SEJARAH ISLAM
DI AFRIKA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SAW yang menganugerahkan
kesehatan dan rahmat kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan segala
kekurangannya. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
alam Nabi besar Muhammad SAW yang telah memperjuangkan islam sehingga islam
dapat di tegakan di muka bumi ini khususnya Agama islam di Afrika Utara.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Islam Modern,
serta untuk menambah wawasan kita mengenai islam di Afrika Utara
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. H. Sulasman, M.Hum. sebagai dosen
pengampu pada mata kuliah Sejarah Islam Modern sekaligus Guru besar Sejarah dan
Kebudayaan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung, yang telah mempercayakan kami
untuk menyelesaikan makalah yang berjudul Islam di Afrika Utara.
Makalah ini merupakan disusun dengan banyak sekali kekurangan baik dari
segi penulisan maupun dalam hal penyajian materi.oleh karena itu kritik dan
saran dari Prof.Dr.H. Sulasman, M.Hum. dan
teman-teman Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurusan Sejarah
Kebudayaan Islam sangat kami butuhkan guna perbaikan kearah selanjutnya. Amiin.
Bandung, 23 Maret
2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan
islam yang dikomandoi oleh Rasulullah sejak awal kemunculannya menuai banyak
reaksi karena mendompleng adat istiadat yang telah dilakukan oleh bangsa arab
khususnya kafir quraish di mekah yang notabene sebagai penyembah berhala.Namun
perlahan tapi pasti islam mulai diterima oleh hati masyarakat apalagi ketika
umar bin khattab terislamkan lewat senandung surat taha yang dibacakan oleh
adiknya sendiri,sehingga semakin kuatlah islam.
Karena
banyak terjadi penyiksaan yang( tidak sesuai dengan hak asasi manusia yang
digembor-gemborkan dewasa ini) diterima kaum muslimin di mekah ,Rasulullah
beserta para sahabat hijrah ke habsy disitulah pertama kali ada kontak Islam
dengan Afrika dan mendapatkan perlakuan baik dari masyarakat maupun dari
penguasa yaitu Raja Najjasyi atau Negus Kemudian kontak tersebut meluas dan
tersebar hingga zaman modern ini.Secara umum dunia Islam Afrika mewakili salah
satu keragaman budaya Islam yang mengagumkan sesuai dengan struktur kesukuan
bangsa di benua tersebut.Para sufi telah membawa Islamisasi damai yang memberi
citra pada pengukuhan akan kesan kedamaian ,yang menjadi sorotan adalah Benua
Afrika memiliki karakteristik aneh yang membedakannya dari benua-benua lain di
dunia, yaitu adanya negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim tapi
dipimpin non muslim [1].Oleh
sebab itu, dalam makalah ini akan kami bahas sekelumit mengenai potensi
geografis Afrika, Peradaban di Afrika, Afrika pra dan sesudah masuknya
islam,metode dakwah, islamisasi di Afrika dari masa ke masa, kemajuan peradaban
islam di Afrika utara dalam bidang politik, social, budaya, dan karakteristik
manajemen pendidikan, perkembangan islam di Negara-negara bagian afrika,
dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di Afrika Utara. A. Latar Belakang Masalah
Makalah ini
membahas tentang sejarah islam di afrika Utara. Islam yang merupakan
agama pembebas bagi kalangan tertindas dan hegemoni penguasa yang non Islam
seperti Persia dan Romawi, acap kali dianggap agama yang identik dengan darah dan
pedang. Anggapan tersebut sama sekali tidaklah terbukti karena Islam merupakan
agama pembela bagi kalangan tertindas, tidak terkecuali di wilayah Afrika.[2] Afrika
adalah tempat bermacam-macam bangsa dan kebudayaan yang banyak sekali. Afrika
adalah negeri dengan pertentangan yang sangat mencolok dan keindahan yang liar.
Di sana juga terdapat banyak masalah termasuk perang, kelaparan, kemiskinan,
dan masalah penyakit. Di Afrika terdapat gurun Sahara yang merupakan gurun
pasir terbesar di dunia. Gurun itu terbentang mulai dari samudra Atlantik di
barat hingga laut merah di sebelah timur. Sahara meliputi seperempat dari
seluruh benua itu.
Realitas wilayah Afrika merupakan
daerah yang berada dibawah kekuasaan kekaisaran Romawi, yaitu sebuah kekaisaran
yang super power pada masa itu. Dalam sejarah peradaban dunia, bahwa kaisar-kaisar
Romawi dikenal
sebagai penguasa yang kejam, lalim dan berdarah penjajah. Namun pada
kenyataannya, justru Islam dapat berkembang di Afrika dan populasi penduduk
muslimnya mencapai 75 juta dari 500 juta jumlah populasi umat muslim seluruh
dunia.[3] Di
Afrika juga
terdapat dinasti-dinasti yang ikut terlibat dan mewarnai Islamisasi di
wilayah tersebut.
Berkaitan dengan hal diatas, makalah
ini membahas tentang bagaimana perjalanan penyebaran Islam di wilayah Afrika (khususnya Afrika Utara) sehingga Islam dapat diterima di
wilayah yang telah dikuasai oleh penguasa-penguasa Romawi tersebut dan dinasti
apasaja yang telah berkuasa dalam sejarah perjalanan islam di afrika.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
permasalahan di atas, maka dalam makalah ini dirumuskan permasalahannya sebagai
berikut :
1.
Bagaimana proses islamisasi di Afrika dari masa ke masa
2.
Dinasti apa saja yang berkuasa dalam proses islamisasi di Afrika
3. Bagaimana
perkembangan islam di Negara-negara Afrika utara
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini ialah
1.
Mengetahui proses islamisasi di Afrika dari masa ke masa
2. Mengetahui Dinasti-Dinasti yang berkuasa dalam proses
islam di Afrika
3. Mengetahui
perkembangan Islam di Negara-negara Afrika Utara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
POTENSI
GEOGRAFI DAN PERADABAN DI AFRIKA UTARA
Secara demografis konsentrasi muslim
bukan hanya di Timur Afrika namun juga menembus wilayah barat Afrika. Islam di
wilayah ini telah ada ratusan tahun sejak Islam tersebar sekitar abad ke-9 M
melalui para pedagang yang mengambil rute Selatan Sahara. Sebelum abad ke-11 M
beberapa kerajaan Islam muncul. Kawasan Afrika, secara umum terbagi dalam dua
kategori, yaitu wilayah Afrika Utara dan Afrika Hitam. Keduanya memiliki dua
perbedaan yang cukup mencolok baik dalam bentuk-bentuk tipologi fisik, bahasa,
makanan dan struktur sosialnya. Lingkungan geografis bagian Utara merupakan
wilayah yang sangat terbuka sehingga berbagai tradisi luar mudah masuk,
terutama pengaruh dari Arab maupun berbagai tradisi dan budaya sebelumnya. Oleh
sebab itu secara etnolinguistik Afrika Utara termasuk pada kategori Dunia Arab,
seperti: Aljazair, Maroko, Libya dan sebagainya.
Sementara secara umum wilayah Afrika
Hitam yang lain, sangat tertutup karena letak wilayah yang terletak di
pedalaman sehingga budaya luar jarang memberikan sentuhan dan pengaruh pada
pembentukan sikap dan mentalitas secara khusus. Yang termasuk wilayah Afrika
secara keseluruhan menunjukkan ciri sama sekali pola-pola non-Arabnya. Dengan
melihat pemetaan secara global dalam perspektif regional meliputi: tipologi
Afrika Utara, Afrika Selatan, Afrika Tengah, Afrika Barat, dan Timur.[4]
B.
Afrika
pra dan sesudah adanya cahaya
Pada
awalnya wilayah Afrika telah dihuni oleh bangsa Barbar jauh-jauh abad sebelum datangnya
Islam di Afrika. Di dalam sejarah Barbar diartikan sebagai nama
bangsa yag bertebaran di dataran
Eropa sejak abad ke-3 M. namun sebenarnya asal
mula bangsa ini adalah berasal dari asia bagian
tengah khususnya Kaukasus. Pada
masa itu juga kekuasaan Byzantium di Afrika yaitu
Kartago berhasil dikalahkan
oleh orang-orang Vandal dengan pimpinan Geiserik.
Pada masa Nabi Muhammad S.A.W, kontak Islam dengan wilayah Afrika pertama kali
adalah ketika para sahabat hijrah ke Abisinia. Di sana mereka mendapat
perlakuan yang baik dan hangat dari penguasa Abisinia yaitu Raja Najasy
(Negus). Pada masa khalifah Umar bin Khattab, panglima Amr bin ‘Ash berhasil
menguasai Mesir dan mengalahkan tentara Byzantium dan kota Fustat pun menjadi
ibu kota Islam pertama di Afrika. Pada masa khalifah Usman bin Affan, ia
mengirimkan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah yang kemudian bisa mengalahkan
tentara Byzantium dalam peperangan di Laut Tengah.[5]
Akhirnya atas permintaan dari penguasa daerah Byzantium maka diadakanlah
gencatan senjata. Hal ini dimaksudkan agar semua wilayah yang telah jatuh ke
tangan kaum Muslim bisa direbut kembali. Kemudian pada masa Muawiyah bin Abu
Sofyan pendiri dinasti Umayyah mengutus Uqbah bin Nafi’ untuk menjadi gubernur
di Afrika pada tahun 666 M, dengan ibu kota di Fustat. Pasukan dari Uqbah ini
telah memulihkan keadaan di daerah itu menjadi aman dan terkendali sepenuhnya[6]. Namun setelah semuanya berjalan
lancar tanpa disangka Uqbah dipecat dan digantikan oleh Abdul Muhajir maka
Uqbah pun menghadap kepada Muawiyah dan memprotes pemberhentian dirinya karena
ia merasa bahwa ia telah memberikan kemajuan pada kaum Muslim saat itu.
Saat Abdul
Muhajir berkuasa di Ifriqiyah ia malah menghancurkan Kairawan yang dibentuk
oleh Uqbah berikut dengan masjid yang tersohornya pula seolah itu kemudian Ia
membangunnya kembali. Dia melakukan hal ini adalah bertujuan agar sejarah
mencatat namanya sebagai pendiri kota dan masjid Kairawan. Di Afrika sendiri
ada beberapa dinasti kecil yang memiliki andil yang cukup besar dalam
perkembangan Islam kala itu.
Awal perkembangan Islam di Afrika dapat dilacak sejak abad ke-7 M ketika Nabi
Muhammad SAW menyarankan sejumlah sahabat untuk menghindari penindasan kaum
kafir Mekkah dengan hijrah menyebrangi Laut Merah ke Kerajaan Kristen Abisinia
(saat ini Ethiopia) yang diperintah oleh al-Najashi. Dalam tradisi Islam,
peristiwa ini disebut hijrah pertama. Wilayah Afrika merupakan wilayah pertama
yang digunakan oleh kaum Muslimin sebagai tempat berlindung dan wilayah Afrika
juga merupakan wilayah pertama penyebaran Islam di luar semenanjung Arab.
C. METODE
DAKWAH
Proses masuknya Islam ke Afrika
melalui lima cara, antara lain:
1.
Expansi atau penakhlukan seperti penyerbuan Dinasti Al-Murabitin ke Afrika Barat
tahun 1052- 1076
2. Migrasi dan pemukiman muslim di wilayah non muslim, seperti orang Yaman dan
Oman menetap di daerah peradapan Swahili, Afrika Timur, yang sekarang
merupakan wilayah Kenya dan Tanzania, dan juga budak-budak melayu yang didatangkan
ke Afrika Selatan.
3.
Perdagangan, melalui perdagangan lintas sahara. Perdagangan tersebut terjadi di
negara-negara Guinea, Mali, Sinegal,
Niger, Uganda, Zaire, Malaw, dan Mozambik.
4.
Dakwah, misi ini diemban oleh Mubalig, Guru dan Imam pengembara. Buku dan
brosur yang menerangkan
agama Islam dicetak dalam bahasa Afrika dan ditujukan kepada golongan non
muslim.
5.
Gerakan pembersihan moral, gerakan ini yang paling terkenal adalah gerakan yang
dipimpin Utsman dan Fodio di Nigeria.
Menurut
data tahun 2001 jumlah penduduk Afrika kurang lebih 750 juta dan 50% nya
beragama Islam. Negara-negara yang terdapat di benua Afrika meliputi
antaralain: Mesir, Libya, Chad, Somalia, Kenya, Tanzania, Zaire, Angola,
Zambia, Uni Afrika Selatan dan ada beberapa lagi yang lain.[7]
D.KelebihdanKekurangan metode berdakwah
1.
Kelebihan Dakwah di Afrika
a) Politik
Dalam bidang politik tersebut di
Afrika banyak juga tokoh muslim yang menduduki jabatan tetinggi di negaranya.
Sebut saja seperti Muammar Khadafi, yakni beliau sebagai pemimpin muslim
konteporer Libya banyak berubah setelah Muammar Khadafi menguasai politik
libya.
Revolusi Khadafi dianggap sebagai
salah satu contoh paling awal dalam pembaharuan politik Islam, sejak Libya
merdeka pada tahun 1960 selain dari Khadafi juga ada. Pemimpin negara Ghabon
serta negara lainnya di Afrika, sehingga hal tersebut semakin memudahkan
penyebaran ajaran Islam di benua Afrika.
Keputusan paling awal rezim ini
menyangkut masalah referensi nasionalis dan islam, serta aturan-aturan
subtansi. Diantaranya diberlakukan kembali hukum pidana atas Al qur’an serta
pelanggaran alkohol dan klub malam mengindikasikan pengakuan terbuka terhadap
islam sebagai kekuatan pembimbing dalam kekuatan politik negara.
b) Ekonomi
Afrika
adalah sebuah negara maju dengan
penduduk yang berpendapatan sederhana. Negara ini kaya dengan bahan bahan tambang,
terutama yang bernilai tinggi sperti, emas, platinum dan berlian. Negara Afrika
juga mempunyai sistem keuangan, perundangan, energi infrastruktur yang maju dan
moderen. Dengan kekayaan yang di miliki Afrika semakin membuat hubungan antara
Afrika dengan negara-negara islam di luar benua Afrika lebih dekat untuk
mejalankan dakwah di Afrika tersebut.
2. Kekurangan
Dakwah di Afrika
Secara
global, Muslim Afrika dari sisi budaya dan sosial hidup dalam kondisi yang
tidak bisa diterima. Mayoritas mereka adalah Ahli Sunnah, akan tetapi pada
hakikatnya, mereka mengenal agama secara turun temurun, dan tidak melakukan
penelitian tentang mazhabnya sendiri. Para ulama Muslim Afrika juga hidup dalam
kondisi yang tidak sesuai, baik dari sisi ilmu maupun pengetahuannya tentang
Islam.
Agama merupakan majemuk keyakinan
dan hukum-hukum, dimana mengenai Muslim Afrika harus dikatakan bahwa
pengetahuan dan keyakinan mereka berada dalam tingkat yang sangat rendah,
bahkan mereka juga tidak mampu membuktikan wujud Tuhan secara ilmiah. Yang
dipikirkan oleh para ulama mereka adalah bagaimana memenuhi kebutuhan hidup
pribadi, mereka sangat lemah dalam masalah pemahaman Al-Quran dan hukum-hukum
Islam. Tingkat perekonomian di berbagai negara Afrika memiliki perbedaan. Akan
tetapi secara umum, dikarenakan adanya faktor-faktor yang berbeda, keseluruhan
negara berada di tingkat bawah. Hal ini terjadi karena berbagai faktor,
seperti: banyaknya anggota keluarga, gaji yang rendah, pertanian yang dikelola
secara manual dan tradisional, serta ketiadaan bantuan dan kepedulian
pemerintah dan bangsa terutama kepada para Muslim di negara ini.
Institusi-institusi di negara-negara ini lebih memperhatikan kaum Kristen
dibanding kaum Muslim.
Dari
aspek sosial dan politik Kelemahan mereka muncul dari berbagai aspek, selain
itu slogan-slogan demokrasi Kristen juga berada di papan atas dalam
pemerintahan. Masalah pemisahan agama dari politik di sana sangat kuat.
Pemisahan agama dari politik telah menyebabkan rakyat menjauh dari
masalah-masalah sosial dan politik. Sementara itu, bantuan bangsa-bangsa lain
kepada umat Kristen, juga menjadi faktor lain yang telah melemahkan Islam.
Kondisi sumber-sumber alam di kawasan Afrika barat termasuk
negara-negara yang sangat kaya dari sisi sumber-sumber alam. Banyak tanah-tanah
produktif yang tidak membutuhkan penanganan, bisa disaksikan begitu banyak
hutan dan pepohonan alami, akan tetapi produksi pertanian di kawasan ini sangat
mahal, hal ini dikarenakan pertanian di kawasan ini dikelola secara
tradisional. Operasi-operasi yang dilakukan oleh pabrik-pabrik di negara ini
masih sangat dasar, dimana bahkan rakyat Afrika yang tidak mengenal
produk-produk dari susu, seperti mentega, yoghurt dan lain sebagainya. Dalam
perbandingan antara agama Kristen dan Islam, harus dikatakan bahwa propaganda
Kristen dan ketiadaan kewajiban dalam agama ini telah menyebabkan masyarakat
Afrika lebih cenderung dan percaya pada Kristen[8]
D.
ISLAMISASI DI AFRIKA DARI MASA KE MASA
Nama Afrika berasal dari bahasa latin,
yaitu Africa terra yang berarti tanah Afri. Afrika merupakan benua
terluas nomor dua setelah Asia, yaitu 20 % dari seluruh total daratan bumi dan
penduduknya mencapai sepertujuh dari seluruh populasi dunia.[9]
Sebutan bagi
penduduk Afrika biasa dikenal dengan nama Berber dan Negro. Bangsa Negro sangat
majemuk, bahkan mendominsi dari jumlah penduduk di benua Afrika,
aktifitas keagamaannya sangat beragam yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari.
Afrika utara adalah bagian dari
daerah di benua Afrika di mana budaya dan penduduknya
berbeda dengan daerah-daerah di Afrika lainnya. Afrika Utara adalah
sebuah kehidupan masyarakat Berber yang bersifat kesukuan, berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain dan patriarkhi. [10]Penduduk
Afrika Utara sebagian besar termasuk ras kulit putih dan
merupakan penutur bahasa Afro-Asia.[11] Sebelum Islam masuk ke daerah
Afrika Utara, daerah ini merupakan
daerah dibawah kekuasaan Romawi.
Secara geografis, Afrika Utara
merupakan wilayah bergurun. Dalam terminologi Arab, daerah ifriqiyah merupakan
bagian dari Afrika Utara yaitu wilayah Libya, Tunisia, Al-Jazair, dan Maroko.
Seluruh wilayah tersebut oleh orang-orang Arab dikenal dengan sebutan
Al-Maghribi.[12]
Penyebaran Islam di Afrika bermula
pada masa Nabi Muhammad ketika ada kontak pertama kali antara Islam dengan
Afrika, yaitu setelah
para sahabat hijrah ke Habsyi dan mendapatkan sambutan baik dari raja Najjasyi
maupun penduduk setempat. Penyebaran Islam kemudian dilanjutkan pada masa
Khalifah Umar Ibn Khattab dengan mengutus Amr ibn 'Ash. Pasukan muslim dibawah
panglima Amr ibn 'Ash berhasil memasuki Mesir dengan mengelahkan tentara
Bizantium yaitu pada tahun 639-644 M, dan mendirikan kota Fusthat sebagai
ibu kota pertama di wilayah Afrika.[13]
Penyebaran Islam ke wilayah Afrika
kemudian dilanjutkan oleh khalifah ke tiga yaitu Khalifah Utsman ibn Affan
dengan mengirim Abdullah ibn Sa’ad ibn Abi Sarah yang berhasil mengalahkan
tentara Romawi di Laut Tengah dan mengalahkan tentara Bizantium dan terus maju
sampai ke Barqah dan Tripoli dan terus merangsek sampai ke daerah
Carthage, yaitu ibu kota Romawi di Afrika Utara.[14] Perluasan
wilayah Afrika sedikit terganggu dengan adanya suhu politik di Madinah yang
kurang mendukung sehingga perluasan wilayah tidak memungkinkan untuk
dilanjutkan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Raja Konstantine III untuk merebut
kembali kekuasaannya atas wilayah Afrika.
Penyebaran Islam mengalami kemajuan
pesat ketika pada masa Muawiyah ibn Abi Sofyan dengan
mengutus seorang yang bernama Uqbah ibn Nafi' menjadi gubernur di Afrika
pada 666 M dan menjadikan kota Qayrawan sebagai ibu kota. Dengan keberaniannya,
ia membersihkan pengacau dan sekaligus memulihkan keadaan, ia merupakan orang
pertama yang menembus padang pasir Sahara.[15]
Masuknya Islam ke Afrika Utara
merupakan moment penting bagi masa depan Islam secara keseluruhan di benua
Afrika dan daratan eropa yang selama berabad-abad berada dibawah kekuasaan
Kristen. Dalam peradaban Islam, Afrika Utara tidak dapat dilupakan begitu saja.
Hal ini dikarenakan Afrika Utara merupakan pintu masuk dari sentral penyebaran
Islam, yakni Timur Tengah. Bukti kemajuan di Afrika Utara
dalam peradaban Islam adalah dalam bidang arsitektur, seni, dekorasi dan intelektual.
Diantara tokoh yang terkenal dalam bidang intelektual adalah Ibn Batuta
(Biologi), Ibnu Khaldun (sosiologi) dan Ibn Zuhr.[16]
Perjalanan panjang penyebaran Islam
tidak serta merta berjalan dengan mudah, akan tetapi melalui beberapa rintangan
baik rintangan dari dalam maupun dari luar. Pergolakan politik yang terjadi
dalam pemerintahan pada saat itu, dimanfaatkan oleh bangsa Berber untuk
melakukan pemberontakan. Pemberontakan silih berganti baik yang dilakukan
orang-orang Berber sendiri dengan maksud melepaskan diri dari kekuasaan orang
Islam. Misalnya, pemboikotan yang dilakukan oleh Kusailah pada masa Muawiyah.
Pada tahun 683 M orang-orang Islam di Afrika Utara mengalami
kemunduran karena orang-orang Berber di bawah pimpinan
Kusailah bangkit memberontak dan mengalahkan 'Uqbah di Tahuza pada saat pulang ke ibu
kota Qayrawan. Dia dan pasukannya tewas dalam pertempuran tersebut.[17]
Rintangan
dari pihak luar, misalnya, keinginan bangsa Romawiatas wilayah Afrika
maupun penjajahan bangsa Eropa [18] Pada saat pemerintahan dipegang
oleh Abdul Malik ibn Marwan pada masa Daulah Umayyah, Afrika Utara dapat
direbut kembali dari kekuasaan Romawi dan berhasil mengalahkan perlawanan
bangsa Berber.
E. KEMAJUAN
PERADABAN ISLAM DI AFRIKA UTARA DALAM BIDANG POLITIK, SOSIAL, BUDAYA, DAN
KARAKTERISTIK MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Sejak kedatangan Islam di Afrika Utara, kebudayaan dan
peradaban Islam sudah mulai menampakkan perkembangannya. Hal ini ditandai
dengan berkembangnya Qairawan yang bangun oleh ‘Uqbah bin Nafi’. Pada tahun 50
H/670 M yang tidak menjadi kota militer semata, tetapi menjadi satu pusat ilmu
dan peradaban yang cemerlang dalam sejarah Islam [19]
Maka kemajuan peradaban Islam di Afrika Utara bisa dilihat
dari:
- Aspek Ilmu Pengetahua Kebijakan Islamisasi yang diterapkan di daerah Afrika Utara secara keseluruhan oleh Musa bin Nushair, walaupun tidak menjadikan seluruh penduduknya menganut agama Islam, dapat dikatakan sebagai langkah rintisan bagi proses perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Paling tidak, dengan kebijakan itu bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa resmi negara dan pergaulan di Afrika Utara.
Langkah ini sangat efektif, sehingga
bahasa Arab dapat menggeser bahasa latin, meskipun ia sangat sedikit
mempengaruhi dialek-dialek asli bangsa Barbar [20]
Pada gilirannya, kemajuan Islam berbagai disiplin ilmu pengetahuan (yang
berkaitan dengan masalah teologi, hukum, sejarah, sastra, puisi, filsafat, dan
biografi) di kemudian hari semua ditulis dalam bahasa Arab.[21] Sehingga muncullah tokoh-tokoh ilmuwan yang sangat terkenal
dalam bidangnya seperti Ibnu Sida’, Abu Bakar Al-Turtusi yang terkenal dengan
Ibnu Abi Randaq dengan karyanya “Siraj Al-Mulk [22]
Sementara dalam ilmu kesehatan dapat dilihat dengan berdirinya sebuah rumah
sakit yang besar di Marrakesh [23]
Di bidang kedokteran ada tokoh
terkenal yaitu Marwan bin Abdul Malik bin Zuhri yang lebih terkenal dengan nama
Ibnu Zuhri. Ia adalah seorang dokter dan ahli bedah terkenal yang hidup pada
zaman Ibnu Rusydi. Kemudian, dengan keahlian yang Ia miliki, Ia mengabdikan
dirinya kepada Yusuf bin Tasyfin, Khalifah Ibnu Al-Murabithun, untuk membantu
dalam bidang kedokteran. Ia yang pertama kali memikirkan Bronchotomi, dengan
menunjukkan secara jelas cerai sendi dan patah tulang. Putranya, Marwan, juga
mengikuti jejak ayahnya menjadi ahli bedah dan dokter tentara Yusuf bin
Tasyfin.[24]
Di bidang sejarah dan sosiologi,
tokoh Ibnu Khaldun menjadi maestro terbesar dalam sejarah Islam, sehingga ia
terkenal sebagai Bapak Filsafat Sejarah dan juga sebagai Bapak
Sosiologi. Kitab sejarah yang terkenal dan ditulis oleh Ibnu Khaldun
adalah Kitab Al-Ibar, yang di tulis selama 4 tahun di daerah Oran. ada masih
ada karya-karya beliau yang lainnya seperti Kitab Muqoddimah (karya
Masterpiecenya).[25]
Di bidang Geografi Islam muncul tokoh
terkenal di Afrika Utara yaitu Ibnu Batuta, seorang pengembara muslim terkenal
yang bernama asli Muhammad bin Abdullah. Kumpulan catatan-catatan selama
berkeliling merupakan informasi yang bernilai tinggi dalam dunia Islam,
kondisi-kondisi sosial, adat istiadat, dan hal-hal tentang kehidupan penduduk
diberbagai bagian dunia Islam [26]
Pada sisi lain, para penguasa
Dinasti Aghlabiyah sangat peduli terhadap masalah kehidupan intelektual dan
mereka memiliki jasa yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
seperti teologi, hukum dan puisi Maghribi. Dalam hal ilmu hukum, ada seorang
lulusan sekolah Qairawan yaitu Sahnun, Ia adalah ahli hukum bermazhab Maliki
yang berpengaruh masih terasa sampai sekarang [27]
- Aspek
Sosial dan Politik
Islam sebagai kekuatan politik
memasuki daratan Afrika Utara, berawal semenjak pemerintahan Khalifah Umar bin
Khattab yang dapat menguasai mesir. Kemudian pada masa pemarintahan Usman bin
Affan, tepatnya tahun 35 H, kekuasaan Islam sampai Tripoli, Tania, bahkan
mencapai kawasan Tunisia. Proses persaingan kekuasaan Islam sempat terhenti
berkenaan dengan terbunuhnya Usman bin Affan pada 36 H. Ketika Mu’awiyah
berkuasa penuh di Damaskus, perluasan daerah kekuasaan terus diusahakan,
termasuk kelanjutan perluasan kekuasaan islam di Afrika Utara. Dengan
diangkatnya ‘Amru bin ‘Ash sebagai Gubernur Mesir, maka kebijaksanaan
memperluas wilayah kekuasaan Islam dihidupkan kembali. Pada 50 H, sebuah
kawasan (yang akhirnya dikenal dengan nama Qayrawan) yang terletak di wilayah
Afrika Utara dapat dikuasai oleh kaum muslimin di bawah pimpinan Uqbah ibn
Nafi.
Pada masa Dinasti-dinasti yang
berdiri di daerah Afrika Utara banyak kemajuan dalam hal sosial dan politik,
seperti:
- Dinasti
Idrisiyah, dalam hal sosial dan politik, Nampak pada waktu suku Barbar
bersedia menerima Idris bin Abdullah, dimana Idris bin Abdullah banyak
mempengaruhi suku Barbar dengan aspek sosial dan politik dibanding aspek
keagamaan, karena aspek sosial dan politik sangat menentukan Idris bin
Abdullah dalam meyakinkan orang-orang Barbar bahwa dirinya merupakan
keturunan Ali bin Abu Thalib.
- Dinasti
Murabithun, dalam hal sosial dan politik yang berjalan dalam Dinasti ini
adalah dalam aspek politik, mereka memakai masjid sebagai benteng
pertahanan Islam yang berada di sekitar masjid. Masjid mempunyai
multifungsi sebagai tempat ibadah, penyebaran dakwah sekaligus sebagai
benteng pertahanan. Anggota pertamanya berasal dari Lamtuna bagian dari
suku Sanhaja yang suka mengembara di padang Sahara. Sedangkan dalam hal
aspek sosial, para wanita dari kalangan Dinasti ini adalah menggunakan
cadar yang menutupi wajah di bawah mata, kebiasaan ini dinamakan
Mulatstsamun (para pemakai cadar) yang kadang-kadang menjadi sebutan lain
bagi kaum Murabithun [28]
- Dinasti
Muwahhidun, dalam hal sosial dan politik, pada masa Ibnu Tumart
menyebarkan dan mengajak masyarakat Afrika Utara dalam mengikuti
dakwahnya, ia menggalang dan membentengi diri dengan membentuk dewan, yang
terdiri dari Dewan Menteri, Dewan Majelis Pemuka Suku, dan Majelis Rakyat.
Tujuan dibentuk dewan tersebut adalah untuk mengkoordinir anggota dalam
pengembangan agama dan juga untuk memudahkan mengkoordinir pemerintahan
dari segi politik. [29]
- Dinasti Fathimiyah, didalam sistem politik dan sosial yang berjalan di pemerintahannya menganut paham keagamaan. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh dukungan rakyat, maka khalifah sering menggunakan paham keagamaan. Hal yang ini jugalah yang membawa pengaruh kepada corak sosial yang religius. Sehingga sosial dan politik pada waktu Dinasti Fathimiyah menggunakan aliran agama yang sangat kental.
- Aspek
Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam
Menilik seluk beluk pendidikan, akan
membuka wacana kepada sistem dan institusi pendidikan itu sendiri. Islam,
sebagai sebuah peradaban, memiliki kualitas peradaban yang jauh lebih dahulu
maju dibandingkan dengan peradaban Barat (Eropa). Dalam sejarahnya, peradaban
Islam memiliki sistem pendidikan yang akomodatif serta mampu menjadi inspirasi
kemajuan berbagai peradaban lain.[30]
Perjalanan pendidikan Islam di
Afrika Utara, dimulai pada masa Dinasti Idrisiyah, pada tahun 859 M, Fatimah
Al-Fihri, puteri dari seorang saudagar bernama Muhammad Al-Fihri, di Fez,
Maroko, mendirikan sebuah wadah lembaga pendidikan yang berbentuk
madrasah dan diberi nama Jami’ah Al-Qarawiyyin. Sebagaimana, tradisi pendidikan
Islam saat itu, Jami’ah Al-Qarawiyyin juga berada di dalam komplek Masjid
Al-Qarawiyun.
Awalnya berdirinya Jami’ah
Al-Qarawiyyin adalah sebuah komunitas Qairawaniyyin di Kota Fez (Maroko).
Komunitas membuat diskusi-diskusi kecil di sebuah masjid. Masjid yang berfungsi
sebagai tempat ibadah di halakah, banyak diikuti para penduduk sekitar. Umat Islam
di Kota Fez pada abad ke-9 M juga menjadikannya sebagai tempat untuk membahas
perkembangan politik. Sehingga akhirnya, materi yang diajarkan dan dibahas
dalam ajang diskusi itu berkembang mencakup berbagai bidang, tak cuma mengkaji
Alquran dan Fiqih saja.
Wacana yang dibahas dalam diskusi di
emper Masjid Al-Qarawiyyin itu pun meluas hingga mengkaji tata bahasa, logika,
kedokteran, matematika, astronomi, kimia, sejarah, geografi, hingga musik.
Beragam topik yang disajikan dengan berkualitas oleh para ilmuwan terkemuka
akhirnya mampu membetot perhatian para pelajar dari berbagai belahan dunia.
Seiring dengan waktu, pada akhirnya
Al-Qawariyyin melahirkan sejumlah tokoh ilmuwan Muslim kenamaan , di antaranya,
Abu Abullah Al-Sati, Abu Al-Abbas al-Zwawi, Ibnu Rashid Al-Sabti, Ibnu Al-Haj
Al-Fasi, serta Abu Mazhab Al-Fasi, yang memimpin generasinya dalam mempelajari
mazhab Maliki. Tak heran bila kemudian, Jami’ah al-Qarawiyyin ini menjadi
perguruan tinggi paling prestisius di abad pertengahan.
Kemudian pada masa Dinasti
Fathimiyah, para Khalifahnya memiliki kecenderungan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, terlihat sejak Khalifah Al-Muiz, yang memerintahkan Panglima
Jauhar Al-Shhiqily membangun Al-Azhar, awal merupakan sebuah bangunan masjid
yang tidak berbeda dengan masjid-masjid lain pada umumnya yang sudah ada pada
saat itu. Masjid ini awalnya digunakan sebagai pusat latihan kader penyebar
ideologi Syi’ah mengancam otoritas Abbasiyah Sunni.
Pada mulanya pengajaran di
Universitas al-Azhar sama dengan institusi pendidikan lain, yaitu sistem ber-halaqah
(melingkar) seorang pelajar bebas memilih guru dan pindah sesuai dengan
kemauan. Metode yang digunakan adalah berdiskusi, sebagai metode dalam proses
pembelajaran antar pelajar, seorang guru hanya berperan sebagai fasilitas
memberikan penajaman dari materi yang didiskusikan. Kurikulum yang dipakai di
al-Azhar pada mulanya fiqih dan al-Qur’an, dan ilmu agama lainnya. Namun
setelah menjadi universitas, mulai memasukan ilmu-ilmu umum, seperti
kedokteran, ilmu, sejarah, ilmu hitung, logika dan lain-lain.[31]
Akhirnya sistem pengajaran di Al-Azhar berkembang, dan
terbagi menjadi empat kelas yaitu:[32]
- Kelas
umum diperuntukan bagi orang yang datang ke al-Azhar untuk mempelajari
Al-Qur’an dan penafsirannya
- Kelas
para mahasiswa Universitas al-Azhar kuliah dengan para dosen yang di
tandai dengan mengajukan pertanyaan dan mengkaji jawabannya.
- Kelas
Darul Hikam, kuliah formal ini diberikan oleh para mubaligh seminggu
sekali pada hari senin yang dibuka untuk umum dan pada hari kamis dibuka
khusus untuk mahasiswa pilihan.
- Kelas
non-formal, yaitu kelas untuk pelajar wanita.
Kemudian, pengembangan Al-Azhar
dilakukan pada masa Khalifah Al-Aziz Billah, tahun 988 M, dengan usaha Yakub
bin Kills, Al-Azhar dijadikan sebagai Universitas Islam yang mengajarkan
ilmu-ilmu agama, ilmu akal (logika) dan ilmu umum lainnya. Untuk menunjang
kegiatan pendidikan dan pengajaran, Al-Azhar dilengkapi dengan asrama untuk
para fuqaha (dosen, tenaga pendidik), serta semua urusan yang
kebutuhannya ditanggung oleh Khalifah. Adapun ilmu agama yang di ajarkan
meliputi: Ilmu Tafsir, Qiraat, Hadis, Fiqih, Nahwu, Shorof dan Sastra.
Sedangkan ilmu-ilmu umum yang diajarkan meliputi: Filsafat, Ilmu Falak, Ilmu
Ukur, Musik, Kedokteran, Kimia dan Sejarah, serta Ilmu Bumi.[33]
Al-Hakim (996-1021) mendirikan Darul
Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Sistem
pembelajaran Darul Hikmah yaitu mengajarkan membaca, menulis dan melakukan
penelitian. Sehingga muncullah ilmuwan muslim seperti Ibnu Yunus (348-399
H./958-1009 M.) seorang astronom besar dan Ibnu Haitam (354-430 H./965-1039 M.)
seorang tokoh fisika dan optik. Selain itu ia mendirikan Darul Ilmi, suatu
perpustakaan yang menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan.[34]
Pada tahun 1013 Al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga
Seminar) di istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan
berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah ilmuwan
besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke seluruh dunia Islam.
F. PERKEMBANGAN
ISLAM DI NEGARA-NEGARA AFRIKA UTARA
Agama Islam masuk ke daratan Afrika
pada masa Khalifah Umar bin Khattab, waktu Amru bin Ash memohon kepada Khalifah
untuk memperluas penyebaran Islam ke Mesir lantaran dia melihat bahwa rakyat
Mesir telah lama menderita akibat ditindas oleh penguasa Romawi dibawah Raja
Muqauqis. Sehingga
mereka sangat memerlukan uluran tangan untuk membebaskannya dari ketertindasan
itu.
Selain alasan diatas Amru bin Ash
memandang bahwa Mesir dilihat dari kacamata militer maupun perdagangan letaknya
sangat strategis, tanahnya subur karena terdapat sungai Nil sebagai sumber
makanan. Maka dengan restu Khalifah Umar bin Khattab dia membebaskan Mesir dari
kekuasaan Romawi pada tahun 19 H (640 M) hingga sekarang. Dia hanya membawa 400
orang pasukan karena sebagian besar diantaranya tersebar di Persia dan Syria.
Berkat siasat yang baik serta dukungan masyarakat yang dibebaskannya maka ia
berhasil memenangkan berbagai peperangan. Mula-mula memasuki kota Al-Arisy dan
dikota ini tidak ada perlawanan, baru setelah memasuki Al-Farma yang merupakan
pintu gerbang memasuki Mesir mendapat perlawanan, oleh Amru bin Ash kota itu
dikepung selama 1 bulan.
Setelah Al-Farma jatuh, menyusul
pula kota Bilbis, Tendonius, Ainu Syam hingga benteng Babil (istana lilin) yang
merupakan pusat pemerintahan Muqauqis. Pada saat hendak menyerbu Babil yang
dipertahankan mati-matian oleh pasukan Muqauqis itu, datang bala bantuan 4.000
orang pasukan lagi dipimpin empat panglima kenamaan, yaitu Zubair bin Awwam,
Mekdad bin Aswad, Ubadah bin Samit dan Mukhollad sehingga menambah kekuatan
pasukan muslim yang merasa cukup kesulitan untuk menyerbu karena benteng itu
dikelilingi sungai. Akhirnya, pada tahun 22 H (642 M) pasukan Muqauqis bersedia
mengadakan perdamaian dengan Amru bi Ash yang menandai berakhirnya kekuasaan
Romawi di Mesir.
1.1 Aljazair
Nama resmi negaranya adalah Republik
Demokratik Rakyat Aljazair atau dalam bahasa arab disebut Al Jumhuriyyah al
Jazairiyah ad Dimuqratiyah ash Sa’biyah. Merupakan sebuah negara pesisir Laut
Tengah, Afrika Utara. Dalam bahasa arab disebut Aljazair, karena negara
ini merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 4 pulau yang terletak
berdekatan dengan ibu kota negara sekaligus pusat pemerintahan yaitu Aljir.
Luas negara ini adalah 2.381.741 kilometer persegi dengan menempati posisi
terluas ke 10 didunia dan terluas di Afrika dan Mediterania. Bentuk negara ini
adalah republik semi-presidensial yang terdiri dari 48 propinsi. Jumlah
penduduk di negara ini lebih dari 37 juta jiwa dan menempati posisi ke-34
terbanyak di dunia. Perekonomian negara ini mengandalkan sumber-sumber minyak,
perusahaan minyak bernama Sonatrach merupakan perusahaan minyak terbesar di
Afrika. Sedangkan dari sektor industri pertanian seperti perusahaan gandum,
minyak zaitun, buah-buahan dan hewan ternak.
2.2 Aljazair Sebelum Datangnya Islam
Tujuh tahun setelah Nabi Muhammad SAW
wafat (639 M), bangsa Arab bergerak menuju Afrika. Dalam dua generasi, Islam
telah menyebar di Afrika Utara dan seluruh wilayah Maghribi Tengah. Pada abad
berikutnya, konsolidasi jaringan perdagangan muslim yang berkaitan dengan garis
keturunan, perniagaan, dan persaudaraan sufi, telah sedemikian kuat di Afrika
Barat. Sehingga, pengaruh politik dan kekuasaan kaum muslimin begitu besar.
Afrika Utara merupakan pintu gerbang
penyebaran Islam ke Eropa. Dari Afrika Utara lalu ke Spanyol yang termasuk
benua Eropa. Penyebaran Islam ke Afrika Utara sudah dimulai sejak Khulafaur
Rasyidin, yaitu pada masa Umar bin Khattab. Pada tahun 640 M, panglima Amr bin
Ash berhasil memasuki Mesir. Kemudian pada khalifah Utsman bin Affan penyebaran
Islam meluas ke Barqah dan Tripoli. Tapi penaklukan atas kedua kota tersebut
tidak berlangsung lama, karena Gubernur Romawi berhasil merebut kedua kota itu
kembali. Karena Gubernur Romawi ini kejam dan memeras rakyat sehingga rakyat
(penduduk) meminta bantuan kepada orang-orang islam. Permintaan itu disanggupi
oleh Khalifah Utsman bin Affan.
Namun bantuan itu baru terealisasikan
pada pemerintahan Bani Umayyah yaitu pada masa Muawiyah bin Abi Sufyan
mempercayakan tugas itu pada panglimanya yang bernama Uqbah ibnu Nafi al Fihri.
Dan Uqbah ibn Nafi al Fihri berhasil menekan suku Barbar dan menghalau pasukan
Romawi dari daerah tersebut. Mulai sejak itu Afrika Utara dikuasai oleh Bani
Umayyah lalu Bani Abbas, Rustamiyah, Idrisiyah, Aglabiyah, Ziridiyah,
Hammadiyah, kemudian Murabithun dan Muwahhidun.
Dalam situs resmi kepresidenan negara
Aljazair disebutkan, bahwa manusia sudah ada di Aljazair sejak 5000 tahun
sebelum masehi. Penduduk itu lebih dikenal dengan sebutan Nomadiy.
Secara historis, Aljazair memiliki
sejarah yang cukup panjang. Mengalami pasang surut peradaban. Sejak 40 SM,
daerah ini telah diperintah oleh Bangsa Romawi, tahun 429-534 dikuasai oleh
Vandals, dan tahun 534-690 di bawak kekuasaan Bizantium (Romawi Timur) yang
beragama Nasrani.
Penduduk asli Aljazair adalah dari
Amazigh atau Barbar yang sekarang tinggal 17% dari penduduk Aljazair. Nama ini
telah digunakan sejak pendudukan Romawi, yaitu sebutan untuk Qabail, Syawiyah,
Thawariq, Bani Yaqzan. Mereka semua adalah penduduk asli Aljazair.
2.3 Masuknya Islam
Di Aljazair
serata perkembangan islam di Aljazair
Islam mayoritas agama negara Aljazair.
Melingkupi sebagian besar aspek kehidupan. Islam menyediakan masyarakat dengan
identitas pusat sosial dan budaya, serta memberikan sebagian besar individu
orientasi etis & sikap dasar
Islam masuk ke negeri ini pada akhir
abad ke-7 M, pada masa Khalifah Bani Umayyah sekitar abad 682 M. Diawali dari
Tunisia, tentara Islam terus berdakwah & berjihad bergerak ke arah barat. Mereka membebaskan sejumlah
bangsa Barbar seperti Aljazair, Maroko, Libya, dan wilayah Magribi dari
penjajahan bangsa Romawi, untuk hidup dalam naungan Islam yang damai.
Penduduk Aljaair saat ini mayoritas
merupakan keturuna Arab-Barbar. Secara kultural masing-masing mengembangkan
tradisi yang berbeda. Selain itu juga terdapat suku Tuareg yang tinggal di
Nomaden.
Dalam segi perekonomiannya, Aljazair
mempunyai bisnis utama yaitu minyak dan bahan tambang yang memberi kontribusi
30% terhadap pendapatan negara. Walaupun minyak dan bahan tambang menjadi
kontribusi utama, tetapi tingkat penyerapan tenaga kerjanya hanya 2%. Sedangkan
dalam sektor industri, seperti gandum, minyak zaitun, buah-buahan dan hewan
ternak memberi kontribusi pada Negara sekitar 25% dengan penyerapan tenaga
kerja 30%.
Bentuk pemerintahnnya adalah Republik,
dan ibu kotanya adalah Aljir, bahasa resminya adalah bahasa Arab dan bahasa
Perancis. Penduduknya yang beragama Islam berjumlah 99,1% dari seluruh
penduduk.
Adapun perkembangan Islam di Aljazair. Dalam
sejarahnya, Aljazair beberapa kali mengalami peralihan kekuasaan. Pertama kali
Aljazair berada dalam kekuasaan Dinasti Ziyanid dari tahun 1236, selanjutnya di
bawah tampuk dinasti Islam Utsmaniyah dari tahun 1516. Setelah itu masuk
penjajahan Prancis dari tahun 1830. Setelah dijajah selama 150 tahun lebih.
Pada tahun 1954, Front Pembebasan Nasional (FLN) yang didukung penuh rakyat
Aljazair melancarkan perang gerilya.
Setelah hampir 1 dekade bergerilya di
kota dan desa, dengan berkorban nyawa dan harta benda, akhirnya mereka berhasil
memaksa Perancis keluar pada 1962. Oleh karena itu kemudian Aljazair dikenal
dengan Negara Milyun Syahid (Sejuta Pahlawan). Aljazair memproklamirkan merdeka
sebagai Negara Republik Kesatuan tepatnya pada 5 Juli 1962.
Dalam kurun waktu 1830-1848, Aljazair
beralih dari kekuasaan Turki ke kekuasaan penjajah Perancis yang berlangsung
secara bertahap. Tahapan tersebut dimulai pada 5 Juli 1830 ketika Perancis
datang menaklukkan Bey Husein, Gubernur di propinsi Oran. Meskipun kedatangan
Perancis pada awalnya untuk membebaskan para Misinaris Kristen yang ditangkap
oleh penguasa Turki. Legitimasi terhadap kolonialisme Perancis ditandai dengan
penandatanganan suatu kapit ulasi
yang isi pokonya adalah jaminan terhadap rakyat Aljazair untuk menjalankan
agamanya dan penghargaan atas tradisi rakyat Aljazair, terutama untuk tetap
mempergunakan bahasa Arab dan Barbar. Sejak awal penentangan terhadap
kolonialisme ini, Islam memainkan peranan yang menonjol. Hal ini dapat dilihat
dari perjuangan para tokoh Muslim lewat organisasi-organisasi sosial menentang
Perancis.
Perjuangan umat Islam yang terpatri
pada sejarah dan merupakan komponen utama permulaan gerakan Nasionalisme
Aljazair adalah gerakan kaum al-Ulama al-Muslimin. Asosiasi ini didirikan pada
bulan Mei 1931 atas inisiatif sejumlah ulama Aljazair yang banyak dipengaruhi
oleh gerkan Muhammad Abduh dan Rasyid Rida di Mesir. Mereka menyebarkan
keyakinan bahwa depotisme dari dalam dan penjajahan asing dari luar adalah dua
penyakit utama yang diderita umat Islam. Syarat utama kebangkitan Islam adalah
melenyapkan praktik bid’ah dan menggalang persatuan dikalangan umat Islam.
Sebagai hasil usaha yang mengantarkan Aljazair mencapai kemerdekaannya, Ben
Kedis selalu melontarkan slogannya yang amat populer, yaitu: “Aljazair negara
kita, Arab bahasa kita, dan Islam agama kita”.
Bersamaan dengan kemunduran dunia
Islam, penjajah Prancis masuk ke wilayah ini. Genderang jihad pun diserukan
untuk mengusir penjajah. Perlawanan demi perlawanan terus berlanjut sampai
kemudian Perancis harus mengakui kemerdekaan Aljazair pada tahun 1962. Namun,
seperti pada negari-negeri Islam lain, kemerdekaan ini menjadi semu, karena
kemudian yang berkuasa di Aljazair adalah agen-agen Perancis sendiri. Aljazair
kemudian menjadi negara sekuler dengan sistem republik yang dipimpin oleh
boneka dan kader-kader binaan Perancis.
Dengan menjadi negara sekuler, Aljazair
menjadi negara yang sangat bergantumg pada Prancis. Terjerat dalam sistem
sekuler yang hanya menguntungkan negara asing dan para penguasa sekuler.
Kondisi menyedihkan akibat sistem sekuler ini mendorong munculnya
gerakan-gerakan Islam yang menyerukan kembali ke jalan Islam. Sistem sekuler
dianggap telah gagal dan jalan yang menyelamatkan hanyalah Islam “Islam adalah
solusi”. Demikian opini ini dibangun oleh gerakan-gerakan Islam Aljazair.
Semenjak tahun 1980, Aljazair memasuki
masa kebangkitan Islam. Hal itu ditandai dengan adanya :
1.
Semangat kehiduan beragamanya meningkat
2.
Perencanaan ekonomi yang lebih sistematis, bahkan menjadikan penduduk menganut
minoritas mitos industrialisasi sebagai satu-satunya kekuatan
Berdasarkan kongres partai tunggal di
Aljazair, yakni The National Liberation Front (Front Pembebasan
Nasional) pada tanggal 27-31 Januari 1979, maka diadakan kegiatan sebagai
berikut :
1.
Mendirikan “Pusat Latihan Imam” di Meftah, sebelah utara Al-Jir
2.
Membangun Universitas Teknik Ultra Modern di Oran
3.
Mendirikan pusat perdagangan Ultra Modern di Oran
4.
Membangun pusat perdagangan serta kebudayaan Riyad Al-Feth yang bergaya Barat
dan kontroversial di Al-Jir
5.
Pembangunan Masjid-masjid
Di Aljazair terdapat Kementerian Agama
(Wizarah As-Syu’un Al-Diniyah), yang tugas utamanya mengembangkan studi
Islam dan mengenalkan tradisi Islam serta ideologi Islam. Salah satu
kegiatannya adalah menyelenggarakan seminar tentang pemikiran Islam yang
pertama di Batna (1969), kedua di Aures (1978), dan ketiga di Al-Jir (1980).
2.4 Tokoh pemikir dalam gerakan moderen di Aljazair serta bentuk
pemikirannya
Dapat kita ketahui bahwasanya Aljazair jatuh di bawah
kekuasaan Perancis pada tahun 1830. Langkah yang diambil dalam rangka
penjajahannya adalah merubah negeri arab muslim ini menjadi bagian wilayah
Perancis. Strategi yang diterapkan berupa memecah belah dan mengadu domba
rakyat Aljazair yang secara garis besar terbagi menjadi dua yakni ; bangsa Arab
dan Barbar. Penduduk Barbar memang yang mula-mula dikenal sebagai penduduk
Aljazair. Suku ini telah memiliki bahasa dan adat istiadat tersendiri. Adapun
para muslim Arab pada akhir abad ke-7 datang belakangan secara
damai, dan banyak warga yang dengan sukarela memeluk agama islam. Kedua
komunitas ini hidup berdampingan tanpa ada masalah yang menyebabkan perseteruan
diantara keduanya. Namun setelah pendudukan Perancis mereka dipecah belah,
dengan mengembangkan wacana bahwa Barbar adalah etnis Perancis yang menjadi
bagiannya pada masa purbakala, sedangkan golongan Arab adalah penganut ajaran
islam dalam ahwalus syakhsyiah. Meskipun demikian, tidak ada yang
tahu secara pasti dari kalangan para ahli, dari manakah sebenarnya suku Barbar
berasal.
Akibat dari pendudukan Perancis muncul berbagai macam
perlawanan rakyat Aljazair terutama dari kalangan muslim. Kekuatan dan
kegigihan perjuangan bangsa Aljazair ini berasal dari konsep nasionalisme
keagamaan. Usaha Perancis berupa aneksasi secara esensial menyingkirkan sistem
pemerintahan dan administrasi tradisional Aljazair dan merusak integritas
bahasa, budaya dan agama masyarakat. Perlawanan secara militer dilakukan oleh
Amin Abdul Qadir meskipun kandas ditengah jalan. Setelah itu muncullah para
pemimpin tarekat dan ulama seperti Bu Zian (1849), Sidhi Saduq (1858), Bu
Khitasyi (1860), Syekh Musthafa Azzuz (1866), Al-Muqrani (1870) dan Amzian
(1879).
Dalam rangka meredam pemberontakan ini maka Perancis
berusaha mengisolasi penduduk muslim serta menyingkirkan elite agama dan suku.
Namun usaha ini tetap saja tidak dapat menghentikan semangat perlawanan
terhadap Rezim kolonial. Usaha Perancis memanfaatkan para marabout menimbulkan
efek samping yang begitu berat. Timbul pendiskreditan terhadap para marabout
dan menimbulkan peluang bagi kelompok salafiyah untuk muncul sebagai wakil
islam. Disamping itu pendidikan modern berpengaruh positif pada regenerasi
kepemimpinan muslim.
Para generasi muslim baru tersebut banyak yang menduduki
jabatan birokrasi, fraksi dan tentara. Sejak tahun 1920-an mereka menuntut
persamaan hak dan perbaikan nasib rakyat. Dalam kondisi inilah muncul gerakan
pembaharuan islam salafiyah di bawah payung jam’iyyah al-‘ulama al-muslimin
al-jazariyyah yang dipimpin oleh Abdul Hamid bin Badis (1889-1940) yang secara
resmi didirikan pada tahun 1931.
Organisasi ini dalam menggalang pendukungnya dengan
memanfaatkan perubahan sosial-keagamaan sebagai akibat semakin tingginya
urbanisasi, meningkatnya jumlah kaum terpelajar dan sekaligus menurunnya wibawa
para marabaout. Organisasi ini mencurigai usaha Perancis yang berinisiatif
perbaikan sebagai taktis asimilasi. Untuk menepis dampak asimilasi ini maka
mereka berusaha menerbitkan berbagai majalah untuk menyebarkan gerakan
pembaharuannya. Salafiyah di Aljazair berjasa membina sarana pendidikan,
penggunaan bahasa Arab, perbaikan sosial-ekonomi, dan identitas nasional hingga
akhirnya tercapai kemerdekaan Aljazair pada tahun 1962.
Suatu hal yang menarik dari berbagai usaha
kemerdekaan Aljazair adalah tentang gerakan salafiyyah Ibnu Badis yang
mengembangkan ide-idenya melalui media tafsir Al-Qur’an, sehingga muncullah
identitas negara sebagai salah satu unsur nasionalisme. Ibnu Badis dengan
asosiasinya telah berhasil menggabungkan reformasi islam dan nasionalisme.
Nasionalisme Aljazair ini dapat bertahan kuat berkat jasa para ulama dan
tokoh-tokoh yang memberi legitimasi dan menggerakkan dukungan dengan bergabung
bersama pemimpin islam tradisional dalam rangka penyebaran nasionalisme
tersebut. Nasionalisme ini bercorak Arab Islami. Hal ini sangat mudah diterima
oleh masyarakat karena Arab dan Islam telah mengakar pada diri mereka.
Dalam rangka penyebaran ide-idenya, yang muaranya adalah
pergerakan islam menuju kemerdekaan Aljazair, Ibnu Badis menggunakan
berbagai macam usaha, terutama dengan menggunakan metodologi tafsirnya.
Peneliti bermaksud mengungkap metodologi yang diaplikasikannya. Hal ini
menjadi menarik ketika dikaitkan dengan keberhasilannya menggiring
pemikiran muslim di Aljazair menuju perubahan yang lebih baik. Sampai-sampai
Mushalli Hajji yang dianggap sebagai Bapak Nasionalisme, mula-mula ia
berorientasi sosialisme-populis, bergabung dengan gerakan islami Ibnu Badis.
Dengan hal ini maka terjadilah pergumulan pemikiran antara nasionalisme yang
berorientasi pada sosialisme-populis dengan gerakan salafiyyah reformis.
Tentunya ini akan muncul dialektika yang saling take and give dari
kedua belah pihak.
Secara garis besar berkenaan dengan arah gerakan islam,
tampaknya perlu dilingat bahwa sumber ajaran muslim adalah Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Dalam pengertian lain, islam adalah satu. Akan tetapi masing-masing
gerakan di berbagai belahan dunia islam terdapat berbagai kecenderungan,
sehingga muncul banyak aliran pemikiran. Meskipun Ibnu Badis berlatar
belakang penganut madzhab Maliki, namun ia berusaha keluar dari
batas-batas madzhab guna memurnikan ajaran Al-Qur’an dan Al-Hadits tanpa perantara,
meskipun tidak menafikan pendapat-pendapat dari para ulama sebelumnya. Ia
berusaha menggabungkan diri dengan kaum salaf yakni generasi muslim awal.
Aliran gerakan Ibnu Badis ini dapat dikategorikan sebagai
Reformisme salafi. Pemikiran ini muncul sebagai pengaruh para pemikir reformis
di akhir abad ke-19 dan pada pertama abad ke-20. Para tokoh aliran ini memiliki
karakter yang dinamis ketika berhubungan dengan sumber-sumber agama, kehendak
yang konsisten untuk menggunakan naluri dalam mengkaji teks, demi
memperhitungkan tantangan-tantangan zaman dan perkembangan sosial, ekonomi, dan
politik dalam masyarakat. Pemikiran ini bertekad melindungi identitas muslim
dan mengamalkan ibadah, mengakui kerangka konstitusi luar, serta selalu
terlibat pada tingkat sosial sebagai warga negara tempat tinggal.
Jika kita berbicara tentang identitas, maka dalam kaitannya
dengan sebuah negara, perlu dikaitkan dengan nasionalisme. Pada pertengahan
abad ke-19, ketika islam mulai mengadakan hubungan dengan bangsa barat, ketegangan
antara nasionalisme dengan islam telah ada seperti digambarkan oleh ketegangan
antara Pan-Arabisme dan Pan-Islamisme di dunia Arab. Bagaimanapun juga banyak
orang Arab yang berusaha menyelesaikan problem ini dengan menyamakan Arabisme
dengan Islam, dan dengan membuat kebangkitan islam bergantung pada kebangkitan
kembali apa yang disebut sebagai bangsa Arab.
Secara umum dipandang bahwa nasionalisme dan islam pada
dasarnya tidak sejalan. Akan tetapi sebelum menerima atau menolak penegasan
ini, perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan nasionalisme. Apabila yang
dimaksud nasionalisme adalah rasa cinta tanah air (patriotisme) maka islam
tidak menolak pandangan ini (ada sebuah hadits Nabi yang menyatakan bahwa
“Cinta tanah air adalah bagian dari kesempurnaan iman”). Imam Khomeini
menyebutkan pula bahwa nasionalisme adalah rasa cinta tanah air dan rakyatnya
serta melindungi batasan-batasannya. Akan tetapi jika nasionalisme
didefinisikan sebagai sebuah ideologi yang didasarkan pada penegasan atas keterpisahan
suatu bangsa atau bahkan superioritas atas bangsa lain dan menjadikan bangsa
itu sebagai satu-satunya sumber legitimasi atau fokus kesetiaan, maka
pengertian ini ditolak oleh kalangan revivalis. Kalangan militan, yang diwakili
oleh Khomeini, meyakini bahwa nasionalisme ini merupakan tipu muslihat yang
dibuat oleh pihak asing untuk memecah-belah islam.
Suatu hal yang menarik pada pemikiran Ibnu Badis dalam
tafsirnya adalah pemikiran tafsir corak yang memadukan antara konsep Islam
dengan kenyataan yang ada ketika itu, guna merespon penjajahan Perancis. Tema
pemikiran ini tentunya tidak terlepas dari pemikirannya tentang Nasionalisme,
entah Arab ataukah Islam, karena keduanya tampak mewarnai dalam arah pemikiran
dan pergerakannya. Dialektika antara Arab-Islam sangat efektif ketika itu,
sehingga diakui banyak kalangan nasionalisme, Ibnu Badislah yang telah berhasil
membebaskan bumi Aljazair dari Perancis.
22. TUNISIA
Pada abad ke-19 pembentukan organisasi muslim di Tunisia mempunyai problem yang sama seperti yang di
alami oleh imerpremium Usmani dan Mesir. Menghadapi ekonomi eropa yang sedang berkembang
pesat dan kemunduran internal dari
Negara Tunisia. Program reformasi keseluruhan didasarkan pada prinsip
bahwasanya pemerintahan yang baik merupakan landasan bagi vitalitas social dan
ekonomi dan secara politk upaya reformasi ini
bergantung kepada dukungan pihak ulama yang mana khyar al-Din berusaha mempengaruhi mereka agar
menerima teknik-teknik pemerintahan Eropa.
Pada sisi lain Tunisia tidak mampu bertahan
dari tekanan politik dan ekonomi internasional. Secara progresif Perancis
membimbing seluruh biro pemerintahan Tunisia, yang terpenting adalah pembukaan
Tunisia bagi kolonisasi Perancis dan pemberlakuan sistem pertanian dan
pendidikan modern. Perubahan perundang-undangan pertanahan telah melahirkan
meningkatnya penghasilan negara dengan membuka sejumlah tanah pertanian baru
dan dengan menjamin hak milik para pembeli Eropa, secara politik relatif tenang, para pejabat dan
para ulama Tunisia bangkit untuk menentang pemerintah perancis, dan muncullah generasi-generasi baru dari para pemuka
nasional dari kalangan birokratik yang terdidik secara modern, sebagaimana yang terjadi di dalam masyarakat Utsmani. Sejak tahun
1930 sampai 1905 kalangan elite serta-merta menerima pemerintah Perancis dan
menaruh perhatian besar terhadap masalah pendidikan dan kultural. Elite ini
juga memprakarsai pendirian sekolah Khalduniah pada tahun 1896 untuk melengkapi pendidikan Zaytuna dengan
beberapa pelajaran modern.
Pada tahun 1930-an generasi nasionalis
baru tampil ke barisan terdepan yang dipimpin oleh beberapa konservatif,
umumnya mereka berpendidikan Zaytuna, dengan naluri identitas Arab dan muslim
mereka sangat kuat. Pada kongres Destour tahun 1932 Bourguiba menuntut kemerdekaan bagi Tunisia dan mengusulkan
sebuah perjanjian persahabatan untuk melindungi beberapa kepentingan Perancis.
Pada tahun 1934 kelompok radikal mengambil alih Destour dan menciptakan partai
neo-Destour serta memboikot produk-produk Perancis dan pembentukan rezim
demokrasi parlementer. Gerakan neo-Destour melancarkan pertempuran selama 12
tahun yang berakhir dengan kemerdekaan Tunisia. Pembentukan sebuah pemerintahan
Tunisia yang merdeka segera dilanjutkan dengan konsolidasi kekuasaan Bourguiba.
Pemerintahan baru ini secara progresif menghentikan pejabat-pejabat Perancis
dan mengganti mereka dengan kalangan militan, meskipun sekitar 2500 warga
Perancis masih bertahan dalam kedinasan Tunisia.
Perjalanan sejarah Tunisia sebagai
masyarakat muslim yang sangat statis, jatuh dibawah pemerintahan asing pada
akhir abad ke-19generasi baru Tunisia yang berpendidikan memberikan atas
hilangnya kemerdekaan dengan berpaling kepada reformisme islam dan kepada
nasionalisme sekuler untuk menyelamatkan masyarakat mereka. Di bawah pengayoman
kalangan elite nasionalis sekuler, kemerdekaan Tunisia tercapai pada tahun
1956. Tunisia berusaha mengembangkan sebuah perekonomian campuran dan sebuah
masyarakat yang sekuler. Keterbatasan dan kegagalan rezim baru ini melahirkan
gerakan oposisi yang di masukan dalam nilai-nilai islam dan dalam kesetiaan
muslim.
33. MAROKO
Maroko adalah sebuah negara yang merdeka yang mempunyai
kemampuan bertahan sebagai sebuah rezim otoritasnya didasarkan kombinasi antara
symbol khilafah dan sufi, meskipun negara ini sangat kesulitan dalam
mempertokoh otoritasnya di wilyah pedesaan atau pedalaman. Adapun kelas politik
menengah, Maroko seperti kebanggaan tuan
tanah bangsawan, yang mana pada masyarakat timur tengah lainnya mereka menghendaki kekuasan negara yang memusat. Penetrasi ekonomi bangsa Eropa
terhadap Maroko pada akhir abad ke-19menggoyang negaraMaroko dan menyebabkan
terbentuknya protektorasi Perancis dan Spanyol pada tahun 1912. Beberapa
wilayah selatan Atlas tetap berada di luar penguasaan langsung Perancis dan
berada di bawah kewenangan kepala-kepala suku bawahan. Beberapa tokoh suku
besar, seperti Mtouggi, Gundafa, dan Glawis, menguasai surplus pertanian,
menguasai lintas batas pegunungan Atlas, dan menguasai keuntungan lalu lintas
karavan.
Prancis membawa para elite muslim di
bawah kontrol mereka, sebagian besar zawiyah sufi menerima otoritas Perancis,
membantu dalam menundukkan wilayah kesukuan kepada pemerintahan pusat, dan
menjaga perdamaian antara penduduk pastoral yang berpindah-pindah di pegunungan
Atlas, sebaliknya prestise sufi merosot sebagaimana merosotnya peran politik
mereka, dan mereka digantikan oleh administrator pemerintah. Kebijakan sosial
dan pendidikan Lyautey juga dimaksudkan untuk mendukung Perancis terhadap
Berber untuk mendapatkan dukungan terhadap pemerintah Perancis, dan menganggap
Berber sebagai non-arab yang dapat dipisahkan dari masyarakat umum Maroko dan
diharapkan mereka bersekutu kepada Perancis dan membatasi pengaruh arab dan
islam.
Kebijakan ekonomi Perancis sangat
memihak kepada kepentingan koloni-koloni Perancis. Properti yang sangat luas
yang dikuasai oleh sultan dan suku-suku disediakan untuk dibagi-bagi. Dominasi
Perancis secara ekonomi dan politik pada negara Tunisia dan Aljazair tampaknya
berjalan lancar meskipun hal ini tidak menumbuhkan kondisi kultural dan sosial
yang mendukung bagi terbentuknya sebuah gerakan oposisi. Pemerintah Perancis
turut menyokong hancurnya struktur tradisional masyarakat Maroko. Adapun posisi
bangsa Maroko pertama berlangsung dalam bentuk pemberontakan Abdullah Karim di
wilayah penduduk Spanyol. Abdullah Karim adalah seorang intelektual, smua
memiii karir sebagai Qodi, guru besar dan sebagai editor surat kabar telegram,
ia mengetahui benar kultur bangsa Spanyol dan memiliki banyak koneksi dengan pihak Eropa. Perlawanan bangsa Maroko
terhadap pemerintahan Perancis yang paling akhir datang dari reformasi agama.
Reformasisme menegaskan bahwa apapun perubahan yang ditimbulkan oleh pemerintah
Perancis adalah merugikan kemapanan kelompok borjuis dan menyadarkan mereka
akan kesadaran nasional.
Di Maroko, dibeberapa tempat lain,
perang Dunia II benar-benar memperlemah kekuatan Perancis dan mengantarkan pada
terbentuknya partai Istiqlal (kemerdekaan) tahun 1943, untuk sampai di
barisan terdepan dan berusaha menggalang dukungan massa bagi kemerdekaan
Maroko. Dengan meraih kembali kemerdekaan, Sultan kembali menjadi figur politik
yang dominan. Sistem protektorasi juga telah menempatkan sultan pada kedudukan
politik dan administrasi yang tinggi. Maroko tetap bertahan sebagai negara
paling konservatif dan menyatu di antara negara-negara Timur Tengah dan Arab
Afrika Utara. Islam di Maroko begitu kuatnya didentifikasikan dengan kerajaan
dan negara sehingga ia membetuk identitas nasional bangsa Maroko. Bukanlah
berarti bahwa nilai-nilai islam tidak dapat dimanfaatkan untuk menentang rezim
ini.
4 4. LIBYA
Libya adalah
Negara republik rakyat yang terletak di tepi laut tengah Afrika utara. Rebublik
ini termasuk Negara nomor empat terluas di benua afrika. Sebelah selatan
berbatasan dengan Chad, sebelah barat dengan Aljazair , barat laut dengan
Tunisia, barat daya dengan Niger, timur dengan
Mesir dan tenggara dengan sudan. Luas: 1.757.000 km,2. Jumlah penduduk:
4.206.000 (1990). Kepadatan penduduk: 2,4/km2. ibukota: Tripoli. Bahasa resmi
adalah bahasa Arab. Agama: Islam (97 persen, merupakan agama resmi): lain-lain
(3 persen). Satuan mata uang adalah Dinar Libya (LD).
Serangkaian
invasi pada abad ke-7 menimbulkan proses Arabisasi dan Islamisasi penduduk
negeri di sekitar dataran benua Afrika utara, tetapi tetapi hal ini tidak diiringi pembentukan rejim yang
memusat. Otoritas Almohad bersifat nominal (sekedar nama; Mamluk Mesir
bersekutu dengan suku-suku di Cyrenaica sehingga mengantarkan klaim mereka
sebagai menguasa nereni di dataran Afrika Utara tersebut.. Klaim ini diwarisi
oleh Usmani yang menaklukkan Mesir pada tahun 1517 dan Tripoli pada tahun 1551.
sejak tahun 1551-1711 tripoli diperintah oleh pasha usmani dan tentara Jenisari
Pemerintahan Usmani juga mendirikan
rejim pertama di wilayah Tripolitania, cyrenaica, dan fezzan yang mana pada
masa modrn ini Negara-negara tersebut membentuk sebuah Negara yang dikenal
sebagai Negara libya.
Wilayah
libiya, sepanjang sejarahnya banyak mengalami masa pendudukan dari luar;
Phoenician, Carthagin Romawi, yunani, Fandals, Byzantines. sementara itu Islam
masuk ke Libya lewat penaklukan tentara Islam dari Arab pada abad ke-7 masehi.
Islam kemudian diterima dengan sukarela oleh masyarakat libiya, bahkan
mayoritas rakyat Libiya beragama Islam
dan mengadopsi bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari rakyat Libiya. Sampai
abad ke-16 Libiya masih merupakan bagian dari khalifah Ustmaniyah. Tahun 1911
Tentara Itali masuk ke Libiya dan menjadikannya sebagai salah satu daerah
koloninya. Pada tahun 1943 Itali maengadopsi nama Libya (nama yang digunakan
oleh orang Yunani untuk maenyebut daerah Afrika Utara, kecuali Inggris) sebagai
nama resmi daerah koloninya. Wilayah libiya meliputi propinsi Cyrenaica,
Tripoltania, dan Fezzan. Raja Idris, pemimpin daerah Cyrenaica, memimpin
perlawanan rakyat Libiya terhadap penjajah Itali sepanjang perang dunia I dan
II. [35]
Dari tahun 1943
sampai 1951 Tripolitania dan Cyrenaica berada di bawah jajahan Inggris
sementara Fezzan berada di bawah pengontrolan penjajah Prancis,. Tahun 1944,
raja Idris kembali dari pengasingannya di kairo, mesir, dan kembali di
Cyrenaica. Di bawah perjanjian damai dengan sekutu Itali menarik diri dari
Libiya. Pada tanggal 21 Nopember 1949, sidang umum PBB mengeluarkan resolusi
yang mengumumkan Libiya harus menjadi Negara
merdeka sebelum tanggal 1 Januari 1952. Raja Idris saat itu mewakili
Libya dalam negosiasi PBB. Ketika Libya merdeka tanggal 24 Desember 1951, Libya
merupakan Negara pertama di dunia yang merdeka di bawah desakan PBB. Libya
memproklamasikan diri sebagai Negara monarki konstitusional di bawah pimpinan
Raja Idris. Berkat penemuan sumber minyak tahun 1959, Libya menjadi Negara kaya
di dunia dilihat dari perkapita GDP-nya. Padahal sebelumnya, Libya merupakan
Negara miskin.
Sebelumnya,
dalam bidang ekonomi Libya mengandalakan sector pertanian seperti jelai
(makanan rakyat), kurma, zaitun, dan buah-buahan peras. Meskipun banyak
mengalami kerugian akibat embargo yang diterapkan PBB, ekonomi Libya relative
tetap stabil. Hal ini karena Libya masi biya mempertahankan volume eksport
minyaknya sekitar1,5 juta barel perhari. Minyak merupakan 90 persen sumber
devisa Negara ini. Tentu saja, minyak libya mengundang perusahan-perusahan
kapitalis yang haus minyak. Raja Idris memerintah Libya sampai tanggal 1
September 1969. lewat kudeta militer. Rezim baru Libya dipimpin oleh dewan
komando revolusi yang membubarkan sistem monarki dan memproklamasikan Negara
Republik Arab yang baru.
Kolonel Muammar khadafi menjadi pimpinan dewan
komando revolusi yang secara defakto sekaligus sebagai pemimpin Negara Libya.
Lewat dewan
komando revolusi ini, terjadilah perubahan arah Negara Libya. Dengan moto, kebebasan, sosialisme, dan persatuan, Libya
bersemangat untuk melepaskan diri dari keterbelakangan, mengambil peran aktif
dalam kasus Palestina, mempromosikan persatuan Arab, serta menekankan kebijakan
domestic yang berdasarkan kesejahteraan
sosial, non –eksploitasi dan pendistribusian kesejahteraan yang sama. Saat itu
juga, pemerintah baru ini maenuntut pengunduran diri seluruh instalasi militer
asing di Libya. Sejak mengambil alih
pada tahun 1969 lewat kudeta militer, Kolonel Muammar Khadafi telah membentuk
sistim polotiknya sendiri, yang diklaimnya sebagai gabungan dari sosialismae
dan Islam, yang disebut oleh Khadafi sebagai teori internasional ketiga (the
third internationale theory). Kadafi membentuk dirinya sebagai
pemimpin revolusi. [36]
Perbincangan tentang tentang Negara
libya dalam tulisan, sengaja dibatasi pada aspek perkembangan Islam di
Libya. Karena hal tersebut memang sengaja dijadikan ruang lingkup bagi tulisan ini.
Untuk mengungkapkan perkembangan Islam
di Libiya ini, penulis menggunakan
pendekatan sejarah dalam mengungkapkan informasi-informasi dalam bentuk data
sejarah perkembangan Islam di Libiya tersebut. Melalui pembahasan tentang gerakan pembahruan yang bernafaskan Islam dan
atau gerakan sosial politik yang memboncengi Islam yang terjadi di Libya, diharapkan dapat membantu penulis melacak dan mengungkapkan data
informasi tentang perkembangan Islam di Libiya yang merupakan fokus
pembahhasan tulisan ini
1. Gerakan
Sanusyyah: Kerajaan Libya
Gerakan tareqat Sanusyyah dibentuk
pada tahun 1837 oleh Muhammad bin Ali al-Sanusyyah (1787-1859), yang dilahirkan
di Al-Jazair tepatnya di al-Wasitah
dekat mustaghanim. Dia adalah salah seorang keturunan nabi dari
Al-Hasan, anak laki-laki dari fatimah.nama lengkapnya adalah Al-Sanusi
Al-Khattab Al-Hasani. Pendiri gerakan tarekat ini telah mempelajari berbagai
ilmu agama dan bahkan pernah bergabung dengan gerakan-gerakan terkait lannya
yang ada di Afrika Utara. Tidak puas dengan ilmu-ilmu yang telah dipelajari di
daerah kelahirannya seperti ilmu Al-Qur'an , Taohid, dan figih, dia kemudian
meninggalkan kota kelahirannya untuk memperdalam ilmu-ilmu yang sudah dimiliki.
Dia pergi menuju kota Fas untuk mempelajari tafsir Al-Qur'an , Hadits , sejarah
dan ilmu-ilmu tradisional lainnya di mesjid dan universitas Karawiyyin.[37]
Gerakan Sanusyyah dibentuk
dengan tujuan untuk menyatukan ikhwanulmuslimin yang ada dan untuk
menyebarluaskan dan merivetalisasikan Islam. Bahkan ditegaskan bahwa Gerakan
Sanusiah dibentuk untuk menghindari dan mempertahankan Islam dari agresi bangsa
asing. Untuk tujuan ini, gerakan sanusiah memilih daerah terpencil yaitu;
Cyrenaica, satu daerah yang berada diluar pengaruh bangsa Eropa dan hanya
secara nominal dibawah rejim Usmanyyah.[38]
Dengan demikian tempat tersebut di
atas cukup cocok untuk suatu gerakan keagamaan. Pondok-pondok
Anusia menjadi pusat misi dan pendidikan agama Islam dan juga menjadi
perkampungan, pertanian dan perdagangan. Pondok-pondok itu dihubungkan dengan
rute-rute perdagangan. Selama hampir sembilan dasawarsa, Gerakan Sanusyyah
memiliki asas Islam yang kuat, yang memadukan unsur-unsur ekonomi dan agama.
Tersebar di sepanjang wilayah Cyrenaica, Fazzan dan sebahagian wilayah dari
orang-orang badui setempat. Ini akibat usaha gerakan mengalang persaudaraan di
kalangan mereka. Mendapat otoritas untuk urusan kerjasama niaga, menjadi
mediator dalam berbagai konflik, dan untuk urusan-urusan pengajaran agama dan
representasi politik.[39]
Thariqat ini secara progresif
mendapatkan otoritas semi politik dikalangan masyarakat badui di wilayah ini
melalui negosiasi kerjasama dibidang perdagangan, melalui peran mediasi
perselisihan, dan melalui pengadaan tugas-tugas perkotaan seperti pengajaran
keagamaan, pertukaran barang produksi, darma bakti, dan perwakilan politik.
Pada akhir abad ini jaringan kerja
Jawiah Sanusyyah membentuk sebuah kualisi kesukuan yang sangat luas di
beberapa wilayah bagian barat Mesir dan ekspansi Prancis di wilayah Danau Chad
(Lake Cbad) sekaligus pada Italia mengalami kekalahan dalam perang dunia ke-II
sehingga Libya jatuh dibawah kekuasaan Inggris dan Prancis, akan tetapi PBB
tahun 1951 menetapkan seorang pemimpin Sanusyyah, Amir Idris menjadi raja dan
memerintah negeri ini atas dasar legitimasi keagamaan keluarganya dan atas
dasar pengabdiannya dalam perjuangan melawan pemerintahan asing[40]
Adalah logis , bila pada akhir abad ke-19
gerakan Sanusyyah telah mampu membangun satu kualisi kesukuan yang cukup luas,
sebelah barat Mesir dan Sudan.pada awal abad ke-20, hanya beberapa ulama di pusat perkotaan yang berpotensi menjadi
ancaman bagi hegemoni Sanusiyyah. Tidak mengejutkan jika Sanusyyah mampu
memimpin perlawanan loKal, khususnya di Cirenaica, terhadap sebuah serbuan
Italia. Meskipun kepemimpinan Sanusyyah akhirnya beralih ke Mesir, penggantinya
Syekh Umur Al-Mukhtar meneruskan perjuangan melawan Italia hinga tahun 1927,
perjuangan Sanusyyah tidak berhenti , gerakan ini menjalin persekutuan dengan
Inggris dalam perang dunia II dengan tujuan agar Libya lepas dari pengawasan
Italia. Selanjutnya libya sebagai sebuah kerajaan, diproklamasikan pada tahun
1951, dan raja Idrus Al-Sanusyyah, cucu dari pendiri gerakan Sanusyyah sebagai
raja pertama Libya.
Tarikat Sanusiah berusaha menyatukan
seluruh umat muslim dalam persaudaraan, bahkan juga memberikan konstribusi bagi
penyebaran dan revitalisasi Islam. Tujuan dakwanya telah mengantarkan
Al-Sanusyyah ke cyrenaiica, disinilah ia mendirikan sejumlah jawiah sebelum
kematiannya pada tahun 1859. jawiah sanusiah tersebut menjadi pusat-pusat misi
dan pengajaran keagamaan, bahkan juga menjadi pemukiman pertanian dan
perdagangan. Jawiah Sanusyyah tersebut, yang mengembangkan sejumlah rute
perdagangan yang menghubungkan Cyrenaica
dengan Kufrah dan Waday, turut membantu dalam menggorganisir karafan dan
perdagangan.
Dalam perjalan kepemimpinan Raja Idris
dalam memimpin Libya dipandang tidak atau kurang akomodatif dan aspiratih
terhadap berbagai kemauan rayatnya terutama dari kalangan generasi muda Libya.
Ini menyeabkan dia tidak sanggup mengghadapi tuntutan generasi muda yang
terimbas oleh perasaan nasionalisme yang sedang tumbuh dan oleh perkembangan
ekonomi minyak yang begitu fenomenal
semenjak pemasarannya pada tahun 1961. Akhirnya pada tahun 1969 Khadafi
melakukan kudeta terhadapnya.
Pada tahun 1973 revulusi Libya mengalami
perubahan yang sangat radikal, dengan memberhentikan sejumlah pejabat,
provisional dan musuh-musuh politiknya yang potensial dan membentuk komite
populis untuk menjalankan kementrian Negara, sekolah, dan sejumlah perusahaan
besar. Pada akhir decade 1970 negara mengambil alih kekuasaan atas seluruh
fungsi ekonomi yang penting . dampak politik populisme ini adalah penghapusan
seluruh pusat kekayaan independent dan pembentukan bsebuah sistem pengedalian
terhadap fungsionari publik sehingga meminimalkan prospek oposisi terhadap
kadafi. Kadafi sangat terkenal sebagai tokoh idiologi arab dan islam radikal.
Doktrin revolisionernya yang pertama merupakan kopi dari idiologi naseria dan
ba'thiyah dan menyerukan persatuan arab menentang kolonialisme dan Zionisme dan
kepemimpinan bangsa libya dalam menggalang persatuan dan perjuangan arab dalam
menggahadapi Israil.[41]
2. Gerakan Khadafi dan Islam Libya
Di mata barat
khususnya As, Libya di bawa kepemimpinan muamar Khadafi merupakan sosok Negara
teroris. Majalah newsweek bahkan menobatkan Khadafi sebagai “ the most dangerous man in the
world" (manusia paling berbahaya di dunia). Dalam sistim doktrinal
Amerika., tidak ada orang yang dilambangkan dengan begitu tandas sebagi momok
bengis terorisme seperti Khadafi. Libya di bawa kepemimpinannya telah menjadi
model utama bagi sebuah Negara teroris.
Kasus-kasus terorime kerap dikaitkan
dengan Khadafi. Libya termasuk dalam daftar negara sponsor
terorisme internasional versi AS, antara lain karena kebijakan pemerintahan
Khadafi yang menyokong apa yang disebutnya; gerakan-gerakan pembebasan di
sejumlah negara. Sejak berkuasa tahun 1969, Khadafi telah membantu gerakan
pembebasan sekitar 45 negara , antara lain vaksi-vaksi radikal di tubu PLO
(Palestina), pemberontakan di Chad dengan mengirim legion Islam yang dilatih di
Libya, geriliawan muslim moro (Filipina), dan tentara republik Irlandia (IRA) tiap tahun, Khadafi bahkan menggelar
konfrensi gerakan-gerakan-gerakan pembebasan sedunia alias pertemuan tahunan
para aktifis kelompok-kelompok pergerakan radikal di Tripoli,ibu kota Libya.
Pada awal tahun 1970 Khadafi menambahkan
satu dimensi baru dalam pandangan teoritisnya dimana ia mengusulkan misi Arab
Islam sebagai memproklamirkan sebuah skripturalisme Islam yang ektrem di mana
Al-Qur'an dijadikan satu-satunya sumber otoritas bagi rekonstruksi masyarakat
Islam, namun hal yang sama tidak diberlakukan terhadap hadits nabi Muhammad.
Skripturalisme Islam sejalan dengan populisme yang menghancurkan otorita ulama,
syaikh sufi, kalangan birokrat dan teknokrat, dan menjadikan Khadafi sendiri
sebagai figure sentral dalam versi modernisme islamiya. Demikian juga moralitas
Al-Qur'an di libya mengharamkan praktik perjudian , alkohol dan bentuk –bentuk
kejahata; Barat yang sedang menggejala.[42]
Khadafi selama ini senantiasa
memberangus aktifitas keislaman yang mengancamnya dengan berbagai cara antara
lain lewat eksekusi, penghancuran rumah , dan hukuman massal. Dia sendiri
memiliki hari istimewa untuk menggantung mahasiswa yang dianggapnya melawan
dirinya di dalam kampus, yakni setiap tanggal 7 april setiap tahunnya.
Anggapan bahwa
Khadafi merupakan cerminan perlawanan idiologi Islam jelas sangat keliru.
Khadafi sesungguhnya tidak lebih dari pada penganut idiologi sosialisme yang
tampak jelas dalam kitab suci-nya , kitab hijau. Namun demikian, sama
seperti pemimpin sosialis Arab lainnya,
Khadafi memanipulasi Islam untuk mendapat dukungan dari rakyat libya yang
mayoritas muslim. Memang, banyak retorika-retorika Khadafi yang sepertinya
sejalan dengan Islam. Namun demikian, buku hijaunya membuktikan bahwa dia tidak
lebih dari pada seorang sosialis dia berusaha menggabung-gabungkan ide Islam
dengan sosialisme, namun hasilnya adalah tetap saja ide sosialisme yang bertentangan dengan
Islam. Bahkan, Khadafi banyak melakukan pembantaian terhadap aktifis Islam yang
dia anggap mengancam kedudukannya.
Pada awalnya, sangat kentara Khadafi ingin
mendapat dukungan dari umat Islam dan para ulama. Tampak dari kata-katanya yang
cukup popular pada saat itu, wahai rakyat. Koyak-koyaklah semua buku import
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai) peninggalan arab dan Islam sosialisme,
dan kemajuan.
Untuk
menampakkan citra Islamnya, Khadafi memberangus seluruh peninggalan colonial
Kristen eropa di Linya, gereja-gereja ditutup, aktifitas misionaris dilarang,
serta basis-basis militer dan amerika dan Inggris ditutup. Khadafi juga
menerapkan sebahagian hokum Islam seperti melarang meminum alcohol dan
penutupan kelab-kelab malam .
Pemikiran
sosialisme lebih tampak pada saat ia menerbitkan buku hijau. Buku ini tidak
jauh berbeda dengan buku merahnya Mao Tse-tung. Buku ini sendiri terdiri dari 3
jilid: The solution to-the-problem of democeracey (1975), the solution of
the economic problem: socialism (1977), dan social basis of the third
international theory (1979). Khadafi kemudian menjadikan buku ini sebagai
bacaan wajib bagi rakyat libya yang diajarkan di sekolah-sekolah. Khadafi
sering mengatakan bahwa bukunya itu didasarkan pada nilai-nilai Islam. Bahkan,
dia menyatakan bahwa kaum muslimin harus berpegang teguh pada al-Qur,an.
Padahal bukunya itu justru memberikan pemecahan yang tidak sesuai dengan Islam.
Dalam politik, ia memberikan solusi demokrasi, padahal ide demokrasi yang
mendasarkan diri pada kedaulatan rakyat brertentangan dengan Islam. Khadafi
sendiri, dalam prakteknya adalah seorang dictator. Sementara itu, dalam ekonomi
justru dia memberikan solusi sosialisme yang bertentangan dengan Islam.[43]
Ide-ide
ganjilnya semakin tampak. Untukmembenarkan penefsirannya terhadap Islam,dia
mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk menafsirkan Islam. Atas dasar ini
secara bebas (liberal) dia menafsirkan islam seenaknya. Khadafi membenarkan
Al-Quran hanya pada masaalah indifidual,sementara dalam masaalah sosial, “kitab
cuci”-nya adalah buku hijua. Dia juga menyampingkan hukum-hukum syariat yang
dikatakannya sebagai ide-ide tradisional. Khadafi juga menolak keotentikan dan
kekuatan yang mengikat dari hadis Nabi saw,mengubah penanggalan
Islam,mengatakan berhaji ke Makkah tidak wajib,dan menyamakan zakat dengan
jaminan sosial. Zakat kemudian dianggap bisa diubah-ubah dan bervariasi. Dia
juga mengharamkan kepemilikan individu.
Tidak berhenti
sampai di sini, Khadafi ,membentuk komite-komite rakyat untuk mengambil aliah
mesjid-mesjid yang dia katakn tradisionalis. Tidak sedikit ulama ataupun
pejuang Islam yang menentang ide-idenya kemudian dia bunuh dan dipenjarakan.
Jangankan dengan Islam,dengan buku hijaunya saja,yang mengatakan pengakuan
terhadap kebebasan beragama dan demokrasi,Khadafi tidak menjalankannya. Ide
kufur Khadafi yang lain yang dia lontarkan dalam pertemuan Arab (Arab Summit)[44]
Permusuhan AS
dan sekutunya terhadap Libya sendiri telah berlangsung sejak Khadafi mengambil
alih kekuasaan melalui kudeta tak berdarah terhadap Raja Idris I pada 1
september 1969. Awal ketegangan hubungan AS-Libya adalah ketika Khadafi memaksa
AS membongkar pangkalan militernya di Wheelus Fied bulan juni 1970, setelah
tiga bulan sebelumnya mengusir tentara Inggris dari pangkalan militernya di
Tobruk. Hal itu dilakukan Khadafi dalam rangka menjadikan Libya sebagai wilayah
bebas dan berdaulat untuk selamanya.
Tindaka Khadafi
mempermalukan sang Negara adikuasa (AS) tersebut tentu saja menimbulkan amarah
dan dendam Washington,apalagi tindakan tidak bersahat Khadafi terhadap Barat
tidak berhenti sampai di sana. Dalam tahun 1970 itu,Khadafi juga menyita harta
benda dan mengusir sekatar 25.000 pemukuim Yahudi dan Italia serta
menasionalisasi beberapa perusahaan minyak asing. Hubungan AS-Libya semakin
buruk ketika AS menghentikan bantuan militernya ke Libya,ditandatanganinya
perjanjian persahabatan Libya-Uni Soviet (1973),diusirnya para diplomat Libya
dari Washington 1981), dan serentetan peristiwa lain. Barat kian ,membenci
ketika ia berobsesi mewujudkan “persatuan Arab”yang di mata Barat
berarti”persutuan dunia Islam”Khadafi pernah berupayah membangun federasi
dengan Mesir,Sudan, dan Suriah (1969-1970), lalu dengan mesir saja (1973),
Tunisia (1974)< Suriah (1980), Chad (1980-1981), dan Maroko (1985).
Sejauh ini,
Khadafi tampak tetap tegar dalam posisinya sebagai penguasa Libya, meski badai
ancaman pendongkelan kekuasaannya datang darai berbagai penjuru. Secara
internal,kemungkinan kudeta terhadap Khadafi semakin menggejalah,terutama dari
kalangan militer yang tidak puas atas kebijakan Khadafi selama ini. Belum lagi
ancaman dari berbagai kelompok oposisi yang hamper semuanya berbasis di luar
negeri (Khadafi melarang adanya kelompok oposisi)[45]
Meskipun
Khadafi dianggap musuh,namun di sisi lain, ia pun dianggap “sekutu” oleh barat
karma ternyata ia pun melakukan hal yang menyenangkan Barat,yaitu membasmi
gerakan Islam. Khadafi tidak mentolerir adanya gerakan Islam. Kekuatan militer
kerap digunakan Khadafi untuk menumpas habis para aktivis gerakan Islam.
Bentrok senjata antara pasukan pemerintah dan para aktivispun kerap terjadi,
terutama pada awal tahun 1989,seperti peristiwa Jadbiya dan Bengaji.
Tahun 1987
muncul organisasi Jihad Islam dan Hizbullah. Khadafipun tetap mengahadapinya
dengan bahasa kekerasan. Enam anggota Jihad digantung dan diprosesnya di siaran
TV Libya keseluruh negeri. Dua tahun kemudian para aktivis gerakan Islam
bergabung dan melakukan pemberontakan di Universitas Al-Fatah.Lagi-lagi diatasi
dengan kekuatan militer.
Khadafi
bukanlah sosok Islami yang hendak menegakan syarian Islam dan Libya bukanlah
Negara fundamentalis Islam sebagaimana sering dikatakan media masa
Barat. Khadafi berpaling ke Islam hanya demi peningkatan legitimasi
kekuasaannya dan untuk menyebarkan pengaruhnya di dunia Arab dan Muslim.
“Politik Islam” Khadafi tertuang dalam buku hijau yang mempromosikan sosialisme
Arab atas nama Islam.. Buku hijau ini menggantikan peran syariat Islam.
Al-Quran hanya dibatasi untuk kehidupan pribadi (seperti
Shalat,Puasa,Zakart),sedangkan buku hijau mengatur politik dan masyarakat.
Libya di bawah
kepemimpinan Khadafi dimanfaatkan Barat untuk mendiskreditkan Islam.
Identifikasi awal Libya sebagai sebagai Negara fundamentalis Islam karena
seruan-seruan Khadafi tentang kembali ke jalan Islam, antik kolonialisme Barat,
dan penghancuran Israel menjadikan Khadafi dan terorisme diidentikan dengan
Islam dan semua aktivis Islam disamakan dengan radikalisme dan ekstremesme.[46]
55. MESIR
Kehidupan
sosial masa lalu Afrika Utara adalah sebuah kehidupan
masyarakat pedesaan yang bersifat kesukuan, nomad (berpindah-pindah) dan
patriarkhi. Ketika daerah ini berada di bawah kekuasaan Romawi, tak pelak
pengaruhnya sangat besar bagi masyarakat Barbar. Umumnya mereka dipengaruhi
oleh elit kota yang mengadopsi bahasa, gagasan , dan adat istiadat para
penguasa. Tetapi elit-elit ini tidak banyak. Selanjutnya, setelah orang-orang
Vandal (Barbar) memperoleh kemenangan, pengaruh Romawi di sebagian besar Afrika
mulai berhenti, kecuali pengaruh ekonomi, dan peradaban Barbar lama secara
bertahap muncul kembali. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada abad 1 H/7
M kehidupan sosial Afrika Utara lebih merupakan kehidupan masyarakat Barbar
yang bersifat kesukuan, nomad dan patriarkhi.
Mesir adalah salah-satu kawasan yang berada di AfrikaUtara. Afrika Utara merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di daratan Eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya Islam ke wilayah yang selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Kristen sekaligus “benteng pertahanan” Islam untuk wilayah tersebut.
Mesir adalah salah-satu kawasan yang berada di AfrikaUtara. Afrika Utara merupakan daerah yang sangat penting bagi penyebaran agama Islam di daratan Eropa. Ia menjadi pintu gerbang masuknya Islam ke wilayah yang selama berabad-abad berada di bawah kekuasaan Kristen sekaligus “benteng pertahanan” Islam untuk wilayah tersebut.
Islam menyentuh wilayah Mesir pada 628 Masehi. Ketika itu
Rasulullah mengirim surat pada Gubernur Mukaukis yang berada di bawah kekuasaan
Romawi-mengajak masuk Islam. Rasul bahkan menikahi gadis Mesir, Maria.
Islam masuk wilayah Afrika Utara pada saat daerah itu berada
di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi, sebuah imperium yang amat luas yang
melingkupi beberapa Negara dan berjenis-jenis bangsa manusia.
Masuknya Islam kewilayah Mesir yang termasuk wilayah Afrika
Utara terjadi dalam beberapa tahapan dan dibawah kepemimpinan yang berbeda
pula. Untuk memudahkan kita dalam memahaminya, maka tidak ada salahnya kita
klasifikasikan dalam beberapa dekade kepemimpinan, diantaranya :
Pertama, pada masa kekhalifahan Umar
ibn al-Khathab. Pada tahun 40 M ‘Amru ibn al-Ash berhasil memasuki Mesir, setelah sebelumnya
mendapat ijin bersyarat dar khalifah ‘Umar untuk menaklukkan daerah itu.
Kedua, pada masa kekhalifahan Utsman
ibn Affan. Pada masa ini penaklukan Islam sudah meluas sampai ke Barqah dan
Tripoli. Penaklukan atas kedua kota itu dimaksudkan untuk menjaga keamanan
daerah Mesir. Penaklukan ini tidak bertahan lama, karena gubernur-gubernur
Romawi menduduki kembali wilayah-wilayah yang telah ditinggalkan itu.
Ketiga, pada masa Mu’awiyah ibn Abi
Sufyan, khalifah pertama daulah Bani Umayyah. Yang dipimpin oleh ‘Uqbah ibn
Nafi’ al-Fihri (W. 683 M), yang telah menetap di Barqah sejak daerah itu
ditaklukkan. Usaha ini berhasil karena kegigihan dan didukung oleh penduduk
asli yang telah miminta pertolangan kaum muslimin atas kekejaman imperium
Romawi
Keempat, pada masa
kepemimpinan ‘Uqbah. Akan tetapi pada tahun 683 M orang-orang Islam
di Afrika Utara mengalami kemunduran yang hebat, karena pemberontakan orang
Barbar dibawah kepemimpinan Kusailah (orang barbar). Sejak saat itu orang-orang
Islam harus berhadapan dengan bangsa Romawi sekaligus pemberontakan suku
Barbar.
Kelima, pada masa Abdul
Malik ibn Marwan (685-705 M). Namun demikian proses islamisasi
belumlah berjalan mulus dikarenakan pemberontakan silih berganti.
Keenam, pada masa kepemimpinan Musa
ibn Nusair tahun 708 M pada masa pemerintahan al- Walid ibn Abdul Malik (86-96
H/705-715 M).Yang berhasil mematahkan sekaligus mengantisipasi timbulnya
pemberontakan lagi, dengan menerapkan kebijakan “perujukan” yaitu menempatkan
orang-orang Barbar kedalam pemerintan Islam. Kebijakan inilah yang medorong
terjadinya pembauran antara Arab-Barbar, ditambah lagi dengan mudahnya
penyebaran mudah diterima paham kaum Khawarij.
Kemunculan tokoh Musa ibn Nushair sebagai ´penakluk yang
sesungguhnya” (the true conqueror) atas Afrika Utara bukanlah akhir dari dari
segala huru-hara yang terjadi di Afrika Utara. Sebab masih banyak episode
pergolakan yang terjadi di daerah itu, bahkan hingga masa pemerintahan Daulah
Bani Abbas. Hanya saja perubahan sosial dan politik sejak Musa memegang kendali
pemerintahan menjadi modal yang sangat besar bagi pembangunan fondasi peradaban
Isalm di Afrika utara, khususnya berkaitan dengan
kebijakan islamisasinya. Disinilah peniting dan pengaruh dua unsur-unsur
pembentuk peradaban/kebudayaan yaitu, The Man of The Pen dan The Man of The
Sword, seperti telah kita bahas di atas.
Proses Masuk Islam
Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, Mesir dalam penjajahan
bangsa Romawi Timur, dan yang menjadi Gubernur Mesir pada saat itu ialah
Mauqauqis. Pada saat itu bangsa Mesir sangat menderita karena penjajahan yang
tidak kenal belas kasihan. Oleh Karena itu, Amru Bin Ash selaku panglima perang
mengusulkan kepada Khalifah Umar Bin Khattab untuk membebaskan Mesir dari
penjajahan Romawi. Usul ini diterima dan pasukan Islam yang membawa 4000 orang
siap membebaskan Mesir. Dan sebelum peperangan dimulai, Amru bin Ash menawarkan
tiga pilihan kepada penguasa Mesir, yaitu: masuk Islam, atau membayar jizyah,
atau perang. Kedua tawaran pertama ditolak, maka terjadilah perang. Pasukan
yang dipimpin Amr ini memasuki daerah Mesir melalui padang pasir terus mamasuki
kota kecil bernama Al Arisy, dengan mudah pasukan islam menaklukan kota itu.
Dari situ pasukan Islam memasuki kota Al Farma. Di kota ini pasukan Islam
mendapat perlawanan. Amru Bin Ash memerintahkan untuk mengepung kota ini dan
setelah 1 bulan kota ini berhasil direbut.
Dari kota itu pasukan Islam melanjutkan ke kota Bilbis. Di
sini pasukan Islam mendapat bantuan dari rakyat Mesir. Di kota ini pasukan
islam menangkap putri Mauqauqis yang terkenal sebagai pelindung rakyat Mesir.
Putri ini diantar kerumahnya dengan segala hormat. Dari kota Bilbis pasukan
Islam menuju ke Tondamis yang terletak di tepi sungai Nil.
Di
sini Amru Bin Ash mendapat kesulitan karena banyak pasukan sudah gugur dan
pasukan yang masih hidup merasakan rasa lelah yang luar biasa. Amr Bin Ash pun
meminta bantuan ke Khalifah Umar Bin Khattab. Kepada pasukan yang ada Amru Bin
Ash memberikan pidato yang berapi-api sehingga pasukan Islam dapat
menghancurkan benteng Tondamis dan melanjutkan ke kota Ainu Syam, di perjalanan
kota ini pasukan Islam baru mendapat bantuan sebanyak 4000 orang. Setelah Ainu
Syam dapat ditaklukan pasukan Islam mempersiapkan penyerangan ke benteng Babil.
Selama 7 bulan benteng Babil dikepung dan akhirnya benteng terbaru di Mesir
dapat di kuasai.
Setelah itu pasukan Islam merebut kota Iskandaria, maka
diadakan perjanjian antara Amr Bin Ash dan Mauqauqis dan sejak itu Mesir
menjadi daerah Islam sepenuhnya. Nama Amr Bin Ash diabadikan menjadi nama
mesjid tertua di Mesir.
Pasukan Islam telah berhasil memerdekakan bangsa Mesir dari
penjajahan jasmani dan rohani yang dilakukan oleh Imperium Romawi, Mesir
dijajah selama 711 tahun, sejak terbunuhnya Cleopatra tahun 30 SM hingga masa
penaklukan pasukan Islam tahun 642 M.
Amru
bin Ash membangun kota Fustath (Kairo sekarang) dan dijadikan sebagai markas
pasukan Islam. Ajaran Islam mulai disebarkan di Mesir, dan diantaranya pasukan
Islam dilarang berbuat kejahatan kepada penduduk Qibthi. Hal inilah yang
membuat orang-orang Qibthi tertarik dengan ajaran Islam. Karena sangat jauh
berbeda dengan imperium Romawi yang terkenal suka menindas rakyat jelata, dan
mereka mengangkut sebahagian besar hasil gandum dari mesir ke Konstantinopel
untuk dinikmati oleh kaisar dan para bangsawan Romawi.
Peradaban Islam Mesir
Pada 639 Masehi, ketika Islam di bawah kepemimpinan Umar bin
Khattab, 3000 pasukan Amru bin Ash memasuki Mesir dan kemudian diperkuat
pasukan Zubair bin Awwam berkekuatan 4000 orang. Mukaukis didukung gereja Kopti
menandatangani perjanjian damai. Sejak itu, Mesir menjadi wilayah kekuasaan
pihak Islam. Di masa kekuasaan Keluarga Umayah, dan kemudian Abbasiyah, Mesir
menjadi salah satu provinsi seperti semula.
Mesir baru menjadi pusat kekuasaan dan juga peradaban Muslim
baru pada akhir Abad 10. Muiz Lidinillah membelot dari kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad, untuk membangun kekhalifahan sendiri yang berpaham Syi’ah. Ia menamai
kekhalifahan itu Fathimiah dari nama putri Rasul yang menurunkan para pemimpin
Syi’ah, Fatimah. Pada masa kekuasaannya (953-975), Muiz menugasi panglima perangnya,
Jawhar al-Siqili, untuk membangun ibu kota.
Di dataran tepi Sungai Nil itu kota Kairo dibangun. Khalifah
Muiz membangun Masjid Besar Al-Azhar (dari “Al-Zahra”, nama panggilan Fatimah)
yang dirampungkan pada 17 Ramadhan 359 Hijriah, 970 Masehi. Inilah yang
kemudian bekembang menjadi Universitas Al-Azhar sekarang, yang juga merupakan
universitas tertua di dunia saat ini.
Muiz
dan para penggantinya, Aziz Billah (975-996) dan Hakim Biamrillah (996-1021)
sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Peradaban berkembang pesat.
Kecemerlangan kota Kairo -baik dalam fisik maupun kehidupn sosialnya-mulai
menyaingi Baghdad. Khalifah Hakim juga mendirikan pusat ilmu Bait al-Hikam yang
mengoleksi ribuan buku sebagaimana di Baghdad.
Di
masa tersebut, Ibnu Yunus (wafat 1009) menemukan sistem pendulum pengukur waktu
yang menjadi dasar arloji mekanik saat ini. Lalu Hasan ibn Haitham menemukan
penjelasan fenomena “melihat”. Sebelum itu, orang-orang meyakini bahwa orang
dapat melihat sesuatu karena adanya pancaran sinar dari mata menuju obyek yang
dilihat. Ibnu Haytham menemukan bahwa pancaran sinar itu bukanlah dari mata ke
benda tersebut, melainkan sebaliknya. Dari benda ke mata.
Gangguan
politik terus-menerus dari wilayah sekitarnya menjadikan wibawa Fathimiyah
merosot. Pada 564 Hijriah atau 1167 Masehi, Salahuddin Al-Ayyubi mengambil alih
kekuasaan Fathimiyah. Tokoh Kurdi yang juga pahlawan Perang Salib tersebut
membangun Dinasti Ayyubiyah, yang berdiri disamping Abbasiyah di Baghdad yang
semakin lemah.
Salahuddin tidak menghancurkan Kairo yang dibangun
Fathimiyah. Ia malah melanjutkannya sama antusiasnya. Ia hanya mengubah paham
keagamaan negara dari Syiah menjadi Sunni. Sekolah, masjid, rumah sakit, sarana
rehabilitasi penderita sakit jiwa, dan banyak fasilitas sosial lainnya
dibangun. Pada 1250 -delapan tahun sebelum Baghdad diratakan dengan tanah oleh
Hulagu-kekuasaan diambil alih oleh kalangan keturunan Turki, pegawai Istana
keturunan para budak (Mamluk).
Di Istana, saat itu terjadi persaingan antara militer asal
Turki dan Kurdi. Sultan yang baru naik, Turansyah, dianggap terlalu dekat
Kurdi. Tokoh militer Turki, Aybak bersekongkol dengan ibu tiri Turansyah,
Syajarah. Turansyah dibunuh. Aybak dan Syajarah menikah. Namun Aybak juga
membunuh Syajarah, dan kemudian Musa, keturunan Ayyubiyah, yang sempat
diangkatnya.
Di saat Aybak menyebar teror itu, tokoh berpengaruh Mamluk
bernama Baybars mengasingkan diri ke Syria. Ia baru balik ke Mesir, setelah
Aybak wafat dan Ali -anak Aybak-mengundurkan diri untuk digantikan Qutuz. Qutuz
dan Baibars bertempur bersama untuk menahan laju penghancuran total oleh
pasukan Hulagu. Di Ain Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 mereka berhasil
mengalahkan pasukan Mongol itu. Baybars (1260-1277) yang dianggap menjadi peletak
pondasi Dinasti Mamluk yang sesungguhnya. Ia mengangkat keturunan Abbasiyah
-yang telah dihancurkan Hulagu di Baghdad-untuk menjadi khalifah. Ia merenovasi
masjid dan universitas Al-Azhar. Kairo dijadikannya sebagai pusat peradaban
dunia. Ibnu Batutah yang berkunjung ke Mesir sekitar 1326 tak henti mengagumi
Kairo yang waktu itu berpenduduk sekitar 500-600 ribu jiwa atau 15 kali lebih
banyak dibanding London di saat yang sama.
Ibnu Batutah tak hanya mengagumi ‘rihlah’, tempat studi
keagamaan yang ada hampir di setiap masjid. Ia terpesona pada pusat layanan
kesehatan yang sangat rapi dan “gratis”. Sedangkan Ibnu Khaldun menyebut:
“mengenai dinasti-dinasti di zaman kita, yang paling besar adalah orang-orang
Turki yang ada di Mesir.”
Pusat
peradaban ini nyaris hancur di saat petualang barbar Timur Lenk melakukan
invasi ke Barat. Namun Sultan Barquq berhasil menahan laju pasukan Mongol
tersebut. Dengan demikian Mamluk merupakan pusat kekuasaan yang duakali mampu
mengalahkan tentara Mongol.
Pada ujung abad 15, perekonomian di Mesir menurun. Para
pedagang Eropa melalui Laut Tengah tak lagi harus tergantung pada Mesir untuk
dapat berdagang ke Asia. Pada 1498, mereka “menemukan” Tanjung Harapan di Afrika Selatan sebagai pintu perdagangan
laut ke Asia. Pada 1517, Kesultanan Usmani di Turki menyerbu Kairo dan
mengakhiri sejarah 47 sultan di Dinasti Mamluk tersebut.
G. DINASTI
YANG PERNAH BERKUASA DI AFRIKA
Diantara dinasti yang muncul di Afrika Utara sebagai berikut:
- Dinasti
Idrisiyah
a.
Sejarah Berdirinya
Dinasti ini didirikan oleh salah
seorang penganut syi’ah, yaitu Idris bin Abdullah yang merupakan Hasan bin Ali,
pada tahun 788 M. Dinasti ini merupakan Dinasti Syi’ah pertama yang tercatat
dalam sejarah berusaha memasukan syi’ah ke daerah Maroko dalam bentuk yang
sangat halus. Sebelum dikuasai dinasti Idrisiyah wilayah tersebut didominasi
oleh kaum Khawarij.[47]
Awal mula Dinasti Idrisiyah berdiri
di Maroko, ketika Idris bin Abdullah melakukan pemberontakan terhadap Abbasiyah
pada tahun 786 M, namun karena kalah ia melarikan diri ke Maroko dan mendirikan
dinasti Idrisiyah (788-974 M) yang beribu kota di Fez.[48]
Inilah merupakan Dinasti Syiah pertama dalam sejarah Islam. Karena dinasti ini
terletak antara kekuatan islam besar yaitu Ummayah di Andalusia dan Fatimiah di
afrika utara. Dinasti ini yang pada akhirnya ditaklukkan oleh panglima Ghalib
Billah dari dinasti Umayyah di Andalusia.[49]
Idrisiyah adalah dinasti pertama yang berupaya memasukkan doktrin Syi’ah,
meskipun dalam bentuk yang sangat lunak, masuk ke Maroko. Sebelumnya, wilayah
itu didominasi oleh kaum Khawarij.[50]
b.
Masa Kejayaan Dinasti Idrisiyah
Sepeninggal Idris ibn Abdullah,
tampuk kekuasaan dipegang anaknya, Idris ibn Idris ibn Abdullah atau Idris II
pada 177 H/93 M. Pada masa kepemimpinannya Idris II, dinasti Idrisiyah
mengalami perkembangan cukup pesat. Hal ini terbukti ia mampu membangun sarana
dan prasarana yang dibutuhkan dalam sebuah pemerintahan, seperti pembangunan
kembali kota Fez, istana, masjid, percetakan uang, dan pembangunan saluran air
yang dikirim ke rumah-rumah penduduk. Keseriusannya membangun kota dan
perangkat lainnya ini, menurut para ahli, ia dikategorikan sebagai pendiri
sebenarnya dari dinasti Idrisiyah.[51]
c.
Masa Kemunduran Dinasti Idrisiyah
Idris II memerintah selama kurang
lebih sewindu berkuasa, krisis politik internal dan konflik di kalangan
keluarga menyebabkan ia tak mampu mengatasinya, hingga ia wafat pada 836 M.
Kedudukannya pun digantikan saudaranya bernama Isa ibn Idris (836-849 M).
Jatuhnya dinasti Idrisiyah
diakibatkan adanya serangan dari Dinasti Fathimiyah di Mesir dan Bani Umayyah
di Cordova, Andalusia. Dalam sejarah tercatat, dinasti ini tidak pernah
mendapat pengakuan dari Bani Abbasiyah sebagai penguasa daerah otonom di Afrika
Utara, bahkan dianggap sebagai ancaman serius bagi keutuhan wilayah Islam.
Persoalan ideologis, antara penguasa Bani Abbasiyah yang Sunni dengan Bani
Idrisiyah yang Syi’ah, berkembang menjadi persoalan-persoalan politis.
Perseteruan ini terus berlangsung hingga berakhirnya kekuasaan dinasti
Idrisiyah. Karena terkepung di antara Fatimiyah Mesir dan Umayyah Spanyol,
dinasti Idrisiyah akhirnya hancur oleh serangan yang mematikan yang dilancarkan
panglima utusan Khalifah Al-Hakam II (961-967) M di Cordova.[52]
Fez menjadi pusat kaum Syorfa atau
Syurafa (bentuk jamak dari syarif,orang mulia), yakni para keturunan cucu Nabi
SAW, Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang menjadi faktor penting dalam
sejarah perkembangan Maroko. Kekuasaan Idrisiyah yang ada dikota-kota, tanpa
menguasai desa-desa akhirnya terpecah-pecah dimasa pemimpin Muhammad
Al-Muntasir pada tahun 213-221 H. Kekuaaan mereka dibagi-bagikan kepada
saudara-saudara Al-Muntasir yang banyak jumlahnya. Musuh-musuh mereka yang
terdiri dari suku Barbar, dengan mudah dapat memukulnya. Disamping itu muncul
pula ancaman musuh yang lebih besar, yakni Daulah Fatimiyah yang dipimpin oleh
Mahdi Ubaidillah. Yahya IV 292-310 H terpaksa mengakui kekuasaan Fatimiyah, dan
Fez dapat diduduki oleh dinasti baru tersebut pada tahun 309 M. Baru menjelang
akhir pemerintahannya, Idrisiyah dapat menguasai pelosok Maroko. Tetapi Bani
Ummayah yang berkuasa di Spanyol memukul Idrisiyah tahun 363 H dan keluarga
terakhir dinasti yang kalah itu dibawa ke Cordova.[53]
- Dinasti
Rustamiyah
a.
Sejarah Berdirinya
Dinasti Rustamiyah berdiri pada
tahun 160-296 H di Aljazair Barat, yang dipelopori oleh Abdurrahman bin Rustam
yang beraliran Khawarij Ibadiyah. Ia merupakan pemimpin suku Barbar dari jabal
Nefusa yang menganut faham Kharijiyah sekte Ibadiyah, berhasil menduduki
Tripoli dan Qayrawan. Dinasti ini bertahan sampai tahun 909 M. Rustamiyah
memiliki nilai penting bagi sejarah Islam Afrika Utara yang tidak sebanding
dengan masa dan lingkup kekuasaan politis mereka.
[54]
Keberadaan dinasti tersebut
sebenarnya merupakan protes terhadap dominasi Arab yang Sunni dan orang-orang
Ortodok. Ibu kotanya ialah Tahart yang berhubungan dengan kota Aures, Tripoli
dan Tunisia Selatan. Dinasti ini bersekutu dengan Bani Ummayah di Spanyol
karena terjepit oleh Idrisiyah yang Syi’ah di Barat dan Aglabiyah yang Sunni di
Timur mereka.
b.
Masa Kejayaan Dinasti Rustamiyah
Kota Tahart, pada masa Dinasti
Rustamiyah mengalami kemakmuran yang menakjubkan dan sebagai persinggahan
diutara diantara salah satu rute-rute kafilah trans-sahara, juga merupakan
pusat ilmu pengetahuan agama yang tinggi khususnya aliran Khawarij untuk
seluruh Afrika Utara dan bahkan diluar wilayah tersebut, seperti Oman, Zanzibar
dan Afrika timur.
c.
Masa Kemunduran Dinasti Rustamiyah
Bangkitnya Dinasti Fathimiyah yang
Syi’ah di Maroko berakibat fatal bagi Dinasti Rustamiyah (777-909 M) dan yang
mengakibatkan kemunduran bagi dinasti ini sebagaimana bagi dinasti-dinasti
lokal lainnya.[55]
Abu Abdullah dari suku Barbar dan keluarga Rustamiyah banyak dibunuh oleh
penakluknya itu, sedang yang lain meloloskan diri ke Wargla, selatan dari
daerah Tahart. Walaupun secara politis Dinasti Rustamiyah sudah mengalami
kemunduran dan keruntuhan oleh Dinasti Fathimiyah, akan tetapi Dinasti ini
masih tetap bisa berkembang dan berpengaruh di sebagian wilayah Al-Magribi
seperti Aljazair, Pulau jerba di Tunisia, dan Gurun Nefusa.
- Dinasti
Murabbitun
a.
Sejarah Berdirinya
Pada mulanya, Dinasti Murabithun
pada awalnya adalah sebuah kegiatan militer keagamaan yang didirikan pada abad
11. Murabithun (ribath) sejenis benteng pertahanan Islam yang berada di sekitar
masjid. Masjid mempunyai dua fungsi sebagai tempat ibadah, penyebaran da’wah
sekaligus sebagai benteng pertahanan.[56]
Dinasti Murabithun berasal dari suku
Lamtunah, yaitu merupakan bagian dari cabang suku Shanhajah dari suku Barbar.
Jumlah mereka semakin bertambah ketika Musa bin Nushair menjadi Gubernur di
wilayah Afrika Utara. Dalam perkembangan berikutnya, mereka menjadi sebuah
komunitas yang cukup dominan di wilayah tersebut. Gerakan Dinasti Murabithun
ini dipelopori Yahya bin Ibrahim Al-Jaddali salah seorang kepala suku Lamtunah.[57]
b.
Masa Kejayaan Dinasti Murabbitun
Puncak prestasi masa kejayaan
Dinasti Murabbitun, yaitu pada masa Yusuf bin Tasyfin, ia berhasil menyeberang
ke Spanyol. Keberangkatannya ke Spanyol atas undangan Gubernur Cordoba,
Al-Mu’tamid bin Abbas, yang terancam kekuasaan oleh Raja Alfonso VI (Raja Leon
Castelia). Dalam melaksanakan perjalanan ini Yusuf Bin Tasyfin mendapat
dukungan dari Raja Al-Thawaif di Andalus. Dalam sebuah pertempuran besar di
Zallakah tanggal 12 Rajab 479 H/ 23 Oktober 1086 M, ia berhasil mengalahkan
Raja Alfonso VI selanjutnya berhasil merebut Granada dan Malaga. Mulai saat
itulah ia memakai gelar Amir Al-Mukminin. Pada akhirnya ia juga berhasil
menaklukan Muluk Al-Thawaif, kemudian menggabungkan wilayah itu dalam kerajaan
yang dibangun. Yusuf juga berhasil menaklukan Almeria dan Badajoz. Kemudian
menaklukan kerajaan Saragosa dan pulau Balearic.[58]
Yusuf bin Tasfin wafat dalam usia 100
tahun (1106), yang pada waktu itu kekuasaannya telah sampai ke Liberia Selatan
termasuk juga Valencia dan Afrika Utara dari kepulauan Atlantik sampai dengan
Aljazair. Warisan yang cukup luas tersebut diterima anaknya yang bernama Ali
bin Yusuf bin Tasfin dan berhasil melanjutkan politik pendahulunya dengan
mengalahkan anak Alfonso VI tahun 1108.
c.
Masa Kemunduran Dinasti Murabbitun
Sepeninggal Yusuf bin Tasyfin pada 1106 M, kekuasaan Dinasti
Murabithun hanya bertahan setengah abad, disebabkan Ali bin Yusuf tidak banyak
melakukan inovasi dan berkreasi dalam kekuatan dan kekuasaan, sehingga Dinasti
Murabbitun mengalami kemunduran dan juga Ali bin Yusuf tidak sepandai ayahnya
(Yusuf bin Tasfyin) dalam kepemimpinan dan politik, karena ternyata Ali bin
Yusuf lebih mengedepankan keagamaan. Sehingga untuk kepemimpinan dan
kenegaraan, para ulama banyak berperan penting dalam hal tersebut.
Peranan ulama sangat dominan di
dalam memerintah sehingga timbul konflik dari kelompok Kristen, disebabkan
posisi pemerintahan dipegang oleh mereka. Para Ulama mengeluarkan kebijakan
yang sangat diskriminatif, khususnya terhadap kelompok Yahudi dan Kristen.
Apabila kelompok non-Muslim ingin menjalankan praktek keagamaan, mereka diminta
untuk membayar pajak bila ingin bebas menjalankan ibadahnya. Bagi masyarakat
non-Muslim yang tidak mampu membayar, mereka diminta untuk pergi meninggalkan
tempat tinggal mereka. Kebijakan yang tidak popular ini menjadi salah satu
faktor penyebab perlawanan masyarakat non-Muslim di Andalusia.
Pada pertengahan abad ke-12, Dinasti
Murabithun mengalami keretakan. Di Spanyol Kerajaan Al-Thawaif menolak akan
kekuasaaannya di Maroko gerakan Dinasti Muwahhidun mulai menghancurkan Dinasti
Murabithun. Kemunduran yang dialami oleh Dinasti Murabithun, juga dipicu oleh
kecenderungan dari para pemimpinnya yang senang menumpuk harta kekayaan
disamping para ulamanya terjerumus pada mengkafirkan orang lain yang berusaha
untuk merobah moral masyarakat dengan mengokohkan prinsif-prinsif syari’ah dan
aqidah.
Sehingga dapat di ambil
kesimpulan, bahwa kemunduran Dinasti Murabithun disebabkan oleh hal-hal berikut
ini:[59]
- Lemahnya
disiplin tentara dan merajalelanya korupsi melahirkan disintegrasi.
- Berubahnya
watak keras pembawaan Barbar menjadi lemah ketika memasuki
kehidupan Maroko dan Andalus yang mewah.
- Masuknya
Dinasti Murabithun ke Andalusia ketika kecemerlangan inteletual kalangan
arab telah mengganti kesenangan berperang.
- Kontak
dengan peradaban sedang menurun dan tidak siap mengadakan asimilasi.
- Dikalahkan oleh dinasti dari rumpun keluarganya sendiri, yaitu al-Muwahhidun.
- Dinasti
Muwahhidun
a.
Sejarah Berdirinya
Pencetus Dinasti Muwahhidun adalah
Muhammad bin Tumart, namun ia sendiri tidak pernah menjadi Sultan pada masa
Dinasti Muwahhidun. Tapi ia lebih terkenal dengan sebutan Abdul Al-Mu’min yang
awalnya sebagai panglima. Ia akhirnya memimpin Dinasti Muwahhidun selama
33 tahun (1130-1163) dengan membawa kemajuan yang sangat pesat.[60]
Ibnu Tumart sebagai pencetus, mula-mula pergi ke Tanmaal di
wilayah Sus untuk menyusun kekuatan. Yang pertama dilakukan adalah memberantas
paham Dinasti Murabbitun yang menyimpang, menyerukan kemurnian tauhid
menentang kekafiran, antrophomorpisme dan mengajak ummat menjalankan agama
sesuai yang diperintahkan dan menjauhi yang menjadi larangan agama, walaupun
harus dengan kekerasan. Murid-murid disuruh membuat benteng agar sukar bagi
musuh hendak memasukinya. Di Tanmaal inilah Ibnu Tumart merumuskan system
militernya sebagai organisasi pemerintahan.[61]
b.Masa Kejayaan Dinasti Muwahhidun
Sesudah Ibnu Tumart meninggal dunia,
Abdul Mukmin bin Ali, diangkat sebagai penggantinya. Setelah mendapat pengakuan
dan dinobatkan oleh Dewan 10 orang. Ia diberi gelar bukan Al-Mahdi, melainkan
Khalifah. Pada masa kepemimpinannya inilah Dinasti Muwahhidin, meraih
kemenangan dalam beberapa peperangan.
Dalam masa pemerintahan Abdul Mukmin
bin Ali, wilayah kekuasaan Dinasti Muwahidun membentang dari Tripoli hingga ke
Samudera Atlantik sebelah barat, semua ini merupakan prestasi gemilang yang
belum pernah dicapai Dinasti atau Kerajaan manapun di Afrika Utara.[62]
Setelah Abdul Mukmin bin Ali
diangkat menjadi Khalifah di Dinasti Muwahhidun, langkah pertama yang ia
lakukan adalah meruntuhkan kabilah-kabilah di Afrika Utara dan mengakhiri
kekuasaan Murabithun di Afrika Utara. Sejak tahun 1144-1146 M, ia berhasil
menguasai kota-kota yang pernah dikuasai Dinasti Murabithun, seperti Tlemcen,
Fez, Tangier dan Aghmat. Setelah itu daerah tersebut dikuasai, Abdul Mukmin bin
Ali, memperluas daerah kekuasan sampai ke daerah Andalusia dikuasainya pada
tahun 1145 M. Kemudian pada tahun 1147 M seluruh wilayah yang pernah dikuasai
oleh Dinasti Murabithun, di ambil sepenuhnya oleh Dinasti Muwahhidun.
Sejak Marrakech dikuasai, pada tahun
1146 Abdul Mukmin bin Ali memindahkan Ibu kota pemerintahan Dinasti Muwahhidun
dari Tinmal ke kota tersebut dan dari sana ia menyusun ekspansinya ke berbagai
daerah, sehingga ia bisa menguasai Al-Jazair (1152), Tunisia (1158), Tripoli
–Libya (1160).
c.Masa Kemunduran Dinasti Muwahhidun
Kemunduran Dinasti Muwahhidun disebabkan sebagai-berikut:[63]
- Perebutan
tahta dikalangan keluarga kerajaan.
- Melemahnya
control terhadap penguasa daerah.
- Mengendurnya
tradisi disiplin.
- Memudarnya
keyakinan Ibn Tumar, bahkan namanya tak disebut lagi dalam
dokumen Negara.
- Menguatnya
kelompok dan raja-raja Kristen Andalusia dan lain –lain.
Kemunduran tersebut diatas karena
banyak persoalan yang dihadapi, akhirnya kekuasaan Dinasti Muwahhidun melemah
dan kemudian hancur akibat serangan dari berbagai pihak, terutama raja- raja
Kristen yang semakin menampakkan kekuatan mereka terhadap Dinasti Muwahhidun. [64]
Akhirnya Dinasti Muwahhidun di Andalusia maupun di Afrika Utara kini
hanya kenangan sejarah, meskipun peninggalan- peninggalannya masih terdapat di
beberapa wilayah bekas kekuasaaannya
- Dinasti
Fathimiyah
a.Sejarah Berdirinya
Dinasti Fatimiyah atau disebut
juga al-Fathimiyyun adalah satu-satunya Dinasti Shi’ah dalam Islam yang
penamaannya dinisbatkan kepada Fatimah al-Zahra, putri nabi Muhammad SAW.
Kebangkitan Dinasti ini berasal dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai
Tunisia (Ifriqiyyah) Kemunculan Dinasti ini seperti yang dikatakan JJ.
Sounders adalah diakibatkan oleh tuntutan Imamah sebagai Khalifah atau
pengganti Rasulallah setelah wafat. Lebih jauh ia mengatakan gerakan Shi’ah
tersebut merupakan sebuah protes politik terhadap penguasa. dan sebagai
tandingan bagi penguasa dunia Islam pada saat itu yang terpusat di Baghdad.
Protes politik tersebut dilakukan dengan jalan konfrontasi, sehingga para
penguasa (Mu’awiyah dan Abbasiyah) tidak ragu-ragu membunuh keluarga Ahl
al-Bayt dan mengintimidasi para pengikutnya.[65]
Dinasti Fathimiyah didirikan oleh
Said bin Husain alias Ubaidillah Al-Mahdi pada tahun 909 M. oleh karena itu
Dinasti ini juga disebut Dinati Ubaidiyah. Dinasti Fathimiyah berdiri di
Tunisia, sebelum akhirnya pindah ke Mesir pada 969 M. Dinamakan Fathimiyah
karena dikaitkan dengan Fatimah binti Muhammad SAW, istri Ali bin Abi Thalib.
Ubaidillah mengklaim dirinya sebagai keturunan Ali dan Fatimah melalui Ismail
bin Ja’far as-Sidiq. Dinasti Fathimiyah bermazhab Syiah. Dinasti ini berkuasa
tahun 297 – 567 H / 909 – 1171 M.[66]
b.
Masa Kejayaan Dinasti Fathimiyah
Pada tahun 914 M, Ubaidillah
Al-Mahdi melakukan pergerakan pertama kali dalam perluasan daerah Dinasti
Fathimiyah ke arah Timur dan berhasil menaklukkan Alexanderia, menguasai
Syiria, Malta, Sardinia, Cosrica, pulau Betrix dan pulau lainnya. Selanjutnya
pada tahun 920 M, Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan kota baru di pantai Tusinia
yang kemudian diberi nama kota Al-Mahdi.
Pada tahun 934 M, Ubaidillah
Al-Mahdi wafat dan digantikan oleh anaknya yang bernama Abu Al-Qosim dengan
gelar Al-Qoim (934 M/ 323 H). Pada tahun 934 M, Al-Qoim mampu menaklukkan kota
Genoa dan wilayah sepanjang Calabria. Pada waktu yang sama ia mengirim pasukan
ke Mesir tetapi tidak berhasil karena sering dihadang oleh Pasukan dari Abu
Yazid Makad, seorang khawarij di Mesir. Al-Qoim meninggal, kemudian digantikan
oleh anaknya Al-Mansur yang berhasil menumpas pemberontakan Abu Yazid Makad.[67]
Pada tahun 945 M, Dinasti Fathimiyah
berhasil memantapkan kekuasaannya di Tunisia dan menguasai beberapa daerah
sekelilingnya dan Sisilia. Kemajuan-kemajuan yang paling penting terjadi selama
pemerintahan Al-Muiz dikarenakan mempunyai seorang Jendral yang cemerlang yaitu
Jauhar. Dalam bagian awal pemerintahan, Jauhar memimpin suatu pasukan penakluk
ke atlentik, dan keunggulan Fathimiyah ditegakkan atas seluruh Afrika Utara.
Kemudian Al-Muiz mengalihkan perhatiannya ke Timur.
Jelas tersirat dalam pendirian
Dinasti Fathimiyah bahwa mereka harus mencoba untuk menguasai pusat dunia Islam
dan dua pendahulunya telah melakukan perjalanan penaklukan yang tidak berhasil
terhadap Mesir. Sekarang, persiapan-persiapan cermat termasuk propaganda
politis (yang dibantu oleh bencana kelaparan hebat di Mesir). Jauhar menerobos
Kairo Lama (Al-Fustat) tanpa mengalami kesulitan yang berarti,
sampai akhirnya dia bisa menguasai negara ini.
Seorang pangeran Ikhshidiyah secara
resmi masih berkuasa, tetapi rezim Ikhshidiyah sudah tidak berfungsi lagi dan
tidak memberikan perlawanan pada Jauhar. Nama Khalifah Abbasiyah serta merta
dihilangkan dari do’a ibadah Jum’at, walaupun cara-cara ibadah Ismailiyah hanya
dimasukkan secara bertahap. Jauhar segera mulai membangun sebuah kota baru bagi
tentaranya yang diberi nama Al-Qahirah yang berarti kota kemenangan atau
disebut juga dengan Kairo. Pada tahun 973 M kota Kairo menjadi kediaman imam
atau Khalifah Fathimiyah dan pusat pemerintahan.[68]
c.
Masa Kemunduran Dinasti Fathimiyah
Masa kemunduran Dinasti Fathimiyah
dimulai ketika Al-Aziz meninggal dan digantikan oleh Al-Hakim yang banyak
melakukan kerusakan, seperti membunuh sejumlah menteri, merusak gereja suci di
Palestina pada tahun 1009 M, yang menjadi salah satu pemicu terjadinya perang
salib, serta ia mengaku sebagai inkarnasi dari Tuhan dan akhirnya ia mati
dibunuh atas lonspirasi Sitt Al-Mulk dengan Muwattam. Setelah meninggal,
Al-Hakim diganti oleh putranya, Abu Hasan Ali Al-Zhahir (1021-1035 M), dan ia
meninggal karena sakit (1035M), kemudian digantikan oleh Abu Tamim Ma’ad
Al-Muntansir (ketika berusia 7 tahun).
Pasa saat yang bersamaan, Paletina
berontak, Saljuk berhasil menguasai Asia Barat, propinsi-propinsi si Afrika
menolak membayar pajak dan menyatakan lepas dari Fathimiyah atas dukungan
dinasti bani Abbas, Tripoli dan Tunisia dikuasai oleh suku Hilal dan Sulaim
(1052M), dan Sicilia dikuasai oleh bangsa Normandia (1071 M).[69]
Keadaan Dinasti Fathimiyah mengalami
kehancuran yang lebih parah lagi dikarenakan peristiwa alam. Wabah penyakit dan
kemarau panjang sehingga sungai Nil kering, menjadi sebab terjadinya perang
saudara. Setelah meninggal, Abu Tamim Ma’ad Al-Muntansir diganti oleh anaknya,
Al-Musta’ii. Akan tetapi, Nizar anak Abu Tamum Ma’ad al-Muntansir yang tetua
melarikan diri ke Iskandariyah dan menyatakan diri sebagai khalifah. Oleh
karena itu, Fathimiyah terpecah menjadi dua yaitu Nizari dan Musta’ii. Pada
masa Al-Mustali, pasukan salib melakukan serangan sehingga menguasai Antokia
hingga Baitul Muqaddas. Setelah wafat, Al-Musta’li diganti oleh Al-Amir (ketika
berusia 5 tahun). Al-Amir meninggal karena dibunuh oleh kelompok Bathiniyah dan
diganti oleh Al-Hafizh dan setelah meninggal dunia, Al-Hafizh diganti oleh
al-Zafir.[70]
Karena tentara salib begitu tangguh,
Al-Zafir meminta bantuan kepada Nuruddin Al-Zanki (Gubernur Syiria di bawah
Khalifah Abbasiyah, di Baghdad). Nuruddin Al-Zanki mengirim pasukan di bawah
pimpinan Syirkuh dan Salahuddin Al-Ayubi. Setelah berhasil mengalahkan pasukan
salib, pasukan Nuruddin Al-Zanki kembali ke Syiria. Akan tetapi, sepeninggal
pasukan tersebut terdapat konflik internal. Yaitu Syawar mengundang tentara
salib ke Mesir karena ia ingin memperoleh jabatan sebagai wazir. Akhirnya,
pasukan Nuruddin Al-zanki yang dipimpin oleh Syirkuh datang kembali ke Mesir.
Syawar ditangkap dan kepalanya dipenggal atas perintah Dinasti Fathimiyah.
Syirkuh akhirnya diangkat menjadi wazir oleh Dinasti Fathimiyah (564 H); tiga
bulan kemudian, Syirkuh wafat, dan diganti oleh keponakannya, Salahuddin
Al-Ayubi. Pada tanggal 10 Muharram 567 H/ 1171 M, Khalifah al-Adid (Fathimiyah)
wafat dan kekuasaanya berpindah ke tangan Salahuddin Al-Ayubi.[71]
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Terjadinya
perebutan kekuasaan, lantas Islam dianggap sebagai agama yang ditegakkan dan
berkembang dengan darah atau pedang, karena anggapan tersebut merupakan
anggapan yang tidak obyektif. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh warisan atas
kondisi sosio-politik yang berkembang pada saat itu, karena Afrika Utara pernah
dibawah kekuasaan Romawi, dan juga pengaruh emperialisme penjajah dan
pertikaian antar etnis tidak dapat dikesampingkan sebagai penyebab adanya
anggapan tersebut.
Islamisasi di Afrika diawali jauh
sebelumnya yaitu pada masa Nabi Muhammad dengan beberapa sahabatnya ketika
hijrah ke Habsyi. Perjalanan panjang Islamisasi ke Afrika melalui jalur Afrika
Utara yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap penduduk setempat. Setelah itu
barulah Islamisasi di di Afrika sub-Sahara dilakukan dengan tokoh Uqbah ibn
Nafi'. Islamisasi di Afrika sub-Sahara menggunakan 3 jalur,yaitu melalui
ekspansi militer, melalui jalur dakwah, dan melalui jalur perdagangan. Dengan
demikian bisa dikatakan jika Islamisasi di Afrika sub-Sahara mirip dengan
Islamisasi di Indonesia, yaitu melalui jalur dakwah dan jalur perdagangan.
b.
Saran-saran
Adapun
saran yang dapat kami sampaikan adalah pentingnya materi yang kami paparkan ini
dapat di jadikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga tentang kemajuan islam
sampai menembus daerah benua Afrika khususnya islam di Afrika utara.. dan wajib
untuk membacanya dan mengamalkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Qosim
A.Ibrahim dan Muhammad A.Saleh,Buku pintar sejarah,(Jakarta:Nizam,tt),hlm.1127)
Muhammad Wildan "Peradaban Islam di Afrika
sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern (Yogyakarta:
LESFI, 2002),
Bosworth, Dinasti,
Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan (Bogor
: Kencana, 2003)
Bosworth,
C. E. Dinasti-Dinasti Islam, Bandung: Mizan, 1983.
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban
Islam, Yogjakarta: Pustaka Book
Publisher, cet; II, 2009.
Ira
M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam Vol. 1 & 2, terj.
Ghufron A. Mas'udi, Jakarta: PT.
RajaGrafindo
Persada, 1988.
Mahmudunnasir, Syed. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994.
M. Ali Mufrodi. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Imam
Muhsin. "Peradaban Islam Pra-Modern di Afrika Utara" dalam Siti
Maryam dkk
(edit), Sejarah
Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002.
Muhammad Wildan. "Peradaban Islam di Afrika
sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk
(edit), Sejarah
Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002.
Ali,
Syed Ameer, 1978. Api Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Arkoun,
M, Louis Gardet, 1997. Islam Kemaren Dan Hari Esok. Bandung:
Penerbit Pustaka
Masadul Hasan, 1995. History Of
Islam. Delhi: Adam Publisher and Distributors
Pilip K, Hitti 2010. History of the Arab. Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta.
Mulyadhi Kartanegara, 2006. Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam.
Jakarta: Baitul Ihsan
Siti Maryam, dkk, 2002. Sejarah Peradaban Islam, Dari
Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI, 2002
Syed Mahmudunnasir, 1994. Islam,
Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Remaja Rosdakarya
Jaih
Mubarok, 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy
M.
Ali Mufrodi, 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu
Wildan
Muhammad, 2002. Peradaban Islam di Afrika Sub-Sahara. Yogyakarta:
Lesfi
Syamsul
Munir, 2009. Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta: Amzah
Mehdi Nakosteen, 1996. Kontribusi
Islam atas Dunia Intelektual Barat. Surabaya,
Risalah Gusti
Abuddin
Nata, 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Dedi
Supdriadi, 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka
Setia
Fatah
Syukur, 2002. Sejarah Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Rizki
Putra.
Taufiqurrahman,
2003. Sejarah Social Politik Masyarakat Islam. Surabaya: Pustaka
Islamika
Ajid Thohir, 2004. Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persa
W.Montgomery Watt,1990. Kejayaan
Islam: Kajian Kritis dari tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara
Wacana
Badri Yatim, 2010. Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta: Rajawali Pers
_______________, 2006. Sejarah
Kebudayaan Islam untuk MTs Kelas XI. Yogyakarta, Pustaka Insan Madani
Darsiti Soeratman, 2012, Sejarah
Afrika , Yogyakarta, Ombak
[2] Muhammad Wildan
"Peradaban Islam di Afrika sub-Sahara" dalam Siti Maryam dkk
(edit), Sejarah Peradaban
Islam, Dari
Klasik Hingga Modern (Yogyakarta:
LESFI, 2002), hlm. 300.
9 Luas Afrika
mencapai 30.224.050 km2, dan di benua inilah pertama kalinya tempat
yang didiami nenek moyang manusia dan awal populasi manusia dimulai hingga
berkembang ke semua benua di dunia. M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban
Islam (Yogjakarta: Pustaka Book Publisher, cet; II, 2009), hlm. 209.
[10] Patriarkhi adalah bapak sebagai
pemimpin/ kepala keluarga. Imam Muhsin, "Peradaban Islam Pra-Modern di
Afrika Utara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah Peradaban
Islam, Dari Klasik Hingga Modern(Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 258.
[12] Syed Mahmudunnasir, Islam,
Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994), hlm. 313.
[16] Imam Muhsin, Peradaban Islam
Pra-Modern di Afrika Utara" dalam Siti Maryam dkk (edit), Sejarah
Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002, hlm.
257.
[17] Semula Kusailah adalah seorang pemimpin bangsa
Barbar yang telah berhasil dirangkul ke pihak Islam oleh Abdul Muhajir, yaitu seorang hamba sahaya milik
Maslamah Ibnu Makhad. Karena Kusailah tidak menyukai kembalinya 'Uqbah sebagai
pemimpin, akhirnya Kusailah keluar dari Islam dan melakukan pemberontakan
terhadap orang-orang Islam di bawah pimpinan 'Uqbah. Imam Muhsin, Peradaban
Islam Pra..., hlm. 260-261.
[18] Daya tarik Afrika disamping tambang emas yg melimpah,
juga perdagangan budak dari wilayah Afrika. Mula-mula Negara Eropa yang pertama
kali datang ke Afrika adalah Portugis dan kemudian diikuti oleh Prancis,
Inggris, dan Belanda untuk memperebutkan Afrika sub-Sahara. Muhammad Wildan, Peradaban..., hlm. 312-313, 321
[19] Holt et.al, The Cambridge History Of Islam,
(New York: Cambridge University Press,1970), hal.217
[21] Ibid,
hal.228
[22] Watt dan Piere Cashia, A History Of Islamic Spain,
(Edinburgh: The University Press, 1992), hal.122
[23] Masadul Hasan, History Of Islam, (Delhi: Adam Publisher and Distributors,
1995), hal.538
[25] Ibid, hal.585
[26] Masadul Hasan, Op.cit,
hal.176
[27] Holt
et.al, Op.cit, hal.217
[28] Philip K. Hitti, Op.cit, hal.688
[29] Syamsul Munir, Sejarah dan Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal.271
[30] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat,
(Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hal.5
[31] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), hal.90
[34] Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam,
(Jakarta: Baitul Ihsan, 2006), hal.36
[35] John L Esposito, 1992, The
Islamic Threat: Myth or Reality, Penerjamah: Alwiah Abd. Rahman dan Missi, Cet.
III, Bandung, Mizan 1996
[36] Beni Nursari, Muammar
Khadafi dan Eksistensi Negara Libya, Internet, 15 Nopember 2009
[37] Edilin Siti dkk. et-al,
Sejarah Pendidikan Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yokyakarta , IAIN
Sunan Kalijaga , 295
[39] Ibid h.296
40 IraM. Lapidus, 1999.
Sejarah Sosial Umat Islam Bagian IV, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h.25[40]
[41] Asep Syamsul M,2000,
Demonologi Islam, Cet.1 Jakarta, Gema Insani Press, h. 53
[44] Asep Syamsul M,2000, )
Op.Cit . h. 54-57
[45] Ibid . h.59
[48] Pilip K. Hitti, History of the Arab, Terjemahan R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal.570
[49] M. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), hal.188
[50] C.E. Bosworth, Op.cit, hal.42
[54] Ibid, hal.42
[55] Dedi Supriadi, Op.cit, hal.158
[56] Philip K. Hitti, Op.cit, hal.688
[58] Taufiqurrahman, Sejarah Social Politik Masyarakat Islam, (Surabaya: Pustaka
Islamika, 2003), hal.170
[59] Ibid, hal.171
[60] Siti Maryam, dkk, Op.cit, hal.228
[63] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik , (Jakarta:
Kencana, 2011), hal.140
[64] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,
(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), hal.109
[65] Philip K. Hitti, Op.cit, hal.787
[66] Sejarah
Kebudayaan Islam untuk MTs kelas IX, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2006), hal.44
[67] Ajid Thohir, Op.cit, hal.113
[68] W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari tokoh
Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hal.216
[69] Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004), hal.104
[70] Ibid, hal.106
Post a Comment
silahkan berkomentar bijak dan sesuai dengan topik pembahasan