 21 Nopember 1949, sidang umum PBB mengeluarkan resolusi yang mengumumkan Libiya harus menjadi Negara  merdeka sebelum tanggal 1 Januari 1952. Raja Idris saat itu mewakili Libya dalam negosiasi PBB. Ketika Libya merdeka tanggal 24 Desember 1951, Libya merupakan Negara pertama di dunia yang merdeka di bawah desakan PBB. Libya memproklamasikan diri sebagai Negara monarki konstitusional di bawah pimpinan Raja Idris. Berkat penemuan sumber minyak tahun 1959, Libya menjadi Negara kaya di dunia dilihat dari perkapita GDP-nya. Padahal sebelumnya, Libya merupakan Negara miskin.
       Sebelumnya, dalam bidang ekonomi Libya mengandalakan sector pertanian seperti jelai (makanan rakyat), kurma, zaitun, dan buah-buahan peras. Meskipun banyak mengalami kerugian akibat embargo yang diterapkan PBB, ekonomi Libya relative tetap stabil. Hal ini karena Libya masi biya mempertahankan volume eksport minyaknya sekitar1,5 juta barel perhari. Minyak merupakan 90 persen sumber devisa Negara ini. Tentu saja, minyak libya mengundang perusahan-perusahan kapitalis yang haus minyak. Raja Idris memerintah Libya sampai tanggal 1 September 1969. lewat kudeta militer. Rezim baru Libya dipimpin oleh dewan komando revolusi yang membubarkan sistem monarki dan memproklamasikan Negara Republik Arab yang baru.
      Kolonel  Muammar khadafi menjadi pimpinan dewan komando revolusi yang secara defakto sekaligus sebagai pemimpin Negara Libya.
      Lewat dewan komando revolusi ini, terjadilah perubahan arah Negara Libya. Dengan moto,  kebebasan, sosialisme, dan persatuan, Libya bersemangat untuk melepaskan diri dari keterbelakangan, mengambil peran aktif dalam kasus Palestina, mempromosikan persatuan Arab, serta menekankan kebijakan domestic yang berdasarkan  kesejahteraan sosial, non –eksploitasi dan pendistribusian kesejahteraan yang sama. Saat itu juga, pemerintah baru ini maenuntut pengunduran diri seluruh instalasi militer asing di Libya.   Sejak mengambil alih pada tahun 1969 lewat kudeta militer, Kolonel Muammar Khadafi telah membentuk sistim polotiknya sendiri, yang diklaimnya sebagai gabungan dari sosialismae dan Islam, yang disebut oleh Khadafi sebagai teori internasional ketiga (the third internationale theory). Kadafi membentuk dirinya sebagai pemimpin  revolusi. [36]
        Perbincangan tentang tentang Negara libya dalam tulisan,  sengaja  dibatasi pada aspek perkembangan Islam di Libya. Karena hal tersebut memang sengaja dijadikan ruang lingkup  bagi tulisan ini.
        Untuk mengungkapkan perkembangan Islam di Libiya ini,  penulis menggunakan pendekatan sejarah dalam mengungkapkan informasi-informasi dalam bentuk data sejarah perkembangan Islam di Libiya tersebut. Melalui pembahasan tentang  gerakan pembahruan yang bernafaskan Islam dan atau gerakan sosial politik yang memboncengi Islam yang terjadi di Libya,  diharapkan dapat membantu  penulis melacak dan mengungkapkan  data  informasi tentang perkembangan Islam di Libiya yang merupakan fokus pembahhasan tulisan ini

1.      Gerakan Sanusyyah: Kerajaan Libya
          Gerakan tareqat Sanusyyah dibentuk pada tahun 1837 oleh Muhammad bin Ali al-Sanusyyah (1787-1859), yang dilahirkan di Al-Jazair tepatnya di al-Wasitah  dekat mustaghanim. Dia adalah salah seorang keturunan nabi dari Al-Hasan, anak laki-laki dari fatimah.nama lengkapnya adalah Al-Sanusi Al-Khattab Al-Hasani. Pendiri gerakan tarekat ini telah mempelajari berbagai ilmu agama dan bahkan pernah bergabung dengan gerakan-gerakan terkait lannya yang ada di Afrika Utara. Tidak puas dengan ilmu-ilmu yang telah dipelajari di daerah kelahirannya seperti ilmu Al-Qur'an , Taohid, dan figih, dia kemudian meninggalkan kota kelahirannya untuk memperdalam ilmu-ilmu yang sudah dimiliki. Dia pergi menuju kota Fas untuk mempelajari tafsir Al-Qur'an , Hadits , sejarah dan ilmu-ilmu tradisional lainnya di mesjid dan universitas Karawiyyin.[37]
     Gerakan Sanusyyah dibentuk dengan tujuan untuk menyatukan ikhwanulmuslimin yang ada dan untuk menyebarluaskan dan merivetalisasikan Islam. Bahkan ditegaskan bahwa Gerakan Sanusiah dibentuk untuk menghindari dan mempertahankan Islam dari agresi bangsa asing. Untuk tujuan ini, gerakan sanusiah memilih daerah terpencil yaitu; Cyrenaica, satu daerah yang berada diluar pengaruh bangsa Eropa dan hanya secara nominal dibawah rejim Usmanyyah.[38]  
       Dengan demikian tempat tersebut di atas  cukup cocok  untuk suatu gerakan keagamaan. Pondok-pondok Anusia menjadi pusat misi dan pendidikan agama Islam dan juga menjadi perkampungan, pertanian dan perdagangan. Pondok-pondok itu dihubungkan dengan rute-rute perdagangan. Selama hampir sembilan dasawarsa, Gerakan Sanusyyah memiliki asas Islam yang kuat, yang memadukan unsur-unsur ekonomi dan agama. Tersebar di sepanjang wilayah Cyrenaica, Fazzan dan sebahagian wilayah dari orang-orang badui setempat. Ini akibat usaha gerakan mengalang persaudaraan di kalangan mereka. Mendapat otoritas untuk urusan kerjasama niaga, menjadi mediator dalam berbagai konflik, dan untuk urusan-urusan pengajaran agama dan representasi politik.[39] 
       Thariqat ini secara progresif mendapatkan otoritas semi politik dikalangan masyarakat badui di wilayah ini melalui negosiasi kerjasama dibidang perdagangan, melalui peran mediasi perselisihan, dan melalui pengadaan tugas-tugas perkotaan seperti pengajaran keagamaan, pertukaran barang produksi, darma bakti, dan perwakilan politik. Pada akhir abad ini jaringan kerja   Jawiah Sanusyyah membentuk sebuah kualisi kesukuan yang sangat luas di beberapa wilayah bagian barat Mesir dan ekspansi Prancis di wilayah Danau Chad (Lake Cbad) sekaligus pada Italia mengalami kekalahan dalam perang dunia ke-II sehingga Libya jatuh dibawah kekuasaan Inggris dan Prancis, akan tetapi PBB tahun 1951 menetapkan seorang pemimpin Sanusyyah, Amir Idris menjadi raja dan memerintah negeri ini atas dasar legitimasi keagamaan keluarganya dan atas dasar pengabdiannya dalam perjuangan melawan pemerintahan asing[40]
  Adalah logis , bila pada akhir abad ke-19 gerakan Sanusyyah telah mampu membangun satu kualisi kesukuan yang cukup luas, sebelah barat Mesir dan Sudan.pada awal abad ke-20, hanya beberapa ulama  di pusat perkotaan yang berpotensi menjadi ancaman bagi hegemoni Sanusiyyah. Tidak mengejutkan jika Sanusyyah mampu memimpin perlawanan loKal, khususnya di Cirenaica, terhadap sebuah serbuan Italia. Meskipun kepemimpinan Sanusyyah akhirnya beralih ke Mesir, penggantinya Syekh Umur Al-Mukhtar meneruskan perjuangan melawan Italia hinga tahun 1927, perjuangan Sanusyyah tidak berhenti , gerakan ini menjalin persekutuan dengan Inggris dalam perang dunia II dengan tujuan agar Libya lepas dari pengawasan Italia. Selanjutnya libya sebagai sebuah kerajaan, diproklamasikan pada tahun 1951, dan raja Idrus Al-Sanusyyah, cucu dari pendiri gerakan Sanusyyah sebagai raja pertama Libya.
       Tarikat Sanusiah berusaha menyatukan seluruh umat muslim dalam persaudaraan, bahkan juga memberikan konstribusi bagi penyebaran dan revitalisasi Islam. Tujuan dakwanya telah mengantarkan Al-Sanusyyah ke cyrenaiica, disinilah ia mendirikan sejumlah jawiah sebelum kematiannya pada tahun 1859. jawiah sanusiah tersebut menjadi pusat-pusat misi dan pengajaran keagamaan, bahkan juga menjadi pemukiman pertanian dan perdagangan. Jawiah Sanusyyah tersebut, yang mengembangkan sejumlah rute perdagangan yang menghubungkan Cyrenaica  dengan Kufrah dan Waday, turut membantu dalam menggorganisir karafan dan perdagangan.
       Dalam perjalan kepemimpinan Raja Idris dalam memimpin Libya dipandang tidak atau kurang akomodatif dan aspiratih terhadap berbagai kemauan rayatnya terutama dari kalangan generasi muda Libya. Ini menyeabkan dia tidak sanggup mengghadapi tuntutan generasi muda yang terimbas oleh perasaan nasionalisme yang sedang tumbuh dan oleh perkembangan ekonomi minyak yang begitu fenomenal  semenjak pemasarannya pada tahun 1961. Akhirnya pada tahun 1969 Khadafi melakukan kudeta terhadapnya.
      Pada tahun 1973 revulusi Libya mengalami perubahan yang sangat radikal, dengan memberhentikan sejumlah pejabat, provisional dan musuh-musuh politiknya yang potensial dan membentuk komite populis untuk menjalankan kementrian Negara, sekolah, dan sejumlah perusahaan besar. Pada akhir decade 1970 negara mengambil alih kekuasaan atas seluruh fungsi ekonomi yang penting . dampak politik populisme ini adalah penghapusan seluruh pusat kekayaan independent dan pembentukan bsebuah sistem pengedalian terhadap fungsionari publik sehingga meminimalkan prospek oposisi terhadap kadafi. Kadafi sangat terkenal sebagai tokoh idiologi arab dan islam radikal. Doktrin revolisionernya yang pertama merupakan kopi dari idiologi naseria dan ba'thiyah dan menyerukan persatuan arab menentang kolonialisme dan Zionisme dan kepemimpinan bangsa libya dalam menggalang persatuan dan perjuangan arab dalam menggahadapi Israil.[41]
2. Gerakan Khadafi dan Islam Libya
        Di mata barat khususnya As, Libya di bawa kepemimpinan muamar Khadafi merupakan sosok Negara teroris. Majalah newsweek bahkan menobatkan Khadafi sebagai  “ the most dangerous man in the world" (manusia paling berbahaya di dunia). Dalam sistim doktrinal Amerika., tidak ada orang yang dilambangkan dengan begitu tandas sebagi momok bengis terorisme seperti Khadafi. Libya di bawa kepemimpinannya telah menjadi model utama bagi sebuah Negara teroris.
       Kasus-kasus terorime kerap dikaitkan dengan  Khadafi.  Libya termasuk dalam daftar negara sponsor terorisme internasional versi AS, antara lain karena kebijakan pemerintahan Khadafi yang menyokong apa yang disebutnya; gerakan-gerakan pembebasan di sejumlah negara. Sejak berkuasa tahun 1969, Khadafi telah membantu gerakan pembebasan sekitar 45 negara , antara lain vaksi-vaksi radikal di tubu PLO (Palestina), pemberontakan di Chad dengan mengirim legion Islam yang dilatih di Libya, geriliawan muslim moro (Filipina), dan tentara republik Irlandia  (IRA) tiap tahun, Khadafi bahkan menggelar konfrensi gerakan-gerakan-gerakan pembebasan sedunia alias pertemuan tahunan para aktifis kelompok-kelompok pergerakan radikal di Tripoli,ibu kota Libya.
       Pada awal tahun 1970 Khadafi menambahkan satu dimensi baru dalam pandangan teoritisnya dimana ia mengusulkan misi Arab Islam sebagai memproklamirkan sebuah skripturalisme Islam yang ektrem di mana Al-Qur'an dijadikan satu-satunya sumber otoritas bagi rekonstruksi masyarakat Islam, namun hal yang sama tidak diberlakukan terhadap hadits nabi Muhammad. Skripturalisme Islam sejalan dengan populisme yang menghancurkan otorita ulama, syaikh sufi, kalangan birokrat dan teknokrat, dan menjadikan Khadafi sendiri sebagai figure sentral dalam versi modernisme islamiya. Demikian juga moralitas Al-Qur'an di libya mengharamkan praktik perjudian , alkohol dan bentuk –bentuk kejahata; Barat yang sedang menggejala.[42]
       Khadafi selama ini senantiasa memberangus aktifitas keislaman yang mengancamnya dengan berbagai cara antara lain lewat eksekusi, penghancuran rumah , dan hukuman massal. Dia sendiri memiliki hari istimewa untuk menggantung mahasiswa yang dianggapnya melawan dirinya di dalam kampus, yakni setiap tanggal 7 april setiap tahunnya.
       Anggapan bahwa Khadafi merupakan cerminan perlawanan idiologi Islam jelas sangat keliru. Khadafi sesungguhnya tidak lebih dari pada penganut idiologi sosialisme yang tampak jelas dalam kitab suci-nya , kitab hijau. Namun demikian, sama seperti  pemimpin sosialis Arab lainnya, Khadafi memanipulasi Islam untuk mendapat dukungan dari rakyat libya yang mayoritas muslim. Memang, banyak retorika-retorika Khadafi yang sepertinya sejalan dengan Islam. Namun demikian, buku hijaunya membuktikan bahwa dia tidak lebih dari pada seorang sosialis dia berusaha menggabung-gabungkan ide Islam dengan sosialisme, namun hasilnya adalah tetap saja  ide sosialisme yang bertentangan dengan Islam. Bahkan, Khadafi banyak melakukan pembantaian terhadap aktifis Islam yang dia anggap mengancam kedudukannya.
        Pada awalnya, sangat kentara Khadafi ingin mendapat dukungan dari umat Islam dan para ulama. Tampak dari kata-katanya yang cukup popular pada saat itu, wahai rakyat. Koyak-koyaklah semua buku import yang tidak sesuai dengan nilai-nilai) peninggalan arab dan Islam sosialisme, dan kemajuan.  
       Untuk menampakkan citra Islamnya, Khadafi memberangus seluruh peninggalan colonial Kristen eropa di Linya, gereja-gereja ditutup, aktifitas misionaris dilarang, serta basis-basis militer dan amerika dan Inggris ditutup. Khadafi juga menerapkan sebahagian hokum Islam seperti melarang meminum alcohol dan penutupan kelab-kelab malam .
       Pemikiran sosialisme lebih tampak pada saat ia menerbitkan buku hijau. Buku ini tidak jauh berbeda dengan buku merahnya Mao Tse-tung. Buku ini sendiri terdiri dari 3 jilid: The solution to-the-problem of democeracey (1975), the solution of the economic problem: socialism (1977), dan social basis of the third international theory (1979). Khadafi kemudian menjadikan buku ini sebagai bacaan wajib bagi rakyat libya yang diajarkan di sekolah-sekolah. Khadafi sering mengatakan bahwa bukunya itu didasarkan pada nilai-nilai Islam. Bahkan, dia menyatakan bahwa kaum muslimin harus berpegang teguh pada al-Qur,an. Padahal bukunya itu justru memberikan pemecahan yang tidak sesuai dengan Islam. Dalam politik, ia memberikan solusi demokrasi, padahal ide demokrasi yang mendasarkan diri pada kedaulatan rakyat brertentangan dengan Islam. Khadafi sendiri, dalam prakteknya adalah seorang dictator. Sementara itu, dalam ekonomi justru dia memberikan solusi sosialisme yang bertentangan dengan Islam.[43]
       Ide-ide ganjilnya semakin tampak. Untukmembenarkan penefsirannya terhadap Islam,dia mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk menafsirkan Islam. Atas dasar ini secara bebas (liberal) dia menafsirkan islam seenaknya. Khadafi membenarkan Al-Quran hanya pada masaalah indifidual,sementara dalam masaalah sosial, “kitab cuci”-nya adalah buku hijua. Dia juga menyampingkan hukum-hukum syariat yang dikatakannya sebagai ide-ide tradisional. Khadafi juga menolak keotentikan dan kekuatan yang mengikat dari hadis Nabi saw,mengubah penanggalan Islam,mengatakan berhaji ke Makkah tidak wajib,dan menyamakan zakat dengan jaminan sosial. Zakat kemudian dianggap bisa diubah-ubah dan bervariasi. Dia juga mengharamkan kepemilikan individu.
       Tidak berhenti sampai di sini, Khadafi ,membentuk komite-komite rakyat untuk mengambil aliah mesjid-mesjid yang dia katakn tradisionalis. Tidak sedikit ulama ataupun pejuang Islam yang menentang ide-idenya kemudian dia bunuh dan dipenjarakan. Jangankan dengan Islam,dengan buku hijaunya saja,yang mengatakan pengakuan terhadap kebebasan beragama dan demokrasi,Khadafi tidak menjalankannya. Ide kufur Khadafi yang lain yang dia lontarkan dalam pertemuan Arab (Arab Summit)[44]
       Permusuhan AS dan sekutunya terhadap Libya sendiri telah berlangsung sejak Khadafi mengambil alih kekuasaan melalui kudeta tak berdarah terhadap Raja Idris I pada 1 september 1969. Awal ketegangan hubungan AS-Libya adalah ketika Khadafi memaksa AS membongkar pangkalan militernya di Wheelus Fied bulan juni 1970, setelah tiga bulan sebelumnya mengusir tentara Inggris dari pangkalan militernya di Tobruk. Hal itu dilakukan Khadafi dalam rangka menjadikan Libya sebagai wilayah bebas dan berdaulat untuk selamanya.
       Tindaka Khadafi mempermalukan sang Negara adikuasa (AS) tersebut tentu saja menimbulkan amarah dan dendam Washington,apalagi tindakan tidak bersahat Khadafi terhadap Barat tidak berhenti sampai di sana. Dalam tahun 1970 itu,Khadafi juga menyita harta benda dan mengusir sekatar 25.000 pemukuim Yahudi dan Italia serta menasionalisasi beberapa perusahaan minyak asing. Hubungan AS-Libya semakin buruk ketika AS menghentikan bantuan militernya ke Libya,ditandatanganinya perjanjian persahabatan Libya-Uni Soviet (1973),diusirnya para diplomat Libya dari Washington 1981), dan serentetan peristiwa lain. Barat kian ,membenci ketika ia berobsesi mewujudkan “persatuan Arab”yang di mata Barat berarti”persutuan dunia Islam”Khadafi pernah berupayah membangun federasi dengan Mesir,Sudan, dan Suriah (1969-1970), lalu dengan mesir saja (1973), Tunisia (1974)< Suriah (1980), Chad (1980-1981), dan Maroko (1985).
       Sejauh ini, Khadafi tampak tetap tegar dalam posisinya sebagai penguasa Libya, meski badai ancaman pendongkelan kekuasaannya datang darai berbagai penjuru. Secara internal,kemungkinan kudeta terhadap Khadafi semakin menggejalah,terutama dari kalangan militer yang tidak puas atas kebijakan Khadafi selama ini. Belum lagi ancaman dari berbagai kelompok oposisi yang hamper semuanya berbasis di luar negeri (Khadafi melarang adanya kelompok oposisi)[45]
       Meskipun Khadafi dianggap musuh,namun di sisi lain, ia pun dianggap “sekutu” oleh barat karma ternyata ia pun melakukan hal yang menyenangkan Barat,yaitu membasmi gerakan Islam. Khadafi tidak mentolerir adanya gerakan Islam. Kekuatan militer kerap digunakan Khadafi untuk menumpas habis para aktivis gerakan Islam. Bentrok senjata antara pasukan pemerintah dan para aktivispun kerap terjadi, terutama pada awal tahun 1989,seperti peristiwa Jadbiya dan Bengaji.
       Tahun 1987 muncul organisasi Jihad Islam dan Hizbullah. Khadafipun tetap mengahadapinya dengan bahasa kekerasan. Enam anggota Jihad digantung dan diprosesnya di siaran TV Libya keseluruh negeri. Dua tahun kemudian para aktivis gerakan Islam bergabung dan melakukan pemberontakan di Universitas Al-Fatah.Lagi-lagi diatasi dengan kekuatan militer.
       Khadafi bukanlah sosok Islami yang hendak menegakan syarian Islam dan Libya bukanlah Negara fundamentalis Islam sebagaimana sering dikatakan media masa Barat. Khadafi berpaling ke Islam hanya demi peningkatan legitimasi kekuasaannya dan untuk menyebarkan pengaruhnya di dunia Arab dan Muslim. “Politik Islam” Khadafi tertuang dalam buku hijau yang mempromosikan sosialisme Arab atas nama Islam.. Buku hijau ini menggantikan peran syariat Islam. Al-Quran hanya dibatasi untuk kehidupan pribadi (seperti Shalat,Puasa,Zakart),sedangkan buku hijau mengatur politik dan masyarakat.
       Libya di bawah kepemimpinan Khadafi dimanfaatkan Barat untuk mendiskreditkan Islam. Identifikasi awal Libya sebagai sebagai Negara fundamentalis Islam karena seruan-seruan Khadafi tentang kembali ke jalan Islam, antik kolonialisme Barat, dan penghancuran Israel menjadikan Khadafi dan terorisme diidentikan dengan Islam dan semua aktivis Islam disamakan dengan radikalisme dan ekstremesme.[46]                                                                                                                                                                      
55. MESIR
Kehidupan sosial masa lalu Afrika Utara adalah sebuah kehidupan masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan, nomad (berpindah-pindah) dan patriarkhi. Ketika daerah ini berada di bawah kekuasaan Romawi, tak pelak pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar. Umumnya mereka dipengaruhi oleh elit kota yang mengadopsi bahasa, gagasan , dan adat istiadat para penguasa. Tetapi elit-elit ini tidak banyak. Selanjutnya, setelah orang-orang Vandal (Barbar) memperoleh kemenangan, pengaruh Romawi di sebagian besar Afrika mulai berhenti, kecuali pengaruh ekonomi, dan peradaban Barbar lama secara bertahap muncul kembali. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada abad 1 H/7 M kehidupan sosial Afrika Utara lebih merupakan kehidupan masyarakat Barbar yang bersifat kesukuan, nomad dan patriarkhi.         
Mesir adalah salah-satu kawasan yang berada di
AfrikaUtara.  Afrika Utara merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di daratan Eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya Islam ke wilayah yang selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Kristen sekaligus “benteng pertahanan” Islam untuk wilayah tersebut.
           
Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis yang berada di bawah kekuasaan Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir, Maria.

Islam masuk wilayah Afrika Utara pada saat daerah itu berada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi, sebuah imperium yang amat luas yang melingkupi beberapa Negara dan berjenis-jenis bangsa manusia. 
Masuknya Islam kewilayah Mesir yang termasuk wilayah Afrika Utara terjadi dalam beberapa tahapan dan dibawah kepemimpinan yang berbeda pula. Untuk memudahkan kita dalam memahaminya, maka tidak ada salahnya kita klasifikasikan dalam beberapa dekade kepemimpinan, diantaranya :

Pertama, pada masa kekhalifahan Umar ibn al-Khathab. Pada tahun 40 M ‘Amru ibn al-Ash  berhasil memasuki Mesir, setelah sebelumnya mendapat ijin bersyarat dar khalifah ‘Umar untuk menaklukkan daerah itu.

Kedua, pada masa kekhalifahan Utsman ibn Affan. Pada masa ini penaklukan Islam sudah meluas sampai ke Barqah dan Tripoli. Penaklukan atas kedua kota itu dimaksudkan untuk menjaga keamanan daerah Mesir. Penaklukan ini tidak bertahan lama, karena gubernur-gubernur Romawi menduduki kembali wilayah-wilayah yang telah ditinggalkan itu.

Ketiga, pada masa Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, khalifah pertama daulah Bani Umayyah. Yang dipimpin oleh ‘Uqbah ibn Nafi’ al-Fihri (W. 683 M), yang telah menetap di Barqah sejak daerah itu ditaklukkan. Usaha ini berhasil karena kegigihan dan didukung oleh penduduk asli yang telah miminta pertolangan kaum muslimin atas kekejaman imperium Romawi

Keempat, pada masa kepemimpinan  ‘Uqbah. Akan tetapi pada tahun 683 M orang-orang Islam di Afrika Utara mengalami kemunduran yang hebat, karena pemberontakan orang Barbar dibawah kepemimpinan Kusailah (orang barbar). Sejak saat itu orang-orang Islam harus berhadapan dengan bangsa Romawi sekaligus pemberontakan suku Barbar.

Kelima, pada masa Abdul Malik  ibn Marwan (685-705 M). Namun demikian proses islamisasi belumlah berjalan mulus dikarenakan pemberontakan silih berganti. 

Keenam, pada masa kepemimpinan Musa ibn Nusair tahun 708 M pada masa pemerintahan al- Walid ibn Abdul Malik (86-96 H/705-715 M).Yang berhasil mematahkan sekaligus mengantisipasi timbulnya pemberontakan lagi, dengan menerapkan kebijakan “perujukan” yaitu menempatkan orang-orang Barbar kedalam pemerintan Islam. Kebijakan inilah yang medorong terjadinya pembauran antara Arab-Barbar, ditambah lagi dengan mudahnya penyebaran mudah diterima paham kaum Khawarij.

Kemunculan tokoh Musa ibn Nushair sebagai ´penakluk yang sesungguhnya” (the true conqueror) atas Afrika Utara bukanlah akhir dari dari segala huru-hara yang terjadi di Afrika Utara. Sebab masih banyak episode pergolakan yang terjadi di daerah itu, bahkan hingga masa pemerintahan Daulah Bani Abbas. Hanya saja perubahan sosial dan politik sejak Musa memegang kendali pemerintahan menjadi modal yang sangat besar bagi pembangunan fondasi peradaban Isalm di Afrika utara, khususnya berkaitan dengan kebijakan islamisasinya. Disinilah peniting dan pengaruh dua unsur-unsur pembentuk peradaban/kebudayaan yaitu, The Man of The Pen dan The Man of The Sword, seperti telah kita bahas di atas.

Proses Masuk Islam

Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, Mesir dalam penjajahan bangsa Romawi Timur, dan yang menjadi Gubernur Mesir pada saat itu ialah Mauqauqis. Pada saat itu bangsa Mesir sangat menderita karena penjajahan yang tidak kenal belas kasihan. Oleh Karena itu, Amru Bin Ash selaku panglima perang mengusulkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab untuk membebaskan Mesir dari penjajahan Romawi. Usul ini diterima dan pasukan Islam yang membawa 4000 orang siap membebaskan Mesir. Dan sebelum peperangan dimulai, Amru bin Ash menawarkan tiga pilihan kepada penguasa Mesir, yaitu: masuk Islam, atau membayar jizyah, atau perang. Kedua tawaran pertama ditolak, maka terjadilah perang. Pasukan yang dipimpin Amr ini memasuki daerah Mesir melalui padang pasir terus mamasuki kota kecil bernama Al Arisy, dengan mudah pasukan islam menaklukan kota itu. Dari situ pasukan Islam memasuki kota Al Farma. Di kota ini pasukan Islam mendapat perlawanan. Amru Bin Ash memerintahkan untuk mengepung kota ini dan setelah 1 bulan kota ini berhasil direbut. 

Dari kota itu pasukan Islam melanjutkan ke kota Bilbis. Di sini pasukan Islam mendapat bantuan dari rakyat Mesir. Di kota ini pasukan islam menangkap putri Mauqauqis yang terkenal sebagai pelindung rakyat Mesir. Putri ini diantar kerumahnya dengan segala hormat. Dari kota Bilbis pasukan Islam menuju ke Tondamis yang terletak di tepi sungai Nil. 
Di sini Amru Bin Ash mendapat kesulitan karena banyak pasukan sudah gugur dan pasukan yang masih hidup merasakan rasa lelah yang luar biasa. Amr Bin Ash pun meminta bantuan ke Khalifah Umar Bin Khattab. Kepada pasukan yang ada Amru Bin Ash memberikan pidato yang berapi-api sehingga pasukan Islam dapat menghancurkan benteng Tondamis dan melanjutkan ke kota Ainu Syam, di perjalanan kota ini pasukan Islam baru mendapat bantuan sebanyak 4000 orang. Setelah Ainu Syam dapat ditaklukan pasukan Islam mempersiapkan penyerangan ke benteng Babil. Selama 7 bulan benteng Babil dikepung dan akhirnya benteng terbaru di Mesir dapat di kuasai.

Setelah itu pasukan Islam merebut kota Iskandaria, maka diadakan perjanjian antara Amr Bin Ash dan Mauqauqis dan sejak itu Mesir menjadi daerah Islam sepenuhnya. Nama Amr Bin Ash diabadikan menjadi nama mesjid tertua di Mesir.

Pasukan Islam telah berhasil memerdekakan bangsa Mesir dari penjajahan jasmani dan rohani yang dilakukan oleh Imperium Romawi, Mesir dijajah selama 711 tahun, sejak terbunuhnya Cleopatra tahun 30 SM hingga masa penaklukan pasukan Islam tahun 642 M.
Amru bin Ash membangun kota Fustath (Kairo sekarang) dan dijadikan sebagai markas pasukan Islam. Ajaran Islam mulai disebarkan di Mesir, dan diantaranya pasukan Islam dilarang berbuat kejahatan kepada penduduk Qibthi. Hal inilah yang membuat orang-orang Qibthi tertarik dengan ajaran Islam. Karena sangat jauh berbeda dengan imperium Romawi yang terkenal suka menindas rakyat jelata, dan mereka mengangkut sebahagian besar hasil gandum dari mesir ke Konstantinopel untuk dinikmati oleh kaisar dan para bangsawan Romawi.

Peradaban Islam Mesir

Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir menjadi salah satu provinsi seperti semula.

Mesir baru menjadi pusat kekuasaan dan juga peradaban Muslim baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi’ah. Ia menamai kekhalifahan itu Fathimiah dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin Syi’ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya, Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota.

Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari “Al-Zahra”, nama panggilan Fatimah) yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang kemudian bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan universitas tertua di dunia saat ini.
Muiz dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021) sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban berkembang pesat. Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam fisik maupun kehidupn sosialnya-mulai menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.

Di masa tersebut, Ibnu Yunus (wafat 1009) menemukan sistem pendulum pengukur waktu yang menjadi dasar arloji mekanik saat ini. Lalu Hasan ibn Haitham menemukan penjelasan fenomena “melihat”. Sebelum itu, orang-orang meyakini bahwa orang dapat melihat sesuatu karena adanya pancaran sinar dari mata menuju obyek yang dilihat. Ibnu Haytham menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke benda tersebut, melainkan sebaliknya. Dari benda ke mata.

Gangguan politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang semakin lemah.

Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh Hulagu-kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana keturunan para budak (Mamluk).

Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah, Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat diangkatnya.

Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah Aybak wafat dan Ali -anak Aybak-mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz. Qutuz dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran total oleh pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang dianggap menjadi peletak pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan Abbasiyah -yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad-untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi masjid dan universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih banyak dibanding London di saat yang sama.

Ibnu Batutah tak hanya mengagumi ‘rihlah’, tempat studi keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona pada pusat layanan kesehatan yang sangat rapi dan “gratis”. Sedangkan Ibnu Khaldun menyebut: “mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar adalah orang-orang Turki yang ada di Mesir.”
Pusat peradaban ini nyaris hancur di saat petualang barbar Timur Lenk melakukan invasi ke Barat. Namun Sultan Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol tersebut. Dengan demikian Mamluk merupakan pusat kekuasaan yang duakali mampu mengalahkan tentara Mongol.

Pada ujung abad 15, perekonomian di Mesir menurun. Para pedagang Eropa melalui Laut Tengah tak lagi harus tergantung pada Mesir untuk dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka “menemukan” Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan Usmani di Turki menyerbu Kairo dan mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.

G.    DINASTI YANG PERNAH BERKUASA  DI AFRIKA
Diantara dinasti yang muncul di Afrika Utara sebagai berikut:
  1. Dinasti Idrisiyah
a.      Sejarah Berdirinya
Dinasti ini didirikan oleh salah seorang penganut syi’ah, yaitu Idris bin Abdullah yang merupakan Hasan bin Ali, pada tahun 788 M. Dinasti ini merupakan Dinasti Syi’ah pertama yang tercatat dalam sejarah berusaha memasukan syi’ah ke daerah Maroko dalam bentuk yang sangat halus. Sebelum dikuasai dinasti Idrisiyah wilayah tersebut didominasi oleh kaum Khawarij.[47]
Awal mula Dinasti Idrisiyah berdiri di Maroko, ketika Idris bin Abdullah melakukan pemberontakan terhadap Abbasiyah pada tahun 786 M, namun karena kalah ia melarikan diri ke Maroko dan mendirikan dinasti Idrisiyah (788-974 M) yang beribu kota di Fez.[48] Inilah merupakan Dinasti Syiah pertama dalam sejarah Islam. Karena dinasti ini terletak antara kekuatan islam besar yaitu Ummayah di Andalusia dan Fatimiah di afrika utara. Dinasti ini yang pada akhirnya ditaklukkan oleh panglima Ghalib Billah dari dinasti Umayyah di Andalusia.[49] Idrisiyah adalah dinasti pertama yang berupaya memasukkan doktrin Syi’ah, meskipun dalam bentuk yang sangat lunak, masuk ke Maroko. Sebelumnya, wilayah itu didominasi oleh kaum Khawarij.[50]

b.      Masa Kejayaan Dinasti Idrisiyah
Sepeninggal Idris ibn Abdullah, tampuk kekuasaan dipegang anaknya, Idris ibn Idris ibn Abdullah atau Idris II pada 177 H/93 M. Pada masa kepemimpinannya Idris II, dinasti Idrisiyah mengalami perkembangan cukup pesat. Hal ini terbukti ia mampu membangun sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam sebuah pemerintahan, seperti pembangunan kembali kota Fez, istana, masjid, percetakan uang, dan pembangunan saluran air yang dikirim ke rumah-rumah penduduk. Keseriusannya membangun kota dan perangkat lainnya ini, menurut para ahli, ia dikategorikan sebagai pendiri sebenarnya dari dinasti Idrisiyah.[51]
c.       Masa Kemunduran Dinasti Idrisiyah
Idris II memerintah selama kurang lebih sewindu berkuasa, krisis politik internal dan konflik di kalangan keluarga menyebabkan ia tak mampu mengatasinya, hingga ia wafat pada 836 M. Kedudukannya pun digantikan saudaranya bernama Isa ibn Idris (836-849 M).
Jatuhnya dinasti Idrisiyah diakibatkan adanya serangan dari Dinasti Fathimiyah di Mesir dan Bani Umayyah di Cordova, Andalusia. Dalam sejarah tercatat, dinasti ini tidak pernah mendapat pengakuan dari Bani Abbasiyah sebagai penguasa daerah otonom di Afrika Utara, bahkan dianggap sebagai ancaman serius bagi keutuhan wilayah Islam. Persoalan ideologis, antara penguasa Bani Abbasiyah yang Sunni dengan Bani Idrisiyah yang Syi’ah, berkembang menjadi persoalan-persoalan politis. Perseteruan ini terus berlangsung hingga berakhirnya kekuasaan dinasti Idrisiyah. Karena terkepung di antara Fatimiyah Mesir dan Umayyah Spanyol, dinasti Idrisiyah akhirnya hancur oleh serangan yang mematikan yang dilancarkan panglima utusan Khalifah Al-Hakam II (961-967) M di Cordova.[52]  Fez menjadi pusat kaum Syorfa atau Syurafa (bentuk jamak dari syarif,orang mulia), yakni para keturunan cucu Nabi SAW, Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang menjadi faktor penting dalam sejarah perkembangan Maroko. Kekuasaan Idrisiyah yang ada dikota-kota, tanpa menguasai desa-desa akhirnya terpecah-pecah dimasa pemimpin Muhammad Al-Muntasir pada tahun 213-221 H. Kekuaaan mereka dibagi-bagikan kepada saudara-saudara Al-Muntasir yang banyak jumlahnya. Musuh-musuh mereka yang terdiri dari suku Barbar, dengan mudah dapat memukulnya. Disamping itu muncul pula ancaman musuh yang lebih besar, yakni Daulah Fatimiyah yang dipimpin oleh Mahdi Ubaidillah. Yahya IV 292-310 H terpaksa mengakui kekuasaan Fatimiyah, dan Fez dapat diduduki oleh dinasti baru tersebut pada tahun 309 M. Baru menjelang akhir pemerintahannya, Idrisiyah dapat menguasai pelosok Maroko. Tetapi Bani Ummayah yang berkuasa di Spanyol memukul Idrisiyah tahun 363 H dan keluarga terakhir dinasti yang kalah itu dibawa ke Cordova.[53]
  1. Dinasti Rustamiyah
a.      Sejarah Berdirinya
Dinasti Rustamiyah berdiri pada tahun 160-296 H di Aljazair Barat, yang dipelopori oleh Abdurrahman bin Rustam yang beraliran Khawarij Ibadiyah. Ia merupakan pemimpin suku Barbar dari jabal Nefusa yang menganut faham Kharijiyah sekte Ibadiyah, berhasil menduduki Tripoli dan Qayrawan. Dinasti ini bertahan sampai tahun 909 M. Rustamiyah memiliki nilai penting bagi sejarah Islam Afrika Utara yang tidak sebanding dengan masa dan lingkup kekuasaan politis mereka. [54]
Keberadaan dinasti tersebut sebenarnya merupakan protes terhadap dominasi Arab yang Sunni dan orang-orang Ortodok. Ibu kotanya ialah Tahart yang berhubungan dengan kota Aures, Tripoli dan Tunisia Selatan. Dinasti ini bersekutu dengan Bani Ummayah di Spanyol karena terjepit oleh Idrisiyah yang Syi’ah di Barat dan Aglabiyah yang Sunni di Timur mereka.
b.      Masa Kejayaan Dinasti Rustamiyah
Kota Tahart, pada masa Dinasti Rustamiyah mengalami kemakmuran yang menakjubkan dan sebagai persinggahan diutara diantara salah satu rute-rute kafilah trans-sahara, juga merupakan pusat ilmu pengetahuan agama yang tinggi khususnya aliran Khawarij untuk seluruh Afrika Utara dan bahkan diluar wilayah tersebut, seperti Oman, Zanzibar dan Afrika timur.
c.       Masa Kemunduran Dinasti Rustamiyah
Bangkitnya Dinasti Fathimiyah yang Syi’ah di Maroko berakibat fatal bagi Dinasti Rustamiyah (777-909 M) dan yang mengakibatkan kemunduran bagi dinasti ini sebagaimana bagi dinasti-dinasti lokal lainnya.[55] Abu Abdullah dari suku Barbar dan keluarga Rustamiyah banyak dibunuh oleh penakluknya itu, sedang yang lain meloloskan diri ke Wargla, selatan dari daerah Tahart. Walaupun secara politis Dinasti Rustamiyah sudah mengalami kemunduran dan keruntuhan oleh Dinasti Fathimiyah, akan tetapi Dinasti ini masih tetap bisa berkembang dan berpengaruh di sebagian wilayah Al-Magribi seperti Aljazair, Pulau jerba di Tunisia, dan Gurun Nefusa.
  1. Dinasti Murabbitun
a.      Sejarah Berdirinya
Pada mulanya, Dinasti Murabithun pada awalnya adalah sebuah kegiatan militer keagamaan yang didirikan pada abad 11. Murabithun (ribath) sejenis benteng pertahanan Islam yang berada di sekitar masjid. Masjid mempunyai dua fungsi sebagai tempat ibadah, penyebaran da’wah sekaligus sebagai benteng pertahanan.[56]
Dinasti Murabithun berasal dari suku Lamtunah, yaitu merupakan bagian dari cabang suku Shanhajah dari suku Barbar. Jumlah mereka semakin bertambah ketika Musa bin Nushair menjadi Gubernur di wilayah Afrika Utara. Dalam perkembangan berikutnya, mereka menjadi sebuah komunitas yang cukup dominan di wilayah tersebut. Gerakan Dinasti Murabithun ini dipelopori Yahya bin Ibrahim Al-Jaddali salah seorang kepala suku Lamtunah.[57]
b.      Masa Kejayaan Dinasti Murabbitun
Puncak prestasi masa kejayaan Dinasti Murabbitun, yaitu pada masa Yusuf bin Tasyfin, ia berhasil menyeberang ke Spanyol. Keberangkatannya ke Spanyol atas undangan Gubernur Cordoba, Al-Mu’tamid bin Abbas, yang terancam kekuasaan oleh Raja Alfonso VI (Raja Leon Castelia). Dalam melaksanakan perjalanan ini Yusuf Bin Tasyfin mendapat dukungan dari Raja Al-Thawaif di Andalus. Dalam sebuah pertempuran besar di Zallakah tanggal 12 Rajab 479 H/ 23 Oktober 1086 M, ia berhasil mengalahkan Raja Alfonso VI selanjutnya berhasil merebut Granada dan Malaga. Mulai saat itulah ia memakai gelar Amir Al-Mukminin. Pada akhirnya ia juga berhasil menaklukan Muluk Al-Thawaif, kemudian menggabungkan wilayah itu dalam kerajaan yang dibangun. Yusuf juga berhasil menaklukan Almeria dan Badajoz. Kemudian menaklukan kerajaan Saragosa dan pulau Balearic.[58]  Yusuf bin Tasfin wafat dalam usia 100 tahun (1106), yang pada waktu itu kekuasaannya telah sampai ke Liberia Selatan termasuk juga Valencia dan Afrika Utara dari kepulauan Atlantik sampai dengan Aljazair. Warisan yang cukup luas tersebut diterima anaknya yang bernama Ali bin Yusuf bin Tasfin dan berhasil melanjutkan politik pendahulunya dengan mengalahkan anak Alfonso VI tahun 1108.
c.       Masa Kemunduran Dinasti Murabbitun
Sepeninggal Yusuf bin Tasyfin pada 1106 M, kekuasaan Dinasti Murabithun hanya bertahan setengah abad, disebabkan Ali bin Yusuf tidak banyak melakukan inovasi dan berkreasi dalam kekuatan dan kekuasaan, sehingga Dinasti Murabbitun mengalami kemunduran dan juga Ali bin Yusuf tidak sepandai ayahnya (Yusuf bin Tasfyin) dalam kepemimpinan dan politik, karena ternyata Ali bin Yusuf lebih mengedepankan keagamaan. Sehingga untuk kepemimpinan dan kenegaraan, para ulama banyak berperan penting dalam hal tersebut.
Peranan ulama sangat dominan di dalam memerintah sehingga timbul konflik dari kelompok Kristen, disebabkan posisi pemerintahan dipegang oleh mereka. Para Ulama mengeluarkan kebijakan yang sangat diskriminatif, khususnya terhadap kelompok Yahudi dan Kristen. Apabila kelompok non-Muslim ingin menjalankan praktek keagamaan, mereka diminta untuk membayar pajak bila ingin bebas menjalankan ibadahnya. Bagi masyarakat non-Muslim yang tidak mampu membayar, mereka diminta untuk pergi meninggalkan tempat tinggal mereka. Kebijakan yang tidak popular ini menjadi salah satu faktor penyebab perlawanan masyarakat non-Muslim di Andalusia.
Pada pertengahan abad ke-12, Dinasti Murabithun mengalami keretakan. Di Spanyol Kerajaan Al-Thawaif menolak akan kekuasaaannya di Maroko gerakan Dinasti Muwahhidun mulai menghancurkan Dinasti Murabithun. Kemunduran yang dialami oleh Dinasti Murabithun, juga dipicu oleh kecenderungan dari para pemimpinnya yang senang menumpuk harta kekayaan disamping para ulamanya terjerumus pada mengkafirkan orang lain yang berusaha untuk merobah moral masyarakat dengan mengokohkan prinsif-prinsif syari’ah dan aqidah.
Sehingga dapat di ambil kesimpulan, bahwa kemunduran Dinasti Murabithun disebabkan oleh hal-hal berikut ini:[59]
  • Lemahnya disiplin tentara dan merajalelanya korupsi melahirkan disintegrasi.
  • Berubahnya watak keras pembawaan Barbar menjadi lemah ketika memasuki kehidupan Maroko dan Andalus yang mewah.
  • Masuknya Dinasti Murabithun ke Andalusia ketika kecemerlangan inteletual kalangan arab telah mengganti kesenangan berperang.
  • Kontak dengan peradaban sedang menurun dan tidak siap mengadakan asimilasi.
  • Dikalahkan oleh dinasti dari rumpun keluarganya sendiri, yaitu al-Muwahhidun.
  1. Dinasti Muwahhidun
a.      Sejarah Berdirinya
Pencetus Dinasti Muwahhidun adalah Muhammad bin Tumart, namun ia sendiri tidak pernah menjadi Sultan pada masa Dinasti Muwahhidun. Tapi ia lebih terkenal dengan sebutan Abdul Al-Mu’min yang awalnya sebagai  panglima. Ia akhirnya memimpin Dinasti Muwahhidun selama 33 tahun (1130-1163) dengan membawa kemajuan yang sangat pesat.[60]
Ibnu Tumart sebagai pencetus, mula-mula pergi ke Tanmaal di wilayah Sus untuk menyusun kekuatan. Yang pertama dilakukan adalah memberantas paham Dinasti Murabbitun  yang menyimpang, menyerukan kemurnian tauhid menentang kekafiran, antrophomorpisme dan mengajak ummat menjalankan agama sesuai yang diperintahkan dan menjauhi yang menjadi larangan agama, walaupun harus dengan kekerasan. Murid-murid disuruh membuat benteng agar sukar bagi musuh hendak memasukinya. Di Tanmaal  inilah Ibnu Tumart merumuskan system militernya sebagai organisasi pemerintahan.[61]
b.Masa Kejayaan Dinasti Muwahhidun
Sesudah Ibnu Tumart meninggal dunia, Abdul Mukmin bin Ali, diangkat sebagai penggantinya. Setelah mendapat pengakuan dan dinobatkan oleh Dewan 10 orang. Ia diberi gelar bukan Al-Mahdi, melainkan Khalifah. Pada masa kepemimpinannya inilah Dinasti Muwahhidin, meraih kemenangan dalam beberapa peperangan.
Dalam masa pemerintahan Abdul Mukmin bin Ali, wilayah kekuasaan Dinasti Muwahidun membentang dari Tripoli hingga ke Samudera Atlantik sebelah barat, semua ini merupakan prestasi gemilang yang belum pernah dicapai Dinasti atau Kerajaan manapun di Afrika Utara.[62]
Setelah Abdul Mukmin bin Ali diangkat menjadi Khalifah di Dinasti Muwahhidun, langkah pertama yang ia lakukan adalah meruntuhkan kabilah-kabilah di Afrika Utara dan mengakhiri kekuasaan Murabithun di Afrika Utara. Sejak tahun 1144-1146 M, ia berhasil menguasai kota-kota yang pernah dikuasai Dinasti Murabithun, seperti Tlemcen, Fez, Tangier dan Aghmat. Setelah itu daerah tersebut dikuasai, Abdul Mukmin bin Ali, memperluas daerah kekuasan sampai ke daerah Andalusia dikuasainya pada tahun 1145 M. Kemudian pada tahun 1147 M seluruh wilayah yang pernah dikuasai oleh Dinasti Murabithun, di ambil sepenuhnya oleh Dinasti Muwahhidun.
Sejak Marrakech dikuasai, pada tahun 1146 Abdul Mukmin bin Ali memindahkan Ibu kota pemerintahan Dinasti Muwahhidun dari Tinmal ke kota tersebut dan dari sana ia menyusun ekspansinya ke berbagai daerah, sehingga ia bisa menguasai Al-Jazair (1152), Tunisia (1158), Tripoli –Libya (1160).
c.Masa Kemunduran Dinasti Muwahhidun
Kemunduran Dinasti Muwahhidun disebabkan sebagai-berikut:[63]
  • Perebutan tahta dikalangan keluarga kerajaan.
  • Melemahnya control terhadap penguasa daerah.
  • Mengendurnya tradisi disiplin.
  • Memudarnya keyakinan Ibn Tumar, bahkan namanya tak disebut lagi  dalam  dokumen Negara.
  • Menguatnya kelompok dan raja-raja Kristen Andalusia dan lain –lain.
Kemunduran tersebut diatas karena banyak persoalan yang dihadapi, akhirnya kekuasaan Dinasti Muwahhidun melemah dan kemudian hancur akibat serangan dari berbagai pihak, terutama raja- raja Kristen yang semakin menampakkan kekuatan mereka terhadap Dinasti Muwahhidun. [64] Akhirnya Dinasti Muwahhidun  di Andalusia maupun di Afrika Utara kini hanya kenangan sejarah, meskipun peninggalan- peninggalannya masih terdapat di beberapa wilayah  bekas kekuasaaannya
  1. Dinasti Fathimiyah
a.Sejarah Berdirinya
Dinasti Fatimiyah  atau disebut juga al-Fathimiyyun  adalah satu-satunya Dinasti Shi’ah dalam Islam yang penamaannya dinisbatkan kepada Fatimah al-Zahra, putri nabi Muhammad SAW.  Kebangkitan Dinasti ini berasal dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia (Ifriqiyyah) Kemunculan Dinasti ini seperti yang dikatakan  JJ. Sounders adalah diakibatkan oleh tuntutan Imamah sebagai Khalifah atau pengganti Rasulallah setelah wafat. Lebih jauh ia mengatakan gerakan Shi’ah tersebut merupakan sebuah protes politik terhadap penguasa. dan sebagai tandingan bagi penguasa dunia Islam pada saat itu yang terpusat di Baghdad. Protes politik tersebut dilakukan dengan jalan konfrontasi, sehingga para penguasa (Mu’awiyah dan Abbasiyah) tidak ragu-ragu membunuh keluarga Ahl al-Bayt dan mengintimidasi para pengikutnya.[65]
Dinasti Fathimiyah didirikan oleh Said bin Husain alias Ubaidillah Al-Mahdi pada tahun 909 M. oleh karena itu Dinasti ini juga disebut Dinati Ubaidiyah. Dinasti Fathimiyah berdiri di Tunisia, sebelum akhirnya pindah ke Mesir pada 969 M. Dinamakan Fathimiyah karena dikaitkan dengan Fatimah binti Muhammad SAW, istri Ali bin Abi Thalib. Ubaidillah mengklaim dirinya sebagai keturunan Ali dan Fatimah melalui Ismail bin Ja’far as-Sidiq. Dinasti Fathimiyah bermazhab Syiah. Dinasti ini berkuasa tahun 297 – 567 H / 909 – 1171 M.[66]
b.      Masa Kejayaan Dinasti Fathimiyah
Pada tahun 914 M, Ubaidillah Al-Mahdi melakukan pergerakan pertama kali dalam perluasan daerah Dinasti Fathimiyah ke arah Timur dan berhasil menaklukkan Alexanderia, menguasai Syiria, Malta, Sardinia, Cosrica, pulau Betrix dan pulau lainnya. Selanjutnya pada tahun 920 M, Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan kota baru di pantai Tusinia yang kemudian diberi nama kota Al-Mahdi.
Pada tahun 934 M, Ubaidillah Al-Mahdi wafat dan digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Al-Qosim dengan gelar Al-Qoim (934 M/ 323 H). Pada tahun 934 M, Al-Qoim mampu menaklukkan kota Genoa dan wilayah sepanjang Calabria. Pada waktu yang sama ia mengirim pasukan ke Mesir tetapi tidak berhasil karena sering dihadang oleh Pasukan dari Abu Yazid Makad, seorang khawarij di Mesir. Al-Qoim meninggal, kemudian digantikan oleh anaknya Al-Mansur yang berhasil menumpas pemberontakan Abu Yazid Makad.[67]
Pada tahun 945 M, Dinasti Fathimiyah berhasil memantapkan kekuasaannya di Tunisia dan menguasai beberapa daerah sekelilingnya dan Sisilia. Kemajuan-kemajuan yang paling penting terjadi selama pemerintahan Al-Muiz dikarenakan mempunyai seorang Jendral yang cemerlang yaitu Jauhar. Dalam bagian awal pemerintahan, Jauhar memimpin suatu pasukan penakluk ke atlentik, dan keunggulan Fathimiyah ditegakkan atas seluruh Afrika Utara. Kemudian Al-Muiz mengalihkan perhatiannya ke Timur.
Jelas tersirat dalam pendirian Dinasti Fathimiyah bahwa mereka harus mencoba untuk menguasai pusat dunia Islam dan dua pendahulunya telah melakukan perjalanan penaklukan yang tidak berhasil terhadap Mesir. Sekarang, persiapan-persiapan cermat termasuk propaganda politis (yang dibantu oleh bencana kelaparan hebat di Mesir). Jauhar menerobos Kairo Lama (Al-Fustat) tanpa  mengalami  kesulitan yang berarti, sampai akhirnya dia bisa menguasai negara ini.
Seorang pangeran Ikhshidiyah secara resmi masih berkuasa, tetapi rezim Ikhshidiyah sudah tidak berfungsi lagi dan tidak memberikan perlawanan pada Jauhar. Nama Khalifah Abbasiyah serta merta dihilangkan dari do’a ibadah Jum’at, walaupun cara-cara ibadah Ismailiyah hanya dimasukkan secara bertahap. Jauhar segera mulai membangun sebuah kota baru bagi tentaranya yang diberi nama Al-Qahirah yang berarti kota kemenangan atau disebut juga dengan Kairo. Pada tahun 973 M kota Kairo menjadi kediaman imam atau Khalifah Fathimiyah dan pusat pemerintahan.[68]
c.       Masa Kemunduran Dinasti Fathimiyah
Masa kemunduran Dinasti Fathimiyah dimulai ketika Al-Aziz meninggal dan digantikan oleh Al-Hakim yang banyak melakukan kerusakan, seperti membunuh sejumlah menteri, merusak gereja suci di Palestina pada tahun 1009 M, yang menjadi salah satu pemicu terjadinya perang salib, serta ia mengaku sebagai inkarnasi dari Tuhan dan akhirnya ia mati dibunuh atas lonspirasi Sitt Al-Mulk dengan Muwattam. Setelah meninggal, Al-Hakim diganti oleh putranya, Abu Hasan Ali Al-Zhahir (1021-1035 M), dan ia meninggal karena sakit (1035M), kemudian digantikan oleh Abu Tamim Ma’ad Al-Muntansir (ketika berusia 7 tahun).
Pasa saat yang bersamaan, Paletina berontak, Saljuk berhasil menguasai Asia Barat, propinsi-propinsi si Afrika menolak membayar pajak dan menyatakan lepas dari Fathimiyah atas dukungan dinasti bani Abbas, Tripoli dan Tunisia dikuasai oleh suku Hilal dan Sulaim (1052M), dan Sicilia dikuasai oleh bangsa Normandia (1071 M).[69]
Keadaan Dinasti Fathimiyah mengalami kehancuran yang lebih parah lagi dikarenakan peristiwa alam. Wabah penyakit dan kemarau panjang sehingga sungai Nil kering, menjadi sebab terjadinya perang saudara. Setelah meninggal, Abu Tamim Ma’ad Al-Muntansir diganti oleh anaknya, Al-Musta’ii. Akan tetapi, Nizar anak Abu Tamum Ma’ad al-Muntansir yang tetua melarikan diri ke Iskandariyah dan menyatakan diri sebagai khalifah. Oleh karena itu, Fathimiyah terpecah menjadi dua yaitu Nizari dan Musta’ii. Pada masa Al-Mustali, pasukan salib melakukan serangan sehingga menguasai Antokia hingga Baitul Muqaddas. Setelah wafat, Al-Musta’li diganti oleh Al-Amir (ketika berusia 5 tahun). Al-Amir meninggal karena dibunuh oleh kelompok Bathiniyah dan diganti oleh Al-Hafizh dan setelah meninggal dunia, Al-Hafizh diganti oleh al-Zafir.[70]
Karena tentara salib begitu tangguh, Al-Zafir meminta bantuan kepada Nuruddin Al-Zanki (Gubernur Syiria di bawah Khalifah Abbasiyah, di Baghdad). Nuruddin Al-Zanki mengirim pasukan di bawah pimpinan Syirkuh dan Salahuddin Al-Ayubi. Setelah berhasil mengalahkan pasukan salib, pasukan Nuruddin Al-Zanki kembali ke Syiria. Akan tetapi, sepeninggal pasukan tersebut terdapat konflik internal. Yaitu Syawar mengundang tentara salib ke Mesir karena ia ingin memperoleh jabatan sebagai wazir. Akhirnya, pasukan Nuruddin Al-zanki yang dipimpin oleh Syirkuh datang kembali ke Mesir. Syawar ditangkap dan kepalanya dipenggal atas perintah Dinasti Fathimiyah. Syirkuh akhirnya diangkat menjadi wazir oleh Dinasti Fathimiyah (564 H); tiga bulan kemudian, Syirkuh wafat, dan diganti oleh keponakannya, Salahuddin Al-Ayubi. Pada tanggal 10 Muharram 567 H/ 1171 M, Khalifah al-Adid (Fathimiyah) wafat dan kekuasaanya berpindah ke tangan Salahuddin Al-Ayubi.[71]






                                                      BAB III
                                                    PENUTUP
a.      Kesimpulan
          Terjadinya perebutan kekuasaan, lantas Islam dianggap sebagai agama yang ditegakkan dan berkembang dengan darah atau pedang, karena anggapan tersebut merupakan anggapan yang tidak obyektif. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh warisan atas kondisi sosio-politik yang berkembang pada saat itu, karena Afrika Utara pernah dibawah kekuasaan Romawi, dan juga pengaruh emperialisme penjajah dan pertikaian antar etnis tidak dapat dikesampingkan sebagai penyebab adanya anggapan tersebut.
Islamisasi di Afrika diawali jauh sebelumnya yaitu pada masa Nabi Muhammad dengan beberapa sahabatnya ketika hijrah ke Habsyi. Perjalanan panjang Islamisasi ke Afrika melalui jalur Afrika Utara yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap penduduk setempat. Setelah itu barulah Islamisasi di di Afrika sub-Sahara dilakukan dengan tokoh Uqbah ibn Nafi'. Islamisasi di Afrika sub-Sahara menggunakan 3 jalur,yaitu melalui ekspansi militer, melalui jalur dakwah, dan melalui jalur perdagangan. Dengan demikian bisa dikatakan jika Islamisasi di Afrika sub-Sahara mirip dengan Islamisasi di Indonesia, yaitu melalui jalur dakwah dan jalur perdagangan.
                             
b.      Saran-saran

Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah pentingnya materi yang kami paparkan ini dapat di jadikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga tentang kemajuan islam sampai menembus daerah benua Afrika khususnya islam di Afrika utara.. dan wajib untuk membacanya dan mengamalkannya.




                                                    DAFTAR PUSTAKA


Qosim A.Ibrahim dan Muhammad A.Saleh,Buku pintar sejarah,(Jakarta:Nizam,tt),hlm.1127)
Muhammad Wildan "Peradaban Islam di Afrika sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban   Islam, Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, 2002),
Bosworth, Dinasti,
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan (Bogor :  Kencana, 2003)
Bosworth, C. E. Dinasti-Dinasti Islam, Bandung: Mizan, 1983.
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogjakarta: Pustaka Book
Publisher, cet; II, 2009.
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam Vol. 1 & 2, terj. Ghufron A. Mas'udi, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1988.
Mahmudunnasir, Syed. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994.                                                              
M. Ali Mufrodi. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Imam Muhsin. "Peradaban Islam Pra-Modern di Afrika Utara" dalam Siti Maryam dkk
(edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002.
 Muhammad Wildan. "Peradaban Islam di Afrika sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk
(edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga ModernYogyakarta: LESFI, 2002.
Ali, Syed Ameer, 1978. Api Islam. Jakarta: Bulan Bintang
 Arkoun, M, Louis Gardet, 1997. Islam Kemaren Dan Hari Esok. Bandung: Penerbit Pustaka
  Masadul  Hasan, 1995. History Of Islam. Delhi: Adam Publisher and Distributors
  Pilip K, Hitti 2010. History of the Arab. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
  Mulyadhi Kartanegara, 2006. Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam. Jakarta: Baitul Ihsan
Siti Maryam,  dkk, 2002. Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI, 2002
Syed  Mahmudunnasir, 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Remaja Rosdakarya
Jaih Mubarok, 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
M. Ali Mufrodi, 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Wildan Muhammad, 2002. Peradaban Islam di Afrika Sub-Sahara. Yogyakarta: Lesfi
Syamsul Munir, 2009. Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
Mehdi Nakosteen, 1996. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat. Surabaya,
                           Risalah Gusti
Abuddin Nata, 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Dedi Supdriadi, 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia
Fatah Syukur, 2002. Sejarah Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Taufiqurrahman, 2003. Sejarah Social Politik Masyarakat Islam. Surabaya: Pustaka Islamika
Ajid Thohir, 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja   Grafindo Persa
W.Montgomery Watt,1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana
 Badri Yatim, 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers
_______________, 2006. Sejarah Kebudayaan Islam untuk MTs Kelas XI. Yogyakarta, Pustaka Insan Madani
Darsiti Soeratman, 2012, Sejarah Afrika , Yogyakarta, Ombak




[1] Qosim A.Ibrahim dan Muhammad A. Jakarta:Nizam,tt),hlm.1127)Saleh,Buku pintar sejarah,(
[2] Muhammad Wildan "Peradaban Islam di Afrika sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban   Islam, Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 300.
[3] Wildan, Peradaban..., hlm. 321.

[4] Ajid Thohir, Studi Kawasan..., hlm. 257-262)

[5]  M. Abdul Karim, Sejarah..., hlm. 184.
[6] M. Abdul Karim, Sejarah..., hlm. 185.


[7] (http://kumpulanartikel blogspot. Co.id/2016/01/penyebaran/peradaban-islam.di-afrika)

9 Luas Afrika mencapai 30.224.050 km2, dan di benua inilah pertama kalinya tempat yang didiami nenek moyang manusia dan awal populasi manusia dimulai hingga berkembang ke semua benua di dunia. M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (Yogjakarta: Pustaka Book Publisher, cet; II, 2009), hlm. 209.

[10] Patriarkhi adalah bapak sebagai pemimpin/ kepala keluarga. Imam Muhsin, "Peradaban Islam Pra-Modern di Afrika Utara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern(Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 258.

[12] Syed Mahmudunnasir, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 313.
[13] M. Abdul Karim, Sejarah..., hlm. 184
[14] M. Abdul Karim, Sejarah..., hlm. 184
[15] M. Abdul Karim, Sejarah..., hlm. 185.
[16] Imam Muhsin, Peradaban Islam Pra-Modern di Afrika Utara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002, hlm. 257.
[17] Semula Kusailah adalah seorang pemimpin bangsa Barbar yang telah berhasil dirangkul ke pihak Islam oleh Abdul Muhajir, yaitu seorang hamba sahaya milik Maslamah Ibnu Makhad. Karena Kusailah tidak menyukai kembalinya 'Uqbah sebagai pemimpin, akhirnya Kusailah keluar dari Islam dan melakukan pemberontakan terhadap orang-orang Islam di bawah pimpinan 'Uqbah. Imam Muhsin, Peradaban Islam Pra..., hlm. 260-261.

[18] Daya tarik Afrika disamping tambang emas yg melimpah, juga perdagangan budak dari wilayah Afrika. Mula-mula Negara Eropa yang pertama kali datang ke Afrika adalah Portugis dan kemudian diikuti oleh Prancis, Inggris, dan Belanda untuk memperebutkan Afrika sub-Sahara. Muhammad Wildan, Peradaban..., hlm. 312-313, 321
[19] Holt et.al, The Cambridge History Of Islam, (New York: Cambridge University Press,1970), hal.217

[20] Ibid, hal.214-215

[21] Ibid, hal.228
[22] Watt dan Piere Cashia, A History Of Islamic Spain, (Edinburgh: The University Press, 1992), hal.122
[23] Masadul Hasan, History Of Islam, (Delhi: Adam Publisher and Distributors, 1995), hal.538
[24] Syed Ameer Ali, Api Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hal.578

[25] Ibid, hal.585
[26] Masadul Hasan, Op.cit, hal.176

[27]  Holt et.al, Op.cit, hal.217
[28] Philip K. Hitti, Op.cit, hal.688
[29] Syamsul Munir, Sejarah dan Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal.271
[30] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hal.5

[31] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal.90
[32] Fatah Syukur, Sejarah Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal.63

[33] Ibid, hal.91-92

[34] Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006), hal.36

[35] John L Esposito, 1992, The Islamic Threat: Myth or Reality, Penerjamah: Alwiah Abd. Rahman dan Missi, Cet. III, Bandung, Mizan 1996
[36] Beni Nursari, Muammar Khadafi dan Eksistensi Negara Libya, Internet, 15 Nopember 2009
[37] Edilin Siti dkk. et-al, Sejarah Pendidikan Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yokyakarta , IAIN Sunan Kalijaga , 295 
 [38] Ibid
[39] Ibid h.296
40 IraM. Lapidus, 1999. Sejarah Sosial Umat Islam Bagian IV, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h.25[40]

[41] Asep Syamsul M,2000, Demonologi Islam, Cet.1 Jakarta, Gema Insani Press, h. 53
42  Ira  M. Lapidus, 1999. Op.Cit. h 27-30[42]
43 Ibid
[44] Asep Syamsul M,2000, ) Op.Cit . h. 54-57
[45] Ibid . h.59
[46] Asep Syamsul M, Op.Cit. h. 65


[47] C.E. Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, (Bandung: Mizan, 1983), hal.43

[48] Pilip K. Hitti, History of the Arab, Terjemahan R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal.570
[49] M. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal.188
[50] C.E. Bosworth, Op.cit, hal.42
[51] Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008), hal.158

[52] Pilip K. Hitti, Op.cit, hal.571

[53] C.E. Boswort, Op.cit, hal.43

[54] Ibid, hal.42
[55] Dedi Supriadi, Op.cit, hal.158
[56] Philip K. Hitti, Op.cit, hal.688
[57] Siti Maryam, dkk, Op.cit, hal.227

[58] Taufiqurrahman, Sejarah Social Politik Masyarakat Islam, (Surabaya: Pustaka Islamika, 2003), hal.170
[59] Ibid, hal.171
[60] Siti Maryam, dkk, Op.cit, hal.228
[61] Philip K. Hitti, Op.cit, hal.694

[62] Ibid, hal.546

[63] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik , (Jakarta: Kencana, 2011), hal.140
[64] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), hal.109

[65] Philip K. Hitti, Op.cit, hal.787
[66] Sejarah Kebudayaan Islam untuk MTs kelas IX, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2006), hal.44
[67] Ajid Thohir, Op.cit, hal.113
[68] W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hal.216
[69] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal.104
[70] Ibid, hal.106
[71] Ibid, hal.107


Post a Comment

silahkan berkomentar bijak dan sesuai dengan topik pembahasan